BPRNews.id - PT Bank CIMB Niaga Tbk telah menargetkan penyelesaian pemisahan atau spin off Unit Usaha Syariah (UUS) pada kuartal pertama 2026, sejalan dengan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mensyaratkan pemisahan bagi unit syariah dengan aset di atas Rp 50 triliun. Direktur Syariah CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara, menjelaskan bahwa proses ini sudah berjalan sejak 2023 dan sedang memasuki tahap perizinan serta analisis model bisnis untuk transisi menjadi bank umum syariah (BUS).
"Kami sedang melakukan analisis apa yang sekarang kami lakukan dan apa yang akan terjadi nanti setelah kami berubah. Selain itu, kami juga sedang melihat apakah model yang kita lakukan sekarang ini adalah yang paling bagus, dan apakah kami nanti setelah spin off akan fokus kepada misalnya segmen konsumer, nah itu yang sedang kita pikirkan," jelas Pandji.
Ia menambahkan bahwa CIMB Niaga Syariah akan mendirikan entitas baru alih-alih melakukan akuisisi, mengingat kecukupan aset dan infrastruktur yang telah dimiliki. Dengan modal yang memenuhi standar KBMI 2, CIMB Niaga Syariah akan menggunakan infrastruktur milik Bank CIMB Niaga, sehingga tidak perlu mengakuisisi bank lain.
"Kita nanti akan mendirikan perusahaan baru karena modalnya kita itu cukup untuk modal KBMI 2 lah. Jadi rasanya kita secara infrastruktur pas spin-off nanti juga akan menggunakan infrastrukturnya Induk, yakni Bank CIMB Niaga. Jadi kita tidak perlu untuk beli bank lain, dan karena modalnya udah cukup besar lah untuk bisa berdiri sendiri," ujar Pandji.
Namun, Pandji tetap membuka peluang untuk kolaborasi atau akuisisi bank lain jika ada kesempatan yang sesuai. "Kita selalu membuka opsi, tapi kalau ditanya fokusnya apa? Ya kita berdiri sendiri dulu sekarang," tambahnya.
Saat ini, CIMB Niaga Syariah berhasil mempertahankan posisinya sebagai unit usaha syariah terbesar di Indonesia dengan total pembiayaan mencapai Rp 60,73 triliun, tumbuh 14,8% year-on-year (yoy), serta DPK yang naik 24,6% yoy menjadi Rp 53,23 triliun pada kuartal III-2024.
Total aset CIMB Niaga Syariah tercatat mencapai Rp 65,99 triliun per September 2024, meningkat 7,37% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang sebesar Rp 61,46 triliun.