Standard Post with Image
BPR

OJK Rilis Panduan Baru untuk Kolaborasi BPRS dan Fintech Financing

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Pedoman Kerja Sama Channeling antara Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dan Fintech P2P Financing pada Mei 2024.

Pedoman ini bertujuan untuk memperkuat penerapan prinsip kehatian-hatian dan manajemen risiko BPRS dalam pengembangan kerja sama dengan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) berdasarkan prinsip syariah.

Perkembangan dan persaingan industri keuangan syariah dalam era digital saat ini menjadi tantangan bagi BPR Syariah untuk dapat lebih adaptif dan responsif terhadap pemenuhan kebutuhan nasabah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa pedoman ini merupakan bentuk dukungan dalam proses digitalisasi agar BPR Syariah dapat melakukan sinergi serta kolaborasi dengan industri jasa keuangan syariah lainnya, seperti fintech peer to peer lending.

Pedoman ini juga diterbitkan agar sinergi dan kolaborasi antara BPR Syariah dan fintech financing dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi kedua industri.

“Pedoman ini disusun secara prinsip, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan industri yang bersifat dinamis dan memerlukan respon kebijakan yang relevan dan tepat waktu,” kata Dian dalam keterangan resmi pada Selasa (4/6/2024).

Sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027, akselerasi digitalisasi layanan perbankan syariah merupakan salah satu strategi dalam mengakselerasi layanan perbankan syariah, termasuk BPR Syariah melalui sinergi dan kerja sama dengan fintech financing.

Sinergi dan kerja sama tersebut diharapkan mampu mendorong penerapan dan pemantauan teknologi informasi sesuai dengan ketentuan layanan perbankan digital serta mendorong digitalisasi layanan BPR Syariah.

"Upaya kerja sama dalam rangka digitalisasi ini juga diharapkan dapat memberikan efek positif bagi pengembangan industri BPR Syariah secara umum," imbuh Dian.

Adapun Pedoman Kerja Sama BPRS dengan fintech financing ini disusun bekerja sama dengan DSN-MUI, pelaku industri perbankan syariah, pelaku industri Fintech P2P Financing dan pemangku kepentingan lainnya.

Dian menyebutkan bahwa pedoman ini dapat menjadi pelengkap Peraturan OJK (POJK) terkait dan memberikan penjelasan yang lebih rinci, teknis serta dilengkapi dengan berbagai macam skema dan alur pembiayaan menggunakan akad syariah.

Dengan demikian, harapannya dapat mempermudah pelaku industri di BPR Syariah dan fintech financing dalam implementasinya.

Pedoman ini menekankan beberapa penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik pada kerja sama BPRS dengan fintech financing, antara lain sebagai berikut:

  1. Pengaturan hak dan kewajiban di antara para pihak dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) pembiayaan.
  2. Jenis akad yang dapat digunakan.
  3. Langkah-langkah dan alur kerja sama pembiayaan berdasarkan akad yang digunakan.
  4. Keharusan bagi BPR Syariah dan Fintech P2P Financing untuk memiliki SOP kerja sama, melakukan analisis pembiayaan, serta mitigasi risiko pembiayaan dan risiko lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  5. Monitoring dan penanganan pembiayaan bermasalah.
  6. Dengan mengikuti pedoman ini, diharapkan BPR Syariah dan fintech financing dapat melaksanakan kerja sama yang efektif dan efisien, sehingga meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan industri keuangan syariah.
Standard Post with Image
BPR

Dua Korban Kredit Fiktif Laporkan BPR Bali Artha Anugrah ke Polda Bali

BPRNews.id - Kasus pencabutan izin BPR Bali Artha Anugrah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada April lalu memunculkan berbagai masalah baru. Salah satunya adalah dugaan kredit fiktif yang diduga dilakukan oleh direkturnya, IBTA, dengan nilai mencapai miliaran rupiah.

Pada Selasa (4/6), dua korban dari dugaan kredit fiktif tersebut, I Ketut Suita dan I Kadek Suweca, melaporkan kasus ini ke Polda Bali. Mereka mengklaim bahwa data pribadi mereka telah digunakan untuk mengajukan pinjaman tanpa sepengetahuan mereka.

Kuasa hukum korban, I Gusti Putu Putra Yudhi Sanjaya dan I Komang Mahardika Yana, menjelaskan bahwa pada tahun 2022, Suita mendatangi IBTA untuk meminjam uang sekitar Rp80 juta dengan jaminan KTP dan sertifikat tanah, pinjaman tersebut sudah dilunasi pada Juni 2023.

Namun, pada Desember 2023, Suita mendapat telepon dan kunjungan dari petugas OJK terkait penggunaan datanya untuk mengajukan kredit. "Saat kami tanyakan ke BPR, ternyata memang benar bahwa data Suita dipakai untuk kredit," jelas Yudhi Sanjaya.

Suita kemudian menerima surat peringatan (SP1) dari tim likuidasi PT BPR Bali Artha Anugrah, yang menyatakan bahwa Suita telah melakukan enam kali kredit dengan total Rp2.949.093.129.

Sementara itu, Suweca, pada tahun 2018, didatangi oleh IBTA yang meminta KTP-nya dengan alasan untuk keperluan membeli tanah. Namun, ketika Suweca hendak membeli motor secara kredit, ia tidak bisa karena namanya tercatat melakukan kredit di BPR Bali Artha Anugrah.

Setelah ditelusuri, IBTA mengakui telah meminjam data Suweca. Suweca juga menerima SP1 dari tim likuidasi BPR dengan total kredit sebesar Rp4.439.356.316.

Sebelumnya, OJK telah mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Bali Artha Anugrah berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-34/D.03/2024 tanggal 4 April 2024. BPR ini berlokasi di Jalan Diponegoro No. 171, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menyatakan bahwa pencabutan izin usaha ini adalah bagian dari tindakan pengawasan OJK untuk menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.

Pada 19 September 2023, OJK menetapkan PT BPR Bali Artha Anugrah dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan karena memiliki predikat tingkat kesehatan yang tidak sehat.

 

Standard Post with Image
BPR

BPR Bahteramas Konawe Raih Penghargaan dari The Asian Post

BPRNews.id - Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Bahteramas Konawe berhasil mendapatkan penghargaan prestisius sebagai “The Best Region Champion 2024” untuk kategori BPR dengan aset Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar. Penghargaan ini diberikan oleh The Asian Post dalam acara Infobank Award yang diselenggarakan di Bali akhir pekan lalu.

Direktur Utama BPR Bahteramas Konawe, Ahmat, menyatakan bahwa The Asian Post memberikan penghargaan khusus bagi BPR dan BPD se-Indonesia berdasarkan kinerja keuangan mereka di tahun 2023.

Dari 300 BPR milik pemerintah daerah, mereka diklasifikasikan berdasarkan jumlah aset, yaitu BPR dengan aset Rp 1 triliun ke atas, Rp 500 miliar - Rp 1 triliun, serta aset di bawah Rp 100 miliar.

“BPR Bahteramas Konawe masuk dalam klasifikasi aset di bawah Rp 100 miliar dan dinobatkan sebagai yang terbaik di kategori ini oleh The Asian Post,” ujar Ahmat pada Senin (3/6).

Ahmat menyampaikan terima kasih kepada Pemprov Sultra dan Pemkab Konawe atas dukungan yang diberikan, yang sangat berkontribusi pada pencapaian ini.

“Kinerja baik ini tidak lepas dari intervensi positif pemerintah daerah, baik dalam pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun dalam kebijakan yang mensinergikan program-program pemerintah daerah,” tambahnya.

Ahmat juga menekankan bahwa penghargaan ini akan menjadi motivasi bagi manajemen BPR Bahteramas Konawe untuk terus meningkatkan kinerja dan melakukan inovasi.

"Penghargaan ini adalah evaluasi untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja di masa depan," katanya.

Prestasi ini juga diharapkan akan meningkatkan kepercayaan publik dan stakeholder, termasuk pemegang saham, pegawai BPR, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terhadap BPR Bahteramas Konawe.

Sebagai Tokoh Inovator Peningkatan Aset BUMD versi Sultra Award Kendari Pos 2023, Ahmat mengungkapkan bahwa ada dua hal utama yang akan terus dimaksimalkan oleh BPR Bahteramas Konawe: meningkatkan kualitas kinerja BPR sebagai instrumen ekonomi masyarakat melalui akses keuangan daerah, dan peran BPR sebagai agen pembangunan yang berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kinerja baik, pendapatan yang meningkat, dan laba yang besar akan menghasilkan dividen yang lebih besar bagi pemerintah daerah sebagai PAD,” jelas Ahmat.

Penjabat Bupati Konawe, Harmin Ramba, turut menyampaikan rasa bangganya atas penghargaan yang diraih BPR Bahteramas Konawe. 

“Penghargaan ini adalah bukti nyata komitmen BPR Bahteramas Konawe dalam memberikan layanan perbankan terbaik kepada masyarakat Konawe dan dukungan penuh dari Pemkab Konawe,” kata Harmin Ramba.

Ia juga berharap BPR Bahteramas Konawe dapat terus meningkatkan aset hingga di atas Rp 250 miliar ke depannya.

 

Standard Post with Image
Regulator

OJK Keluarkan Pedoman Baru Kerja Sama Pembiayaan Pinjol oleh BPR

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan dua pedoman baru pada Mei lalu, Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah Perbankan Syariah dan Pedoman Kerja Sama Channeling antara Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dengan Fintech Peer-to-Peer (P2P) Financing.

Langkah ini diambil untuk memperkuat karakteristik produk perbankan syariah, prinsip kehati-hatian, dan manajemen risiko BPRS.

Pedoman Pembiayaan Musyarakah merupakan tindak lanjut dari pedoman sebelumnya mengenai Pembiayaan Murabahah yang diterbitkan pada 2023. 

Mengingat dominasi penggunaan akad murabahah dan musyarakah dalam pembiayaan perbankan syariah, OJK merasa perlu untuk menyediakan acuan yang jelas guna mengurangi potensi sengketa.

Menurut data perbankan syariah, pada Februari 2024, pembiayaan menggunakan akad murabahah dan musyarakah mencapai hampir 92% dari total pembiayaan, dengan musyarakah sebesar 47,91% dan murabahah sebesar 43,88%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa penerbitan pedoman ini merupakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU-P2SK) untuk mendukung inovasi dan diversifikasi produk perbankan syariah.

Dalam upaya tersebut, OJK melalui Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027 berkomitmen untuk mengembangkan produk yang inovatif dan berdaya saing tinggi. Produk perbankan syariah yang unik diharapkan dapat menjadi pilihan utama bagi masyarakat.

"Dalam menjaga karakteristik dan keunikan produk perbankan syariah sesuai dengan prinsip syariah dan prinsip prudensial, perlu disusun sebuah Pedoman Produk bagi Perbankan Syariah. Pedoman ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan produk secara lebih terperinci dan komprehensif," kata Dian.

 

Pedoman Pembiayaan Musyarakah ini disusun bersama dengan DSN-MUI, pelaku industri perbankan syariah, dan pemangku kepentingan lainnya. 

Pedoman ini juga merupakan pembaruan dari Standar Produk Musyarakah yang diterbitkan pada 2016, dan mencakup berbagai aspek seperti ketentuan umum, para pihak yang terlibat, modal dan cakupan kegiatan usaha, serta mekanisme restrukturisasi dan penyelesaian pembiayaan bermasalah.

Selain itu, OJK juga menerbitkan Pedoman Kerja Sama Channeling antara BPRS dan Fintech P2P Financing untuk memperkuat prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko BPRS dalam kerjasama dengan Fintech P2P berdasarkan prinsip syariah. Ini diharapkan dapat membantu BPR Syariah menjadi lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan nasabah di era digital.

Dian Ediana Rae menambahkan bahwa pedoman ini bertujuan mendukung digitalisasi agar BPR Syariah dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan industri jasa keuangan syariah lainnya.

 

Standard Post with Image
BPR

OJK Keluarkan Pedoman Baru untuk Pembiayaan Musyarakah di BPR Syariah

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah Perbankan Syariah pada Mei 2024 untuk memperkuat karakteristik produk perbankan syariah serta prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko di Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).

Pedoman ini merupakan kelanjutan dari Pedoman Produk Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah yang diterbitkan pada tahun 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penerbitan pedoman ini merupakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU-P2SK).

"Pedoman ini bertujuan untuk memperkuat pengembangan produk dan layanan perbankan syariah, mendorong inovasi, serta diversifikasi produk agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bersaing efektif di pasar keuangan," ujar Dian.

Melalui Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027, OJK berupaya untuk memperkuat karakteristik perbankan syariah dengan mengembangkan produk yang inovatif dan berdaya saing tinggi, serta memiliki keunikan syariah.

Dian menegaskan bahwa keunikan produk syariah yang tidak ada di perbankan konvensional harus dimanfaatkan oleh perbankan syariah agar menjadi pilihan utama masyarakat.

“Untuk menjaga karakteristik dan keunikan produk perbankan syariah sesuai dengan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian, perlu disusun sebuah Pedoman Produk bagi Perbankan Syariah yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan produk secara lebih terperinci dan komprehensif,” jelas Dian dalam keterangan resmi pada Selasa (4/6/2024).

Pedoman ini disusun oleh OJK bersama dengan DSN-MUI, pelaku industri perbankan syariah, dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman ini diharapkan melengkapi Peraturan OJK (POJK) yang ada dengan penjelasan rinci dan teknis serta contoh-contoh praktis untuk memudahkan pelaku industri dalam implementasinya.

Pedoman Pembiayaan Musyarakah ini merupakan pembaruan dari Standar Produk Musyarakah yang diterbitkan OJK pada tahun 2016. Beberapa poin penting dalam pedoman ini meliputi:

  1. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah
  2. Para pihak yang terlibat dalam pembiayaan musyarakah
  3. Ketentuan modal dan cakupan kegiatan usaha yang dapat dibiayai, serta metode dan mekanisme distribusi hasil usaha
  4. Mekanisme restrukturisasi dan konversi dari akad lain menjadi akad musyarakah
  5. Mekanisme pelunasan dipercepat
  6. Mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah
  7. Mekanisme pengalihan pinjaman dari lembaga keuangan konvensional ke musyarakah
  8. Skema-skema pembiayaan musyarakah dengan ilustrasi dan pencatatan

Berdasarkan data statistik perbankan syariah, akad murabahah dan musyarakah merupakan yang paling dominan digunakan dalam pembiayaan perbankan syariah.

Pada Februari 2024, total pembiayaan kedua akad tersebut mencapai hampir 92% dari total pembiayaan, dengan musyarakah sebesar 47,91% dan murabahah sebesar 43,88%.

Dengan adanya pedoman ini, OJK berharap dapat memberikan kesamaan pandangan bagi pihak terkait dan meminimalisir sengketa, sehingga perbankan syariah dapat terus berkembang dan berkontribusi lebih signifikan dalam industri keuangan nasional.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News