Bprnews.id - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mojokerto mendorong Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk memprioritaskan nasib nasabah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho. Legislatif berharap agar bank pelat merah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Mojokerto ini segera memenuhi kewajiban kepada para deposan yang menjadi korban masalah likuiditas.
Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Agus Wahjudi Utomo, mengungkapkan bahwa masalah likuiditas di BPRS Mojo Artho telah berdampak pada nasabah yang mengalami kesulitan menarik dana.
Dengan pengelolaan yang kini dikartekeri oleh LPS, Agus meminta agar persoalan tersebut dijadikan skala prioritas untuk dituntaskan. "Jangan sampai masyarakat yang menjadi nasabah yang terus dirugikan akibat persoalan di BPRS ini," tandasnya, Senin (15/1).
Menurutnya, kehadiran LPS yang kini menggantikan posisi jajaran pimpinan direksi harus mampu membawa perubahan pada BPRS menjadi lebih baik.
Sebagai legislatif, Agus mendukung apapun langkah yang akan ditempuh LPS dalam melakukan evaluasi menyeluruh di perusahaan perseroan daerah (perseroda) tersebut. "Prinsipnya harus tetap mengutamakan kepentingan rakyat," tegasnya.
Politisi dari partai Golkar ini juga mendorong LPS untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap BPRS Mojo Artho, terutama dengan memberikan kepastian kepada para nasabah yang dana depositonya masih tertahan meski sudah jatuh tempo.
Hingga saat ini, DPRD masih belum mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan LPS. Namun, Agus menyatakan bahwa komisi II DPRD siap untuk berkolaborasi dalam mengatasi permasalahan di BPRS sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
"Kita beri kesempatan dulu kepada LPS untuk bekerja, intinya kami di komisi II juga akan tetap menjalankan fungsi pengawasan," ulas Agus.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakot Mojokerto Ruby Hartoyo menyatakan, penyelesaian masalah nasabah menjadi salah satu tugas LPS sejak mengambil alih pengelolaan BPRS Mojo Artho, Jumat (12/1).
Sebagai informasi, BPRS Mojo Artho telah ditetapkan sebagai bank dalam resolusi (BDR) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena mengalami kesulitan keuangan dan tidak dapat disehatkan sesuai dengan Undang-Undang 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Selain itu, bank ini juga tengah diusut oleh korps Adhyaksa terkait dugaan kasus korupsi yang menyeret dua tersangka.
Bprnews.id - Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) DIY mencatat pertumbuhan positif minat nasabah terhadap produk Tabungan Masyarakat (Tamasya) Plus selama tiga tahun terakhir.
Tamasya Plus merupakan program tabungan yang dapat diakses melalui beberapa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Yogyakarta. Program ini telah diikuti oleh banyak BPR, dengan saldo dan jumlah rekening yang terus mengalami peningkatan.
Ketua DPD Perbarindo DIY, Wulfram Margono, menyatakan bahwa pada periode 35 atau tahun 2021, program Tamasya Plus diikuti oleh 45 BPR dengan saldo Rp136,1 miliar dan jumlah rekening 29.777.
Pada periode 39 tahun 2023, 44 BPR ikut serta dengan saldo Rp151,6 miliar dan 30.008 rekening nasabah. Sedangkan pada periode 40 tahun 2024, 44 BPR mengikuti program ini dengan saldo Rp154,1 miliar dan 29.907 rekening.
Tahun ini Perbarindo DIY menyediakan hadiah doorprize satu unit mobil Mitsubishi Expander dan hadiah utama satu unit mobil Honda Brio.
"Saat ini image BPR bukan lagi soal penyedia kredit. Tetapi juga ada tabungan. Kami mulai menjaring kalangan muda untuk mulai menabung, jangan menunggu tua," terang dia.
Dijelaskan Margono suku bunga yang ditawarkan BPR bisa mencapai 2 persen.
"Tentunya ini sebuah keuntungan. Kalau menabung di bank pada umumnya kan ada yang hanya 1 persen. Di BPR itu sampai 2 persen," terang dia.
Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan DIY, Sorta E Hotagalung, berdasarkan data yang ia miliki jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun olehBPR/BPRS di DIY per posisi Oktober 2023 mencapai Rp7.679 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 6,34 persen (yoy).
"Sementara itu jumlah dana yang disalurkan dalam bentuk kredit sebesar Rp7.610 milliar atau tumbuh 10,31 persen (yoy)," jelasnya.
Peningkatan DPK yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan penyaluran kredit menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR/BPRS DIYtercatat sebesar 99, 10 persen, jauh di atas pencapaian LDR Perbankan DIY yang hanya mencapai sebesar 65,62 persen.
"Dengan pencapaian tersebut, kami berharap dana yang berhasil dihimpun oleh BPR/BPRS yang selanjutnya
disalurkan dalam bentuk kredit/ pembiayaan benar benar digunakan dan dikelola dengan baik untuk menggerakkan perekonomian sehingga ke depan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Pihaknya juga mengapresiasi Perbarindo DIY yang menggelar undian gebyar Tamasya Plus di 2024.
Bprnews.id - Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto, Risiko kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah di wilayah eks Karesidenan Banyumas cenderung meningkat secara signifikan.
Peningkatan risiko tersebut tercermin dari peningkatan rasio Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah, yang naik dari 11,81 persen pada November 2022 menjadi 18,66 persen pada November 2023.
"Kenaikan NPL disebabkan oleh dampak normalisasi kredit restrukturisasi Covid-19, di mana BPR/BPR Syariah harus menyesuaikan kualitas portofolio kredit restrukturisasi stimulus Covid-19 yang berdasarkan hasil assessment tidak dapat bertahan," katanya.
Portofolio kredit/pembiayaan BPR/BPR Syariah masih didominasi oleh kredit produktif, terutama pada portofolio kredit modal kerja dengan pangsa mencapai 55,26 persen.
Sebagian besar kredit tersebut disalurkan kepada segmen usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan pangsa sebesar 54,13 persen dari total penyaluran kredit/pembiayaan pada November 2023.
Sektor Bukan Lapangan Usaha dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mendominasi sebaran portofolio kredit/pembiayaan secara sektoral.
"Penyaluran kredit berdasarkan sektor ekonomi terbesar disalurkan ke bukan lapangan usaha sebesar Rp 1.753 miliar," katanya.
Meskipun aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit di eks Karesidenan Banyumas mencatat pertumbuhan positif pada November 2023, kinerja BPR/BPR Syariah lebih rendah dibandingkan dengan bank umum.
Aset BPR/BPR Syariah tumbuh sebesar 4,19 persen (YoY), sementara DPK dan kredit mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,09 persen (YoY) dan 1,93 persen (YoY).
Tingkat intermediasi BPR/S di wilayah tersebut cukup tinggi, dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 81,34 persen.
Bprnews.id - Wakil Ketua III DPRD Sulawesi Tengah, Muharram Nurdin, menghadiri Penyerahan Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2023 dan dalam wawancaranya mengemukakan permintaan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) untuk menambah modal Bank Sulteng Rabu (17/1/2024) siang.
.Permintaan ini dilakukan untuk mencegah perubahan status Bank Sulteng menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Kita melihat ada temuan dari Pemprov Sulteng khususnya pada Bank Sulteng, kita minta untuk Bank Sulteng itu agar segera ditambah modal, sebab kalau tidak Bank Sulteng akan berubah status menjadi BPR nah ini tanggung jawab kita semua," jelas Muharram Nurdin.
Nurdin tidak hanya menyarankan penambahan modal berasal dari Pemerintah Daerah, melainkan mengajak Pemda untuk mencari mitra, termasuk lembaga perbankan, guna memberikan tambahan modal sesuai ketentuan. Dengan demikian, Bank Sulteng dapat mempertahankan statusnya dan menghindari penurunan menjadi BPR.
"Tentunya penambahan modal itu tidak harus semuanya dari Pemda, kita minta Pemda juga nanti harus cari mitra apakah itu lembaga perbankan untuk bisa bersama sama untuk memberi tambahan modal sesuai ketentuan agar predikatnya tidak turun jadi BPR" Tuturnya.
Kegiatan itu sendiri dilaksanakan pada Rabu (17/1/24) di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah Jl Prof Moh Yamin, Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Kegiatan penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut dihadiri oleh sejumlah kepala daerah di Provinsi Sulawesi Tengah, dan Muharram Nurdin turut memberikan sambutan pada acara tersebut.
Bprnews.id - Pada awal tahun 2024, fenomena kejatuhan beberapa Bank Perekonomian Rakyat (BPR) masih berlanjut setelah sejumlah BPR kolaps sepanjang tahun 2023.
Dalam periode ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup satu BPR, yaitu BPR Wijaya Kusuma di Madiun, dengan pencabutan izin pada tanggal 4 Januari 2024.
Keputusan ini diambil karena BPR tersebut tidak dapat melakukan penyehatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, BPR Aceh Utara juga telah menyandang status bank dalam resolusi (BDR) pada 12 Januari 2024. Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) kemudian mengambil alih kepengurusan BPR Aceh Utara, mempersiapkan berbagai opsi penanganan untuk bank tersebut.
Tahun sebelumnya, sebanyak empat BPR telah mengalami penutupan setelah izinnya dicabut oleh OJK.
Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa melihat data historis, rata-rata sekitar 6 hingga 7 BPR mengalami kejatuhan setiap tahunnya.
Purbaya menjelaskan bahwa penyebab kejatuhan BPR umumnya disebabkan oleh tata kelola bisnis bank yang buruk, bukan karena kondisi ekonomi.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa fenomena kejatuhan BPR disebabkan oleh konsekuensi dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
"Tentu penyesuaian ini tidak mudah karena harus dipersiapkan segala regulasi dan sistem pengawasannya dengan baik," ujar Dian dalam pesan tertulisnya belum lama ini, dikutip Rabu (17/1/2024).
UU ini memberikan penguatan kepada BPR yang sebelumnya tidak dimilikinya, dan perlu dilakukan penyesuaian dalam regulasi dan sistem pengawasan.
OJK akan memastikan bahwa seluruh BPR berada dalam kondisi sehat dengan rasio permodalan dan rasio keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BPR yang memiliki masalah fraud akan ditindak dengan diserahkan kepada LPS dan aparat penegak hukum.
Dian menyampaikan bahwa peta jalan pengembangan dan penguatan BPR akan dikeluarkan, dengan beberapa aturan baru yang telah dan akan dikeluarkan tahun 2024 sebagai bagian dari peta jalan tersebut.
"Saya ingin segera beres, dan BPR yang tersisa itu hanya BPR-BPR yang sehat, sehingga masyarakat akan terlayani dengan baik, dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan di daerah-daerah akan terpacu," kata Dian.