Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa empat bank menyatakan kesediaan untuk menjadi bank anchor atau induk dari kelompok usaha bank (KUB).
KUB adalah alternatif yang ditawarkan kepada bank pembangunan daerah (BPD) yang mungkin kesulitan memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun pada akhir 2024.
Keempat bank ini akan menjadi pilar dalam mendukung keberlanjutan operasional BPD dan memastikan pemenuhan persyaratan modal.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa OJK tetap berkomitmen untuk mendorong pemenuhan modal inti minimum 11 BPD yang dijadwalkan hingga 31 Desember 2024.
“Dua BPD telah memiliki rencana untuk memenuhi modal inti minimum melalui setoran secara mandiri, sedangkan 9 BPD lainnya berencana untuk membentuk KUB dengan perusahaan maupun bank induk lainnya,” ungkap Dian melalui pernyataan resmi, dikutip Minggu (14/1/2024).
Proses pembentukan KUB oleh sembilan BPD berjalan sesuai rencana, dan empat di antaranya telah menyatakan kesiapannya untuk menjadi induk KUB.
Hingga akhir tahun 2023, sebagian besar telah mencapai tahap penandatanganan MoU pembentukan KUB, dan satu BPD sudah mengajukan izin kepada OJK untuk menjadi anggota KUB.
OJK dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus berkomunikasi intensif untuk mempercepat proses pembentukan KUB. Bank induk yang dipilih harus memiliki kecukupan modal dan kinerja yang baik.
Tujuannya adalah agar bank induk dapat memberikan dukungan yang nyata kepada anggota KUB, termasuk penguatan permodalan, likuiditas, dan peningkatan kapasitas serta kapabilitas bank anggota KUB.
BPD yang bergabung dalam skema KUB tidak lagi diwajibkan memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun, melainkan hanya Rp 1 triliun pada akhir 2024. Jika batas modal tidak terpenuhi, BPD tersebut harus menyesuaikan bentuk usahanya menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Bprnews.id - Bupati Garut, Rudy Gunawan, menyatakan kesiapannya untuk mengembalikan operasional Bank BPR Intan Jabar (BIJ) dengan standar profesionalitas yang lebih tinggi. Hal itu disampaikan usai kunjungannya ke kantor BIJ, Kabupaten Garut, Jumat (12/1/2023).
Setelah kunjungannya ke kantor BIJ, Rudy menekankan komitmennya untuk meningkatkan pengelolaan bank tersebut.
Dalam upaya ini, tiga profesional telah ditunjuk untuk mengelola BIJ, yang sahamnya dimiliki oleh tiga entitas, termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Garut.
"Kemarin telah menandatangani di hadapan otoritas jasa keuangan Provinsi Jawa Barat, melaksanakan komitmen selaku pemegang saham daripada BIJ ini," katanya.
Rudy menandatangani komitmen selaku pemegang saham BIJ, menunjukkan langkah-langkah pemulihan bank, seperti penyetoran ulang saham, penguatan struktur modal inti, dan penyusunan proposal operasional yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Meskipun ada isu hukum yang dihadapi, Rudy menegaskan bahwa hal tersebut akan ditangani sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Memang ada persoalan hukum, persoalan hukum dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena itu adalah oknum-oknum yang membuat BIJ ini kolaps," ucapnya.
Bupati juga memberikan jaminan kepada nasabah bahwa BIJ akan tetap beroperasi dan melayani dengan baik.
Rudy menegaskan bahwa dana nasabah dijamin keamanannya melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan aspek likuiditas bank.
"Saya yakinkan uang bapak-ibu aman di BIJ, dan BIJ akan memberikan solusi bisnis yang baik, menyimpan dengan aman dan memberikan keuntungan bagi para nasabah," ujarnya.
Dia memastikan bahwa nasabah BIJ dapat menyimpan dan meminjam dengan aman serta mendapatkan keuntungan yang layak.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan BIJ dapat kembali berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dengan memberikan layanan perbankan yang aman dan terpercaya kepada masyarakat Garut.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksikan bahwa kinerja Bank Perekonomian Rakyat (BPR) secara umum masih positif dan diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2024.
Meskipun terjadi beberapa kebangkrutan BPR pada tahun 2023 dan satu BPR kehilangan izin usahanya pada awal 2024, LPS menegaskan bahwa kinerja BPR secara keseluruhan masih baik.
“Kinerja yang baik ini akan berlanjut pada 2024,” kata Sekretaris LPS Dimas Yuliharto (14/1/2024).
Menurut data terakhir hingga September 2023, permodalan Kredit Pembiayaan Modal Kerja (KPMM) BPR tetap kuat pada level 30,94 persen.
Pertumbuhan penyaluran kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2023 juga menunjukkan kinerja yang positif, dengan pertumbuhan sebesar 9,27 persen secara tahunan untuk kredit dan 9,66 persen secara tahunan untuk DPK.
Dari sisi penjaminan, LPS mencatat bahwa hampir 99,98 persen dari total rekening BPR di seluruh Indonesia dijamin penuh oleh LPS per November 2023, mencapai 15,75 juta rekening.
“Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu khawatir menabung di BPR. LPS senantiasa menjaga industri perbankan melalui fungsi penjaminan simpanan yang kredibel dan resolusi bank yang efektif dan efisien,” jelas Dimas.
Meskipun jumlah BPR menurun dari tahun ke tahun akibat pencabutan izin usaha dan konsolidasi terkait dampak Covid-19, OJK menyatakan bahwa beberapa indikator kinerja BPR tetap positif, termasuk pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga.
“Ini menyebabkan jumlahnya dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, Kamis (11/1/2024).
Dia menjelaskan pada 2020 terdapat sebanyak 1.669 BPR/S dan pada 2021 sebanyak 1.632 BPR/S. Lalu pada 2022 terdapat sebanyak 1608 BPR/S dan per Desember 2023 hanya ada 1.581 BPR/S.
Meskipun terjadi penurunan jumlah BPR, Dian menegaskan kinerja masih positif. “Beberapa indikator kinerja industri keuangan BPR menunjukkan pertumbuhan positif seperti aset, kredit atau pembiayaan, dan dana pihak ketiga,” ucap Dian.
Dian memastikan, OJK senantiasa meningkatkan fungsi pengawasan untuk memastikan operasional BPR telah menerapkan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut dengan ketentuan yang didukung infrastruktur teknologi informasi serta mendorong penerapan tata kelola bank yang baik.
Sepanjang 2023, sebanyak empat BPR mengalami kebangkrutan. LPS tercatat melakukan pencairan penjaminan kepada PT BPR Bagong Inti Marga atau BPR BIM yang izinnya telah dicabut pada 3 Februari 2023 dan BPR Karya Remaja Indramayu atau BPR KRI dicabut izinnya pada 12 September 2023.
LPS juga mencairkan penjaminan kepada BPR Indotama UKM Sulawesi yang dicabut izinnya pada 15 November 2023. Selain itu, OJK juga mencabut izin usaha BPR Persada Guna pada 4 Desember 2023 berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-84/D.03/2023.
Lalu yang terbaru, LPS melakukan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Wijaya Kusuma di Madiun, Jawa Timur pada awal 2024. Saat ini OJK sudah mencabut izin usaha BPR Wijaya Kusuma.
OJK berkomitmen untuk terus meningkatkan fungsi pengawasan guna memastikan operasional BPR menerapkan prinsip kehati-hatian dan memiliki tata kelola yang baik.
Bprnews.id - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa penurunan jumlah BPR tidak hanya disebabkan oleh pencabutan izin usaha. Faktor lain yang turut berperan adalah adanya konsolidasi dan dampak pandemi COVID-19 terhadap BPR.
Selain itu, jumlah BPR berkurang juga terjadi karena adanya konsolidasi dan BPR yang terdampak Covid-19.
Sebagai catatan, pada 2020 jumlah BPR di Indonesia mencapai 1.669 unit. Jumlah tersebut turun pada 2021 menjadi sebanyak 1.632 unit dan pada 2022 jadi sebanyak 1.608 entitas.
Teranyar, berdasarkan data per Desember 2023 jumlah BPR di Indonesia ada sebanyak 1.581 unit.
"Namun begitu, beberapa indikator kinerja industri keuangan BPR menunjukkan pertumbuhan positif, seperti aset, kredit atau pembiayaan, dan dana pihak ketiga (DPK)," kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (13/1/2024).
atau pembiayaan, dan dana pihak ketiga (DPK)," kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (13/1/2024).
Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa penguatan tata kelola BPR juga dapat didorong melalui penggabungan atau merger.
Hingga tahun 2023, OJK telah memberikan persetujuan konsolidasi untuk 38 BPR melalui merger, yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Selain itu, OJK juga fokus pada pencegahan kecurangan atau fraud di BPR dengan mendorong penerapan tata kelola bank yang baik.
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan ketahanan BPR di tengah dinamika industri keuangan yang semakin kompleks.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang melakukan tinjauan ulang terhadap Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 2021-2025.
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memperkuat tata kelola BPR sebagai respons terhadap banyaknya BPR yang mengalami kebangkrutan pada tahun 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa tinjauan tersebut adalah salah satu langkah OJK dalam merespons kondisi tersebut. Pihaknya berharap dapat meluncurkan Roadmap BPR yang telah diperbarui dalam waktu dekat.
“Saat ini OJK sedang melakukan revisit Roadmap BPR dan dalam tahap melaksanakan survei. Dalam waktu dekat diharapkan OJK sudah dapat meluncurkan Roadmap ini,” kata Dian dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.
Pada tahun 2023, empat BPR ditutup karena kasus penipuan (fraud), dan pada awal tahun 2024, satu BPR kehilangan izinnya. Dian menjelaskan bahwa praktik penipuan menjadi faktor utama di balik penutupan banyak BPR di Indonesia.
OJK juga melakukan upaya lainnya, termasuk penguatan pengawasan melalui pelaksanaan lokakarya tipologi dan penanganan penyimpangan ketentuan perbankan. Selain itu, OJK berupaya memperkuat permodalan dan konsolidasi BPR sebagai langkah pencegahan kebangkrutan bank.
“Selanjutnya OJK juga akan memperkuat ketentuan dengan menerbitkan POJK konsolidasi yang mengatur mengenai Single Present Policy,” ujar Dian.
Dian menyebut bahwa meskipun beberapa BPR kehilangan izin, jumlah BPR di Indonesia mengalami penurunan akibat konsolidasi terkait dampak COVID-19.
Namun, beberapa indikator kinerja industri keuangan BPR masih menunjukkan pertumbuhan positif, seperti aset, kredit pembiayaan, dan dana pihak ketiga (DPK).
OJK terus meningkatkan fungsi pengawasannya untuk memastikan bahwa BPR menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Proses merger BPR/S hingga saat ini masih terus berlangsung terutama untuk BPR/S dengan kepemilikan yang sama dalam rangka untuk sinergi, efisiensi dan meningkatkan kapasitas pembiayaan," tutur Dian.
Selain itu, penguatan tata kelola BPR juga didorong melalui konsolidasi atau merger BPR. Hingga tahun 2023, OJK telah memberikan persetujuan konsolidasi untuk 38 BPR melalui merger di berbagai wilayah di Indonesia.