Bprnews.id - OJK DIY menegaskan bahwa Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dalam wilayahnya berada dalam pengawasan yang normal. Terdapat 60 BPR dan BPRS yang diawasi oleh OJK di DIY.
Tidak ada BPR di DIY yang telah ditutup sampai saat ini. "Ada 47 BPR konvensional dan 13 BPRS yang diawasi OJK DIY. Semua pengawasan normal. Tidak masuk dalam Bank Dalam Pengawasan (BDP) ataupun Bank Dalam Resolusi (BDR) apalagi dilikuidasi," ujar Parjiman, Kepala OJK DIY, Kamis (22/02/2024).
Beberapa BPR dan BPRS di DIY sedang berusaha untuk memenuhi persyaratan modal minimum sebesar Rp 6 miliar, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015. POJK ini menetapkan bahwa BPR konvensional harus memenuhi modal minimum Rp 6 miliar hingga akhir tahun 2024, sementara BPRS hingga akhir 2025.
Empat BPR telah menambahkan setoran modal, namun efektivitas tambahan modal tersebut masih dievaluasi. "Saat ini sedang dilakukan penelitian efektifitasnya. Kalau efektif, berarti sudah memenuhi (modal inti Rp 6 miliar). Karena di ketentuan kami, setoran modal harus memenuhi syarat, seperti tidak boleh berasal dari hutang dan atau pencucian uang, dokumen atau bukti lengkap, dan lainnya," tambahnya.
Untuk memastikan pemenuhan modal inti minimum, BPR diminta untuk menyusun action plan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2024. Dalam RBB tersebut, BPR diminta untuk membuat rencana pemenuhan modal inti minimum, baik dengan menambah modal dari pemegang saham yang sudah ada maupun dengan menarik investor baru.
Selain itu, opsi lain yang bisa dipertimbangkan oleh BPR yang belum memenuhi modal inti minimum adalah merger. "Ada beberapa BPR/BPRS yang kepemilikannya sama. Sehingga diharapkan modal inti minimum BPR bisa sesuai dengan amanat POJK. Ada satu BPR yang sudah berencana merger dengan BPR grup lainnya di luar DIY," tambahnya.
Bprnews.id - OJK berencana berikan sanksi keras pada bank-bank yang agresif dalam menyalurkan kredit melalui layanan pinjaman online (pinjol). Banyak bank-bank digital sering kali bermitra dengan pinjol dalam menyalurkan kredit mereka.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa OJK telah secara aktif memantau tren dalam industri fintech, terutama dalam hal pembiayaan melalui skema kolaborasi antara bank dan pinjol, khususnya bank digital. Pengawasan ini melibatkan analisis risiko serta penilaian terhadap tingkat keterpaparan bank untuk memastikan praktik manajemen risiko yang memadai dan juga kecukupan dana cadangan.
Apabila terdapat bank yang menjalankan skema channeling namun tidak prudent, OJK pun ambil langkah.
"Tindakan tegas akan diambil terhadap bank yang memiliki konsentrasi eksposur bisnis fintech yang tinggi namun tidak prudent antara lain penghentian kerjasama dan aktivitas bank terkait serta meminta dilakukannya evaluasi terhadap bisnis proses dimaksud," ujar Dian dalam jawaban tertulis, Kamis (22/2/2024)..
OJK juga mendorong bank untuk terus melakukan diversifikasi portofolio kredit mereka dan meningkatkan transparansi serta komunikasi dengan nasabah untuk membangun kepercayaan. Selain itu, bank juga diharapkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang risiko dan pentingnya berhati-hati dalam menggunakan layanan pinjol.
Meskipun demikian, sektor perbankan terus berusaha untuk menjalin kerja sama dengan pinjol dalam menyalurkan kredit. Contohnya, Bank Jago Tbk. telah bekerja sama dengan beberapa pinjol seperti AdaKami, Kredit Pintar, dan Atome. Namun, bank ini tetap mempertahankan prinsip kehati-hatian dalam pemilihan mitra pinjol untuk menjaga kualitas penyaluran kredit mereka.
Bank Seabank Indonesia juga mengandalkan skema kerja sama dengan pinjol dalam menyalurkan kredit, termasuk dengan AdaKami, Rupiah Cepat, dan EasyCash. Dalam kerja sama dengan AdaKami, Seabank berkomitmen untuk menyediakan dana hingga Rp300 miliar untuk pembiayaan.
Bank digital seperti Allo Bank Indonesia juga menggunakan skema channeling dalam menyalurkan kredit. Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo, menjelaskan bahwa skema ini memberikan keuntungan bagi bank dalam mengelola risiko kredit dengan berbagi risiko dengan mitra pinjol. Melalui kerja sama ini, bank dapat menganalisis risiko calon nasabah melalui teknologi yang diterapkan oleh mitra mereka.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertugas sebagai pengawas di sektor jasa keuangan, termasuk industri fintech peer to peer (P2P) lending.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, serta Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) di OJK, menjelaskan mereka menerapkan dua pendekatan dalam mengawasi penyelenggara fintech P2P lending, yakni offsite dan onsite.
Agusman menjelaskan, dalam metode offsite pengawasan dilakukan melalui laporan-laporan yang disampaikan kepada OJK, termasuk laporan rutin dan laporan kejadian tertentu.
"Laporan berkala, yaitu laporan bulanan dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di OJK, sedangkan laporan insidentil merupakan laporan atas perubahan nama dan alamat, perubahan Direksi dan Komisaris, penambahan modal disetor, penambahan atau perubahan produk/layanan, kerja sama dengan pihak ketiga yang material, pelaksanaan edukasi, dan lain-lain," jelas Agusman dalam lembar jawaban tertulis, Kamis (22/2).
Agusman juga menerangkan metode onsite merupakan pengawasan yang dilakukan melalui pemeriksaan langsung kepada penyelenggara fintech P2P lending.
Beliau menyatakan pemeriksaan langsung bertujuan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah dan mengevaluasi data atau keterangan penyelenggara yang dilakukan di kantor penyelenggara atau di tempat lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan penyelenggara.
OJK terus melakukan penguatan pengawasan industri fintech P2P lending melalui berbagai program, ujar Agusman.
Program yang dimaksud yakni penyesuaian regulasi untuk menindaklanjuti amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) demi tercapainya industri fintech P2P lending yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan perlindungan konsumen serta berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
Saat ini, Agusman menyebut OJK juga terus mengembangkan sistem teknologi informasi dalam rangka pelaporan dan pengawasan terhadap industri fintech P2P lending. Salah satunya melalui pengembangan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) 2.0 yang akan diimplementasikan pada tahun ini.
Bprnews.id - Pemerintah Kabupaten Rembang terus menggalakkan upaya memperkuat kemitraan antara pelaku usaha besar dengan usaha kecil mikro dan menengah (UMKM).
Salah satu langkahnya adalah dengan menggelar forum pertemuan antara kedua pihak tersebut, yang diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Rembang, di Hotel Pollos pada Senin (19/2/2024).
Kepala DPMPTSP Kabupaten Rembang, Budiyono, menjelaskan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan kemitraan antara pelaku UMKM dengan pelaku usaha skala besar. Dalam forum ini, perwakilan dari Alfamart, Indomaret, serta BUMN Semen Gresik juga diundang untuk berpartisipasi.
"Kami ingin memastikan bahwa UMKM di Rembang dapat terakomodasi dalam lingkaran usaha besar yang ada. Salah satu contohnya adalah produk UMKM lokal dapat dijual di toko-toko modern seperti Alfamart dan Indomaret," ujar Budiyono.
Lebih lanjut, Budiyono menjelaskan bahwa pola kemitraan yang diharapkan tidak hanya terbatas pada sektor perdagangan, tetapi juga melibatkan rantai pasokan. Contohnya adalah kerja sama antara industri pengolahan ikan besar dengan nelayan lokal untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi.
"Dengan adanya kemitraan ini, kita harapkan dapat mengoptimalkan rantai pasokan, di mana kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari nelayan lokal," tambahnya.
Budiyono juga menegaskan bahwa meskipun hubungan antara pelaku usaha besar dengan UMKM sudah terjalin sebelumnya, forum ini bertujuan untuk memperkuat dan mengonkretkan kerjasama tersebut secara detail.
"Dengan fitur kemitraan OSS yang telah dirilis tahun lalu, kami dapat melihat secara langsung berapa banyak pelaku usaha yang telah menjalin kemitraan," ungkapnya.
Bprnews.id - Bank Mega telah menjalin kemitraan strategis dengan IHH Healthcare Malaysia, yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Wakil Direktur Utama Bank Mega, Diza Larentie, dan Chief Commercial Officer IHH Healthcare Malaysia, Sipika Singh, pada Rabu (21/2).
Kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan bagi pemegang kartu Bank Mega di Malaysia, memberikan lebih banyak pilihan dalam mendapatkan perawatan medis berkualitas tinggi, serta memudahkan akses bagi masyarakat Indonesia di Malaysia.
Sipika Singh, Chief Commercial Officer IHH Healthcare Malaysia, menyambut antusias kerja sama ini dengan menyatakan, "IHH Healthcare Malaysia selalu berada di garis terdepan dalam menyediakan layanan kesehatan berkualitas di wilayah ini dan kami dengan tegas menempatkan pasien kami di pusat dari semua yang kami lakukan."
Dia menambahkan bahwa melalui kemitraan ini, pemegang kartu kredit Bank Mega akan menikmati manfaat khusus, termasuk harga preferensial, janji temu prioritas, dan paket kesehatan khusus, seperti diskon untuk semua paket pemeriksaan kesehatan, diskon untuk kamar dan makanan, penjemputan gratis di bandara, dan uji komposisi tubuh gratis.
Tujuan dari kemitraan ini juga adalah untuk memperkuat posisi IHH Healthcare Malaysia sebagai pilihan utama bagi wisatawan medis Indonesia.
Diza Larentie dari Bank Mega menyatakan apresiasi atas kolaborasi ini, sejalan dengan komitmen Bank Mega untuk memberikan manfaat yang bermanfaat dan solusi holistik bagi nasabah, terutama dalam hal kesehatan. Menurutnya, kesehatan merupakan aspek penting dari kesejahteraan seseorang.
"Dengan kerja sama ini, kami bangga dapat bekerja sama dengan IHH Healthcare untuk menawarkan kepada nasabah kami akses terhadap layanan kesehatan kelas dunia," kata Diza Larentie.
Kemitraan ini juga memberikan fleksibilitas bagi nasabah Bank Mega dalam mengatur pembiayaan mereka, dengan opsi mencicil saat bertransaksi menggunakan kartu kredit Bank Mega.