Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan pengaduan sektor jasa keuangan sebanyak 39.298 dalam 2 tahun terakhir, dengan mayoritas berasal dari sektor perbankan dan financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending atau pinjaman online (pinjol).
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa jumlah pengaduan ini terakumulasi sejak 1 Januari 2022 hingga 26 Januari 2024.
Sektor perbankan menjadi fokus utama pengaduan dengan jumlah mencapai 19.064 kasus. Friderica Widyasari Dewi, yang akrab disapa Kiki, menyatakan bahwa pengaduan tersebut seringkali terkait dengan perilaku petugas penagihan.
"Pengaduan yang sering muncul adalah perilaku petugas penagihan," ujar Kiki di Jakarta, Sabtu (3/2/2024).
Berdasarkan data OJK, pengaduan dari sektor perbankan mencakup restrukturisasi atau relaksasi kredit, pembiayaan, atau pinjaman, serta terkait dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Pengaduan lainnya termasuk perilaku petugas penagihan, permasalahan agunan atau jaminan, dan penolakan pelunasan kredit atau pembiayaan dipercepat.
Fintech P2P juga menjadi fokus pengaduan dengan 9.226 kasus. Pengaduan ini mencakup perilaku petugas penagihan, restrukturisasi atau relaksasi kredit atau pembiayaan atau pinjaman, serta kasus fraud eksternal seperti penipuan, pembobolan rekening, skimming, dan cybercrime.
Sektor pembiayaan juga tercatat menerima 7.816 pengaduan, melibatkan perilaku petugas penagihan, SLIK, dan restrukturisasi atau relaksasi kredit atau pembiayaan atau pinjaman.
Pengaduan di sektor asuransi mencapai 3.007, termasuk klaim, produk atau layanan tidak sesuai dengan penawaran, persoalan premi, polis, serta pembatalan atau penutupan polis.
Di pasar modal, OJK mencatat 185 pengaduan dengan variasi seperti pencairan dana, return/imbal hasil/margin keuntungan, kegagalan atau keterlambatan transaksi, transaksi tanpa persetujuan, dan penipuan.
OJK berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan penanganan terhadap pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan.
Bprnews.id - Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), Emilya Tjahjadi, mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatannya, dengan surat pengunduran diri yang diajukan kepada bank per 1 Februari 2024.
Pengunduran diri ini sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik (POJK 33/2014), yang mempersyaratkan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan terdekat.
"Dalam rangka mematuhi POJK 33/2014, permohonan pengunduran diri Ibu Emilya Tjahjadi dari jabatannya akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan terdekat," kata Direktur Bank OCBC NISP, Lili S. Budiana.
Emilya Tjahjadi, lulusan Bachelor of Science dalam bidang Bisnis Administrasi dari University of Southern California, Los Angeles, USA pada 1990, telah memiliki pengalaman yang panjang di industri perbankan. Sebelum menjabat sebagai Direktur Bank OCBC Indonesia, dia memiliki rekam jejak karier yang mengesankan di berbagai bank ternama.
Pada 2023, Bank OCBC Indonesia mencatatkan laba bersih secara konsolidasi sebesar Rp4,09 triliun, naik 23% secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya. Keberhasilan ini didorong oleh peningkatan pendapatan bunga bersih, yang mencapai Rp9,91 triliun, naik 13% secara tahunan. Margin bunga bersih juga meningkat dari 4% pada 2022 menjadi 4,4% pada 2023.
Dari segi kinerja keuangan, Bank OCBC NISP mencatat tingkat pengembalian aset (ROA) naik dari 1,9% pada 2022 menjadi 2,1% pada 2023. Begitu juga dengan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang meningkat dari 10,5% menjadi 12%. Bank ini juga berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp154 triliun, naik 12% tahunan, sementara aset bank naik 5% menjadi Rp250 triliun.
Prestasi tersebut tidak lepas dari manajemen yang kuat, seperti terlihat dari rasio kredit bermasalah (NPL) gross yang turun menjadi 1,6% pada 2023 dari 2,4% pada 2022. Dari sisi pendanaan, Bank OCBC Indonesia berhasil meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp182 triliun, dengan rasio dana murah (CASA) mencapai 55,8%.
Sementara itu, permodalan bank terjaga dengan rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 23,7%, dan likuiditas bank yang terlihat dari liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 206,2%, melebihi ketentuan regulator.
Pengunduran diri Emilya Tjahjadi menjadi sorotan, dan perseroan diharapkan segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan yang telah dicapai oleh Bank OCBC Indonesia.
Bprnews.id - Kejadian penagihan utang oleh debt collector dari layanan pinjaman online (pinjol) terhadap kontak darurat debitor menimpa Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan OJK, Friderica Widyasari Dewi.
"Beberapa waktu yang lalu saya ditagih oleh debt collector," ungkap Friderica dalam acara Penandatanganan Kerja Sama OJK dengan Kemenko Perekonomian, di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Pengalaman Kiki mengungkapkan bahwa praktik penagihan ini masih terjadi, bahkan melibatkan petinggi OJK. Friderica, yang juga anggota Dewan Komisioner OJK, menceritakan bahwa dirinya ditelepon oleh debt collector dari pinjol resmi dan terdaftar OJK.
"Pagi-pagi saya ditelepon, nomor cantik. Ternyata ini nagih pinjaman paylater yang belum dilaksanakan," kata Friderica.
Debt collector tersebut menghubungi Kiki untuk menagih pinjaman kepada mantan asistennya, yang menggunakan nomor Kiki sebagai kontak darurat atas pinjaman yang dilakukan.
"Ternyata itu digunakan oleh mantan asisten kami di tempat kami bekerja sebelumnya karena belanja online terlalu asyik, dan mungkin nama saya dipakai sebagai guarantor," jelas Kiki.
Sebagai anggota Dewan Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi merasa bingung dengan fakta bahwa orang dekatnya terjerat dalam permasalahan utang pinjol. Meski telah aktif melakukan edukasi keuangan kepada masyarakat, Kiki menganggap bahwa sosialisasi literasi keuangan perlu terus dilakukan.
"Saya yakin yang ada di sini sudah well literated tentang keuangan, tetapi jangan lupa mengedukasi anak-anak kita, saudara, pekerja, asisten di rumah, itu juga harus terus kita lakukan edukasi supaya transformasi digital terutama di bidang keuangan ini sesuai dengan tujuannya," ucapnya.
Sebagai informasi, praktik penagihan oleh debt collector pinjol yang melibatkan kontak darurat debitor sebenarnya dilarang oleh OJK. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi.
"Penggunaan kontak darurat hanya ditujukan untuk melakukan konfirmasi atas keberadaan dari Penerima Dana dan bukan digunakan untuk melakukan penagihan Pendanaan kepada pemilik data kontak darurat," sesuai isi surat edaran tersebut, tambah Friderica.
Bprnews.id - Pakar hukum bisnis Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Profesor Zainal Asikin, melaporkan dugaan korupsi senilai Rp 26,4 miliar yang terkait dengan pembangunan 12 kantor cabang pembantu dan dana kredit yang dilakukan oleh jajaran direksi Bank NTB Syariah. Laporan tersebut telah disampaikan ke Ditreskrimsus Polda NTB.
Dalam laporan yang diajukan pada 18 Januari 2024, Profesor Zainal Asikin menyampaikan beberapa poin ke Polda NTB. Pertama, dugaan korupsi terkait kredit senilai Rp 24 miliar sesuai temuan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) NTB. Asikin menyatakan bahwa direksi Bank NTB Syariah terindikasi melakukan pelanggaran prosedur pemberian kredit yang dapat merugikan keuangan bank.
"Kedua, saya laporkan dugaan korupsi pembangunan gedung sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB senilai Rp 2,4 miliar. Itu termasuk pembangunan gedung pusat di Jalan Udayana Kota Mataram," ujar Asikin pada Selasa (30/1/2024).
Asikin menemukan adanya dugaan kekurangan volume dalam proses pembangunan 12 gedung cabang Bank NTB Syariah, termasuk dalam pembangunan gedung kantor pusat di Kota Mataram. "Jika dikalkulasikan berdasarkan temuan itu, capainya Rp 2,4 miliar," tambahnya.
Selain itu, Profesor Asikin juga melaporkan dugaan korupsi terkait pengelolaan dana sponsorship senilai Rp 6 miliar yang diberikan oleh Bank NTB Syariah. Menurut Asikin, nilai sponsorship tersebut tidak memiliki pertanggungjawaban yang jelas, terutama terkait dengan event MXGP di Samota Sumbawa dan sponsorships lainnya.
Dirreskrimsus Polda NTB, Kombes Nasrun Pasaribu, menyatakan bahwa pihaknya hingga saat ini belum menerima laporan terkait dugaan korupsi dari Profesor Zainal Asikin. "Belum masuk ke kami. Intinya kasus pidana korupsi itu harus didalami dari awal jikalau memberikan keterangan kita," ungkap Nasrun.
Meskipun begitu, surat yang diterima detikBali menunjukkan bahwa laporan tersebut sudah masuk dalam tahap penyelidikan. Dalam Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan (SPHP) tanggal 18 Januari 2024, dugaan tindak pidana korupsi terkait penyaluran kredit bermasalah, pembangunan gedung, dan pemberian dana sponsorship sudah menjadi fokus penyelidikan.
Hingga Rabu pagi (31/1/2024), Direktur Utama Bank NTB Syariah Kukuh Raharjo dan Komisaris Independen Putu Selly Andayani belum memberikan respons terkait laporan dan klaim yang diajukan oleh Profesor Zainal Asikin.
Bprnews.id – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan bahwa tabungan masyarakat dengan nilai di atas Rp5 miliar di bank umum mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner LPS, menyebut fenomena ini sebagai indikasi bahwa dunia usaha sedang mengalami kesulitan.
Dalam konferensi pers pada Selasa (30/1), Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa tabungan di atas Rp5 miliar kebanyakan dimiliki oleh perusahaan atau korporasi. Penurunan ini, menurutnya, mungkin disebabkan oleh sulitnya kondisi dunia usaha saat ini.
“Dugaan kami ini sebagian besar adalah korporasi. Jadi kelihatannya, kita juga takut apakah ini pertanda mereka nggak punya duit,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa.
Dalam penilaiannya, banyak korporasi yang mungkin menggunakan modal sendiri untuk pengembangan usaha mereka. Hal ini mungkin terjadi karena sulitnya kondisi bisnis saat ini, sehingga perusahaan enggan mengajukan pinjaman ke bank.
Berdasarkan data LPS, pada akhir tahun lalu, pertumbuhan tabungan di atas Rp5 miliar mencapai 14-15 persen. Namun, saat ini tinggal 3,51 persen saja. Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, “Kalau kita lihat tren pemakaian uang korporasi, sepertinya sekarang mereka beralih memakai uang sendiri untuk ekspansi usahanya dibandingkan dengan pinjam di bank.”
Selain itu, ia juga menduga bahwa banyak korporasi memilih menggunakan tabungan sendiri untuk ekspansi karena tingginya bunga pinjaman, baik dari bank dalam negeri maupun luar negeri. Dengan fenomena ini, LPS memberikan perhatian pada kondisi dunia usaha dan terus memantau perkembangan di sektor ini.