Bprnews.id - Tidak ada yang ingin berakhir seperti Fahrudin, seorang pria yang kini terperangkap dalam masalah hukum karena tidak dapat membayar pinjaman di Bank Perkredaitan Rakyat (BPR) Lingga Sejahtera.
Jaksa Penuntut Umum Valentino Harry Parluhutan membeberkan detail tentang rangkaian peristiwa yang bermula pada Maret 2021, saat terdakwa Fahrudin mengajukan pinjaman ke PT BPR Lingga Sejahtera, dia menjaminkan sebuah unit ekskavator Kobelco berwarna biru dengan nomor sasis YN12T8607 dan nomor mesin SK 200 8.
BPR Lingga Sejahtera melakukan pemeriksaan dan evaluasi dokumen Pengajuan secara menyeluruh sehingga menyetujui jumlah pinjaman sebesar Rp. 598.700.000, pinjaman dengan jangka waktu pengembalian 36 bulan ini dikenakan cicilan bulanan sebesar Rp. 28.604.556.
Dibuat perjanjian pengalihan hak milik secara kepercayaan sebagai jaminan bernomor: 1569/SPF/BPR.LS/KC.LS/III/2021 tanggal 29 Maret 2021 kemudian dibuat akta jaminan fidusia nomor 23 tanggal 29 November 2021 oleh Notaris Ahmad Pebriandi yang pada pasal 5 huruf b berisi, “Pemberi fidusia tidak diperkenankan untuk membebankan dengan cara apapun, menggadaikan atau menjual atau mengalihkan dengan cara apapun obyek jaminan fidusia kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia”. Kemudian akta jaminan fidusia tersebut didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM RI sehingga terbit sertifikat jaminan fidusia nomor: W15.01272706.AH.05.01 tanggal 29 November 2021.
Namun Pada Agustus 2021 di Desa Pangkalan Batu, Kabupaten Ketapang, terdakwa menyewakan alat beratnya kepada seorang bernama Usman seharga Rp 700.000, Karena ada beberapa kerusakan mesin tersebut dikembalikan kepada terdakwa.
Kemudian, pada Mei 2022 tanpa sepengetahuan dan izin PT. BPR Lingga Sejahtera, terdakwa menjual mesin yang sama kepada Didi di Dusun Pelaik, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang seharga Rp 80 juta.
“Jadi terdakwa telah membawa alat berat sebagai jaminan tersebut keluar dari Kabupaten Lamandau tanpa izin dari pihak PT. BPR Lingga Sejahtera, yang mana sebelumnya sudah diperingatkan oleh saksi Milson untuk tidak memindahkan atau mengeluarkan alat tersebut dari Kabupaten Lamandau,” ungkapnya.
PT BPR Lingga Sejahtera tak henti-hentinya berupaya menghubungi terdakwa untuk memenuhi pembayaran angsurannya, melalui berbagai metode komunikasi seperti panggilan telepon dan pesan WhatsApp, namun semua upaya tersebut sia-sia karena terdakwa tidak menjawab atau membalas satu pun upaya tersebut.
“Hal tersebut merupakan rangkaian tipu muslihat dari terdakwa agar jaminan alat berat tidak ditarik oleh pihak PT BPR Lingga Sejahtera,” cetusnya.
PT BPR Lingga Sejahtera telah melakukan pemeriksaan terkait dengan keberadaan alat excavator yang seharusnya berada di area PT SML namun mereka gagal menemukan bukti keberadaan alat berat tersebut di lokasi. Sebulan kemudian, PT BPR Lingga Sejahtera mendapat kabar bahwa alat berat itu berada di Desa Sandai, Kabupaten Ketapang, namun lagi-lagi mereka tidak menemukan Keberadaan alat berat itu.
“Akibat perbuatan terdakwa, PT. BPR Lingga Sejahtera mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp. 663.103.727,” tambahnya.