Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi soal indikasi pengaturan penetapan bunga fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol). Regulator menyebutkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) belum menerima surat resmi terkait dugaan kartel suku bunga pinjaman online (pinjol) dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Jika apabila benar adanya indikasi itu regulator tak segan ikut mengambil sikap.
“Sampai saat ini belum dihubungi oleh KPPU, nanti kalau misalnya ada [indikasi kartel] tentu kami akan bersikap,” kata Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan kepada Bisnis, Kamis (5/10/2023).
Edi mengatakan bergantung dengan hasilnya nanti. Namun yang pasti, dia menyebut regulator telah memberikan pesan kepada asosiasi bahwa penetapan batas atas manfaat ekonomi pinjol memang harus dievaluasi terus menerus, sehingga aturan yang saat ini tidak bisa digunakan seterusnya
KPPU menduga ada penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari oleh AFPI yang diikuti oleh 89 anggota terdaftar.
Namun, Entjik menyebut tuduhan tersebut tidak sesuai. Ketentuan tersebut merupakan ketetapan yang berlaku dua tahun lalu. Sementara kini, AFPI telah mengubah ketetapan suku bunga flat menjadi maksimum 0,4 persen.
Entjik menggarisbawahi bahwa yang diatur oleh AFPI merupakan batas maksimum suku bunga pinjaman. Sementara praktik kartel lebih terkait dengan penetapan bunga minimum yang menguntungkan para penyedia jasa.
“Kartel monopoli bunga itu kalau kami mengajukan aturan batas minimum, tapi kami mengatur batas maksimum. Jadi, kami melindungi dari kartel. Siapa yang diuntungkan? Konsumen,” jelas Entjik.
Sebagai informasi dari laman resmi AFPI, terdapat 89 (delapan puluh sembilan) anggota yang tergabung dalam fintech lending atau peer-to-peer lending seperti AdaKami atau AkuLaku.
KPPU menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.