ojk


OJK Terima 1400 Aduan Soal susah Klaim Asuransi

Standard Post with Image

Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyoroti tingginya angka pengaduan dari konsumen terkait layanan asuransi. Hingga 10 November 2023, terdapat sekitar 1.400 kasus keluhan terhitung dari total 19.400 pengaduan konsumen yang teregistrasi, setara dengan 7,4 persen dari keseluruhan aduan. Keberadaan pangsa pengaduan ini mengungkapkan adanya masalah signifikan yang perlu mendapatkan perhatian serius.

Deputi Direktur EPK Regional OJK, Gatot Yulianto, menegaskan bahwa salah satu jenis pengaduan yang paling banyak mendominasi adalah terkait proses klaim asuransi yang dianggap menyulitkan pelanggan. Kebijakan dan prosedur yang rumit, ditambah lagi dengan keterbatasan informasi terkadang menjadi hambatan yang membuat konsumen merasa terpojok.

“Faktornya itu macam-macam, salah satunya adalah klaim. Klaimnya kok dirasa susah, itu agak berbeda dengan yang lain,” kata Gatot saat ditemui usai acara Seminar Nasional 2023 yang diselenggarakan Kupasi di Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Di samping itu, Gatot menyebut restrukturisasi juga menjadi permasalahan. Namun, imbuh Gatot, rata-rata jenis pengaduan adalah terkait klaim asuransi.

“Kalau rata-rata [faktor permasalahannya karena] klaimnya kok susah. Itu generalisir untuk dari 7,4% pengaduan di bidang perasuransian,” ungkapnya.

Selain pengaduan konsumen, Gatot juga menyoroti rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan di sektor perasuransian berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022.

Gatot menuturkan bahwa tingkat literasi di sektor perasuransian sebesar 31,72% pada 2022, sedangkan tingkat inklusi keuangan di sektor perasuransian sebesar 16,63% pada periode yang sama.

Selain pengaduan konsumen, Gatot juga menyoroti rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan berdampak pada sektor perasuransian di Indonesia. Merujuk pada hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, melihat angka yang cukup mengkhawatirkan:.

Gatot menuturkan bahwa tingkat literasi keuangan di sektor asuransi hanya berada di 31,72%, sementara tingkat inklusi keuangan adalah 16,63%. Angka-angka ini membuka diskusi penting tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan pemahaman dan akses masyarakat terhadap asuransi, yang tidak hanya penting untuk perlindungan individual tetapi juga untuk stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan.

“Literasinya banyak, tetapi inklusinya belum sebanding. Masih menjadi PR [pekerjaan rumah],” ujarnya.

Selain itum Gatot mengatakan bahwa, berdasarkan data UNESCO pada tahun 2016, minat baca masyarakat sangatlah rendah, hanya berada pada angka 0,001%. Angka ini mengungkapkan realitas yang mencengangkan dari setiap 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.
 

ojk
Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News