Standard Post with Image
Industri

LPIP Merilis Provinsi di Indonesia dengan Resiko Kredit Tinggi

Bprnews.id - Melalui Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan PT. Pefindo Biro Kredit (IdScore) mengumumkan bahwa ada tiga provinsi dengan tingkat gagal bayar (default rate) tinggi atas masyarakatnya yang mengakses kredit. Dijelaskan oleh Direktur Utama IdScore Yohanes Arts Abimanyu bahwa default rate tertinggi saat ini dipegang Sulawesi Utara dengan 9,93 persen, Sumatra Utara 8,65 persen, dan Sumatra Selatan 8,51 persen.

"Selain faktor kurangnya edukasi dan literasi, default rate juga mengindikasikan bahwa masyarakat di provinsi tersebut memiliki tingkat kesadaran dalam pengembalian pinjaman yang masih cukup rendah," ujarnya dalam wawancara khusus bersama Bisnis, dikutip Kamis (12/1/2023). Beberapa provinsi lain dengan tingkat default rate tinggi mayoritas berada di luar Pulau Jawa, misalnya Gorontalo, Lampung, Bengkulu, dan Sumatra Barat. Sementara di Pulau Jawa, provinsi yang hampir masuk zona 'merah', antara lain Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Menurut Abinyau ada korelasi antara tingkat default rate dengan fenomena gap inklusi & literasi keuangan, terutama berkaitan akses kredit, pembiayaan, maupun pinjaman dari berbagai sektor keuangan, antara lain bank, multifinance, fintech, gadai, dan lain-lain. "Mungkin orang-orang di daerah ini sudah berada dalam cakupan inklusi keuangan, tapi awareness pembayaran pinjaman masih rendah karena literasi keuangan mereka belum cukup.

Jadi memang harus ada upaya lebih soal edukasi keuangan di wilayah tersebut," tambahnya. Oleh sebab itu, menurutnya merupakan tugas bersama bagi setiap pemangku kepentingan, baik masyarakat, pelaku industri, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk terus meningkatkan edukasi terkait finansial di wilayah tersebut, sehingga gap inklusi & literasi keuangan bisa terus ditekan.

Sebagai gambaran, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 mencatat indeks inklusi keuangan saat ini mencapai 85,1 persen, sedikit lagi menyentuh target inklusi keuangan nasional tembus 90 persen pada 2024. Capaian ini tercatat membaik secara signifikan ketimbang hasil SNLIK OJK di tahun-tahun sebelumnya, di mana inklusi keuangan pada 2016 tercatat hanya sebesar 67,8 persen, kemudian menjadi 76,19 persen pada 2019.

Namun, indeks literasi keuangan pada SNLIK 2022 tercatat masih 49,68 persen. Kendati terbilang naik signifikan ketimbang hasil SNLIK OJK pada 2016 dan 2019 yang masing-masing hanya 29,7 persen dan 38,03 persen, tetap saja nilainya belum sampai menembus 50 persen.

Standard Post with Image
bank umum

Buyback Jadi Salah Satu Alasan Saham BRI Menarik untuk Dikoleksi

Bprnews.id - Kinerja fundamental PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) telah memacu tren positif harga saham perseroan. Pada pekan terakhir di bulan Juli ini, emiten bersandi BBRI kembali menembus harga level tertinggi atau all time high (ATH) di level Rp 5.650 pada penutupan perdagangan Selasa (25/7/2023), bahkan pada Jumat (28/7/2023) BBRI di tutup di level Rp 5.700. 

Pengamat Bank BRI menilai hal tersebut semakin menarik untuk dikoleksi, salah satunya karena terdorongnya aksi korporasi buyback oleh perseroan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. 

Head of Equity Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni menyebut, buyback menjadi sinyal yang baik bagi investor BRI.

Buyback menjadi sinyal positif bagi investor, mencerminkan manajemen percaya dengan kinerjanya ke depan. Selain itu kinerja fundamental BRI, jadi faktor kunci untuk perbankan tetap dapat mencetak pertumbuhan laba adalah dari segi efisiensi,” kata Agung, belum lama ini.

Sesuai dengan RUPST BRI tahun 2023 pada 13 Maret 20223, BRI telah mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 triliun yang akan diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 18 bulan dari putusan RUPS, sehingga periode buyback akan berlangsung pada 14 Maret 2023 hingga 14 September 2024.

sebagai program kepemilikan saham bagi karyawan dan direksi atau ESOP (Employment Stock Ownership Plan), BRI akan melaksanakan buyback secara bertahap maupun sekaligus. Direksi perseroan mengatakan intensif saham akan diberikan berdasarkan kinerja Insan BRIlian atau pekerja BRI, hal tersebut dikatakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 13 Maret 2023.

Terkait dengan aksi korporasi buyback tersebut, sebelumnya Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa aksi korporasi ini tidak mengganggu kondisi keuangan pasca buyback sehingga dipastikan kondisi keuangan perseroan tetap solid.

“Selama buyback ini kita sudah sangat kalkulatif dengan baik, tidak akan mengganggu kinerja, tidak akan mengganggu permodalan BRI ke depan bahkan memperkuatnya,” ujarnya.

Sunarso juga mengungkapkan bahwa buyback saham ini bertujuan untuk meningkatkan engagement karyawam BRI dengan cara menjadikan buyback sebagai program kepemilikan saham pekerja maupun direksi. Dia berharap dengan adanya buyback saham ini, akan menumbuhkan motivasi dan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan yang kemudian akan mendongkrak kinerja karyawan.

Agung lanjut menjelaskan alasan lain mengapa saham BBRI layak dikoleksi, yakni terkait kinerja fundamental dalam beberapa waktu terakhir, dimana efisiensi menjadi salah satu strategi BBRI untuk meningkatkan profitabilitas.

“Kemampuan bank meningkatkan efisiensi terlihat dari pertumbuhan biaya operasional BRI yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan,” lanjutnya.

Net interest margin (NIM) atau margin bunga bersih naik menjadi 7,8% pada kuartal I-2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,7%. Pada periode yang sama credit cost atau biaya kredit bank turun 198 basis poin (bps) per Maret 2023 dibandingkan tahun lalu.

Kemampuan bank meningkatkan efisiensi terlihat pula dari return on average equity (ROAE) atau tingkat pengembalian ekuitas rata-rata yang naik signifikan ke level lebih dari 20%.

Pada periode yang sama sejumlah beban berhasil ditekan, seperti beban promosi turun 8,1% (yoy) menjadi Rp 298,74 miliar dan beban lainnya susut 5,73% (yoy) menjadi Rp 7,39 triliun. Alhasil, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) turun dari 64,26% pada kuartal I-2022 menjadi 60,7% pada kuartal I-2023.

(Desca)

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News