bank umum


Kinerja Perbankan Terganggu, Tren Negatif Menghantam Laba Industri

Standard Post with Image

BPRNews.id - Industri perbankan Indonesia menghadapi tantangan serius sepanjang tiga bulan pertama tahun ini dengan kinerja laba yang terhambat. Data terbaru menunjukkan bahwa laba bank umum mencatatkan angka Rp61,87 triliun per Maret 2024, hanya tumbuh 2% secara tahunan year on year (yoy).

Capaian ini jauh melambat dibandingkan dengan kuartal IV 2023, di mana industri perbankan berhasil meraih pertumbuhan laba mencapai 20,6% yoy. Namun, terdapat kontras yang signifikan antara berbagai kelompok bank. Bank dengan modal inti paling kecil atau KBMI I melaporkan kontraksi laba sebesar 14,3% yoy, sementara KBMI II mengalami penurunan laba sebesar 7,9% yoy per Maret 2024.

Di sisi lain, bank-bank dengan modal inti menengah hingga besar masih mampu mempertahankan pertumbuhan laba, meskipun dalam laju yang lebih lambat. KBMI III mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 8,2% yoy menjadi Rp 10,7 triliun, sedangkan KBMI IV mencatatkan laba sebesar Rp 42,5 triliun, naik 3,5% yoy. Capaian ini menunjukkan perlambatan yang signifikan dibandingkan dengan kinerja akhir tahun 2024, di mana KBMI III dan IV mencatatkan pertumbuhan laba yang lebih tinggi, masing-masing 12,4% yoy dan 21,1% yoy.

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menjelaskan bahwa lesunya kinerja perbankan disebabkan oleh kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan saat ini. "Tren ke depan, terutama di tahun ini dengan belum membaiknya geopolitik, berpotensi menekan kinerja bank," ujar Trioksa dalam wawancara, Senin (24/6/2024).

Pengamat perbankan, Paul Sutaryono, menyoroti bahwa penurunan kinerja perbankan juga dipicu oleh kenaikan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). NPL gross naik dari 2,25% pada bulan Maret menjadi 2,33% per bulan April. "Ketika NPL meningkat, bank harus membentuk cadangan yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat risiko kredit yang ada," ungkap Paul.

Paul juga menduga bahwa kenaikan NPL ini terjadi seiring dengan berakhirnya program restrukturisasi kredit pada 1 April 2024. "Tidak semua segmen, terutama UMKM, sudah sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Segmen ini memberikan kontribusi signifikan terhadap kenaikan NPL," tambahnya.

Moch Amin Nurdin, Senior Faculty LPPI, menekankan pentingnya pembentukan cadangan dalam menghadapi penurunan kualitas kredit dan berakhirnya restrukturisasi Covid-19 yang berdampak negatif terhadap perolehan laba perbankan. "Bank-bank perlu meningkatkan akses terhadap dana murah untuk menurunkan biaya pendanaan dan menjaga margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)," jelas Amin.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa kondisi fundamental perbankan pada April 2024 tetap kuat, resilien, dan stabil. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit yang mencatatkan kenaikan sebesar 13,09% yoy menjadi Rp7.311 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa tingkat pengembalian aset atau return on asset (ROA) per Maret 2024 mencapai 2,62%, naik dari bulan sebelumnya 2,52%. Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) juga naik 10 basis poin (bps) menjadi 4,59%, sementara rasio permodalan (CAR) tetap kuat di atas ketentuan, yakni 27,33%.

Sebagai respons, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga 2025 untuk mengurangi kerugian yang harus dicadangkan oleh perbankan, khususnya terkait kredit KUR. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, usai Sidang Kabinet pada Senin (24/6/2024) kemarin.

 

Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News