Bprnews.id - Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yang meliputi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), telah melaporkan laporan keuangan mereka sepanjang tahun 2023. Dalam laporan tersebut, bank-bank BUMN ini mencatatkan laba bersih, bahkan ada yang mencatatkan kenaikan laba tertinggi sepanjang sejarah.
Dikutip dari laporan keuangan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mencetak laba bersih sebesar Rp60,4 triliun pada tahun 2023. Direktur Utama BRI, Sunarso, menyatakan bahwa pencapaian ini sejalan dengan pertumbuhan aset yang mencapai Rp1.965 triliun atau tumbuh 5,3% year on year (YoY).
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) membukukan laba bersih senilai Rp55,1 triliun, tumbuh 33,7% secara YoY. Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyatakan bahwa capaian kinerja ini merupakan yang terbesar sejak Bank Mandiri didirikan 25 tahun lalu.
"Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi pada tahun 2023, kondisi ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang kuat, didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan inflasi yang tetap terkendali," ungkap Darmawan.
Sementara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI mencatat laba bersih sebesar Rp20,9 triliun, meningkat 14,2% secara YoY. Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, menjelaskan bahwa pertumbuhan laba tersebut sejalan dengan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang naik menjadi 15,2%.
Terakhir, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) atau BTN mencatat laba bersih sebesar Rp3,5 triliun, dengan pertumbuhan 14,9% secara YoY. Laba ini didorong oleh kenaikan pendapatan non bunga yang mencapai 124,37% secara YoY.
Dari data tersebut, BRI menjadi bank BUMN dengan laba terbesar sepanjang 2023.
Bprnews.id - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk telah menandatangani nota kesepahaman dengan Universitas Telkom untuk menjalin kerja sama dalam berbagai aspek, termasuk lingkup tri dharma perguruan tinggi, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan pemanfaatan produk perbankan. Direktur Utama Bank Muamalat, Indra Falatehan, menjelaskan bahwa kolaborasi ini merupakan bagian dari komitmen Bank Muamalat dalam meningkatkan angka indeks literasi dan inklusi keuangan, terutama dalam konteks keuangan syariah di kalangan sivitas akademika.
"Dalam kemitraan ini, kami tidak hanya fokus pada kerja sama di lingkup tri dharma dan pengembangan SDM, tetapi juga menawarkan produk dan layanan perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh sivitas akademika Universitas Telkom," ujarnya.
Salah satu bentuk kerja sama yang akan ditawarkan adalah implementasi virtual account secara host to host, yang memungkinkan mahasiswa Universitas Telkom untuk melakukan pembayaran uang kuliah melalui aplikasi mobile banking Muamalat DIN. Selain itu, akan ada pengelolaan dana kampus dan dana abadi alumni Universitas Telkom, di mana hasil dari dana abadi alumni yang ditempatkan di Bank Muamalat dapat digunakan untuk membantu pengembangan kampus.
Bank Muamalat juga menawarkan layanan untuk mengelola administrasi pembayaran gaji (payroll) staf dan dosen Universitas Telkom melalui Cash Management System (CMS) Madina. Hingga akhir 2023, Bank Muamalat telah menjalin kerja sama payroll dengan 53 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Selain itu, Bank Muamalat akan melaksanakan program Minterin, yaitu talkshow atau seminar yang dibawakan oleh praktisi perbankan kepada mahasiswa Universitas Telkom, sebagai bagian dari upaya meningkatkan literasi keuangan syariah. Program magang MIKO (Muamalat Indonesia Kompeten) juga akan ditawarkan bagi mahasiswa tingkat akhir Universitas Telkom di Bank Muamalat.
Bprnews.id - Menurut laporan terbaru dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terdapat ratusan bank bangkrut di Indonesia sejak tahun 2005. Dari kebangkrutan tersebut, sebanyak Rp379 miliar dana nasabah tidak dapat diselamatkan karena berbagai alasan.
Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih, menyampaikan bahwa sejak 2005 hingga 31 Desember 2023, sebanyak 122 bank telah mengalami kebangkrutan. Mayoritas bank yang bangkrut merupakan bank perekonomian rakyat (BPR), dengan hanya satu bank umum yang diresolusi oleh LPS.
"Dari ratusan bank yang bangkrut, total simpanan nasabah mencapai Rp2,46 triliun dengan 325.454 rekening nasabah terdampak," ungkap Lana Soelistianingsih.
Meskipun demikian, LPS berhasil menyelamatkan sebagian besar dana nasabah, yakni sebesar Rp2,08 triliun atau 84,61% dari total simpanan nasabah. Namun, terdapat Rp379 miliar yang tidak terselamatkan, serta 20.651 rekening nasabah yang juga tidak terselamatkan.
Lana menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa dana nasabah tidak dapat diselamatkan. Pertama, simpanan nasabah tidak tercatat di bank sehingga LPS tidak dapat memberikan klaim simpanan nasabah saat bank tersebut bangkrut.
Kedua, beberapa nasabah menerima bunga simpanan di atas tingkat bunga penjaminan LPS, yang tidak dijamin oleh LPS. "Bank yang memberikan suku bunga di atas tingkat bunga penjaminan harus transparan kepada nasabah," tambah Lana.
Alasan ketiga adalah nasabah memiliki riwayat kredit macet di bank tersebut, yang membuat mereka tidak memenuhi syarat klaim simpanan nasabah.
LPS telah menetapkan tingkat bunga penjaminan untuk bank umum, valuta asing, dan BPR masing-masing sebesar 4,25%, 2,25%, dan 6,75% mulai 1 Februari 2024 hingga 31 Mei 2024.
Meskipun demikian, masih ada tantangan lain dalam perlindungan dana nasabah. Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner LPS, menyebut bahwa masih ada nasabah dengan simpanan di atas batas Rp2 miliar yang tidak dijamin oleh LPS.
"Tetapi sebagian besar simpanan tersebut datang dari nasabah yang cukup mampu menilai risiko," jelasnya.
Bprnews.id - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Intidana merayakan langkah penting dengan soft launching gedung baru mereka, yang dihadiri secara langsung oleh Direktur Utama BPR Intidana, Firman A Moise, serta Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 1 DKI Jakarta dan Banten, Robert Akyuwen.
Firman A Moise, dalam pernyataannya, menyatakan bahwa grand opening ini adalah bagian dari strategi perusahaan untuk memperluas cakupan bisnis mereka dan menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Firman juga menekankan pentingnya inovasi bisnis dalam pengembangan perusahaan.
“Sejak didirikan pada tahun 2004 dengan hanya 12 karyawan, kami telah berkembang menjadi perusahaan dengan 300 karyawan. Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah bersama-sama berjuang bersama kami hingga saat ini,” ujar Firman pada Selasa, 12 Februari 2024.
Robert Akyuwen, Kepala OJK Regional 1 DKI Jakarta dan Banten, memberikan apresiasi atas langkah yang diambil oleh BPR Intidana dalam bersaing dalam penyaluran kredit. “BPR Intidana berhasil menempatkan diri di pusat bisnis dan mampu bersaing dalam memberikan penyaluran kredit. Ini adalah pencapaian luar biasa,” kata Robert.
Selain itu, Robert menegaskan pentingnya inovasi dalam meningkatkan pelayanan, khususnya melalui inovasi digital. “Dalam mengembangkan bisnis, pelayanan digital menjadi peluang besar yang harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, BPR Intidana harus terus maju dan berinovasi dari waktu ke waktu,” tambahnya.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan dua aturan baru yang berkaitan dengan industri bank perekonomian rakyat (BPR). Aturan-aturan tersebut, yaitu Peraturan OJK (POJK) Nomor 28 Tahun 2023 dan POJK Nomor 1 Tahun 2024, diumumkan sebagai langkah konkret dalam mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Aman Santosa, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, menjelaskan bahwa penerbitan dua aturan tersebut bertujuan untuk memperkuat dan mengembangkan sektor perbankan, khususnya di BPR dan BPR syariah (BPRS), mengingat perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks.
"Dengan penerbitan dua POJK ini, kami berharap dapat mengatur lebih jelas mengenai status dan pengawasan BPR serta meningkatkan kualitas aset BPR," ujar Aman dalam konferensi pers baru-baru ini.
Dalam POJK 28/2023, OJK menetapkan kriteria tindak lanjut status pengawasan bagi BPR atau BPR Syariah yang ditetapkan dengan status dalam penyehatan. Sedangkan dalam POJK 1/2024, diatur mengenai penyelarasan peraturan agunan yang diambil alih dan kegiatan usaha yang sesuai dengan UU PPSK, serta penerbitan standar akuntansi keuangan entitas privat yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Selain melalui regulasi, OJK juga mendorong adanya konsolidasi BPR agar menjadi lebih sedikit dan efisien. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa melalui konsolidasi ini diharapkan hanya BPR berkualitas yang tetap beroperasi.
"Saat ini kami menargetkan jumlah BPR hanya mencapai 1.000 unit saja. Ini merupakan upaya kami untuk memastikan persaingan di sektor ini tetap sehat," tambah Dian.
Meskipun demikian, kinerja BPR tidak menunjukkan tren yang sama-sama positif. Data dari OJK menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan jumlah BPR, laba BPR menurun secara signifikan hingga 37,86% secara tahunan. Namun, terjadi peningkatan pada jumlah kredit dan aset bank. Sayangnya, kualitas aset BPR mengalami penurunan yang signifikan, terutama terlihat dari kenaikan rasio kredit bermasalah yang mencapai 10,52% pada November 2023.
Meskipun demikian, pendanaan BPR masih terbilang kuat dengan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai Rp137,01 triliun pada November 2023, naik sebesar 9,82% dibandingkan tahun sebelumnya.