Standard Post with Image
ojk

OJK Optimistiskan 11 BPD Untuk Penuhi Modal Inti Hingga Akhir Tahun

Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan optimisme bahwa 11 Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang masih bermodal cekak akan dapat memenuhi ketentuan Modal Inti Minimum hingga akhir tahun.

Batas waktu untuk pemenuhan modal inti minimum bagi BPD adalah 31 Desember 2024. Saat ini, dua BPD telah memiliki rencana untuk memenuhi modal inti melalui setoran mandiri, sementara sembilan BPD lainnya berencana membentuk Klaster Usaha Bersama (KUB) dengan perusahaan atau bank induk lainnya.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, sebagian besar BPD yang berencana membentuk KUB telah mencapai tahap penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), dan satu BPD sudah mengajukan izin kepada OJK untuk menjadi anggota KUB.

“Perkembangan proses pembentukan KUB oleh 9 BPD saat ini masih berjalan sesuai dengan rencana,” ujar Dian, Kamis (11/1).

OJK telah mensyaratkan bahwa bank induk KUB harus memiliki kecukupan modal dan kinerja yang baik.

“Komunikasi antara OJK dan Kemendagri juga terus dilakukan secara intensif untuk mendorong BPD mempercepat proses pembentukan KUB,” tandasnya.

Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa bank induk memiliki komitmen dan kapasitas untuk mendukung anggota KUB dalam hal permodalan, likuiditas, dan peningkatan kapabilitas dan kapasitas bank anggota KUB.

Peningkatan ini mencakup aspek-aspek seperti manajemen risiko, tata kelola, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan pengembangan bisnis khususnya dalam penyaluran kredit produktif untuk mendukung perekonomian.

OJK terus berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat proses pembentukan KUB oleh BPD.

 

 

Standard Post with Image
bank umum

OJK Sambut Positif Bank Kalsel Capai Penuhi Modal Inti Rp 3 Triliun

Bprnews.id - OJK Kalimantan Selatan menyambut positif kabar bahwa Bank Kalsel optimis dapat memenuhi Modal Inti sebesar Rp 3 triliun pertengahan tahun 2024.

Ketentuan OJK menyatakan bahwa per 31 Desember 2024, seluruh bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah diharuskan memiliki modal minimum sebesar Rp 3 triliun.

"Jika modal tidak terpenuhi, maka BPD harus turun menjadi BPR atau merger dengan BPD lain," jelasnya, Rabu (10/01).

Jika batas waktu tersebut tidak terpenuhi, maka Bank Pembangunan Daerah (BPD) tersebut harus turun status menjadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) atau melakukan merger dengan BPD lain.

Kepala OJK Kalsel, Darmansyah, menjelaskan bahwa pemenuhan modal inti oleh Bank Kalsel menjadi sinyal positif untuk perkembangan bank tersebut.

Jika Bank Kalsel berhasil memenuhi modal inti sebesar Rp 3 triliun, maka bank tersebut dapat tetap berstatus bank umum bahkan berpotensi berkembang menjadi bank devisa.

"Insya Allah di moment ulang tahun Bank Kalsel di Bulan Maret 2024 kami bisa memenuhi Modal inti Rp3 T yang diminta OJK," pungkasnya.

 

 

Standard Post with Image
bank umum

Terjerat Kasus korupsi pembelian surat Hutang jangka menengah, Mantan Dirut Bank Jambi Divonis 10 Tahun Penjara

Bprnews.id - Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Jambi, Yunsak El Halcon, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tipikor Jambi.

Selain itu, dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp7,5 miliar. Putusan ini terkait kasus korupsi pembelian surat hutang jangka menengah (MTN) kepada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT SNP) untuk investasi Bank Jambi, yang merugikan negara sebesar Rp310 miliar.

Meskipun vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, tetapi tetap mengakui bahwa perbuatan Yunsak El Halcon telah terbukti bersalah.

Amar putusan hakim menjatuhkan pidana penjara 10 tahun, denda Rp500 juta, dan uang pengganti Rp7,5 miliar atau pidana penjara enam tahun.

Dalam kasus yang sama, Penjabat Sementara (Pjs) Direktur Utama PT MNC Sekuritas, Andri Irvandi, yang merupakan salah satu dari tiga terdakwa kasus korupsi gagal bayar surat hutang Medium Term Notes (MTN) di Bank Jambi, divonis 13 tahun penjara, denda Rp800 juta, dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp5,8 miliar.

Putusan ini juga merupakan bagian dari upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait gagal bayar di Bank Jambi.

 

Standard Post with Image
bank umum

Dana Perbankan di Surat Berharga Mulai Menyusut

Bprnews.id - Pasca sorotan dari Presiden Joko Widodo terkait penempatan dana perbankan dalam surat berharga, terutama Surat Berharga Negara (SBN), sektor perbankan mulai mengalami penurunan kepemilikan dalam SBN.

Fokus utama saat ini adalah menyalurkan dana untuk kredit, mengingat likuiditas yang ketat. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan kepemilikan perbankan di SBN sebesar 1,51% secara tahunan, menjadi Rp 1.436 triliun pada November 2023.

“Ini kontribusi sektor perbankan dalam pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, awal pekan ini.

Direktur Treasury & Capital Market CIMB Niaga John Simon mengungkapkan bahwa saat ini penempatan dana, baik itu obligasi korporasi maupun SBN, akan dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi di pasar.

Hingga November 2023, CIMB Niaga juga tercatat mengalami penyusutan untuk penempatan dana di surat berharga. Adapun, penyusutannya sekitar 7,5% secara tahunan hingga menjadi Rp 60,7 triliun.

Sebaliknya, penyaluran kredit CIMB Niaga telah mengalami kenaikan tipis sekitar 1,5% secara tahunan per November 2023. Pada periode tersebut, kredit yang disalurkan bank milik investor asal Malaysia ini senilai Rp 145,7 triliun.

“Kami memperkirakan pertumbuhan pinjaman yang akan tetap lebih tinggi di masa depan,” ujarnya.

Ia bilang jika memang bank melihat ada kesempatan untuk masuk SBN atau obligasi korporasi, maka pihaknya akan masuk.  Dalam hal ini, tentu juga memperhatikan imbal hasil yang ditawarkan.

“Funding engine kita cukup kuat untuk mendapatkan DPK yang kita butuhkan. Dan kalau sampai dibutuhkan, SBN bisa di-repo,” ujar John.

Penempatan dana perbankan dalam obligasi korporasi, khususnya yang bukan berasal dari sektor perbankan, masih mengalami kenaikan sekitar 16,45% secara tahunan menjadi Rp 269,64 triliun pada bulan yang sama.

OJK menyatakan bahwa kontribusi sektor perbankan dalam pembiayaan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Beberapa bank seperti CIMB Niaga dan BTN telah melaporkan penurunan penempatan dana dalam surat berharga. Meskipun demikian, bank-bank tersebut menyatakan bahwa penempatan dana akan dilakukan sesuai dengan kondisi pasar.

CIMB Niaga mencatat penurunan sekitar 7,5% secara tahunan dalam penempatan dana di surat berharga menjadi Rp 60,7 triliun pada November 2023, sementara BTN mencatat penurunan dari Rp 54,93 triliun menjadi Rp 37,95 triliun pada periode yang sama.

“Perubahan komposisi investasi akan dilakukan bank mengikuti arah dan kondisi market yang dapat berkontribusi positif bagi profitabilitas bank,” ujarnya.

Dalam hal ini, Sindhu menyampaikan hingga saat ini pihaknya masih wait and see terkait dengan prospek pemangkasan suku bunga acuan baik dari The Fed dan Bank Indonesia yang akan berdampak pada harga instrumen obligasi di pasar. 

“Secara umum kami cukup optimis dan memandang akan ada pemangkasan suku bunga pada tahun ini walaupun belum akan terjadi pada awal tahun ini,” ujar Sindhu.

Bank-bank tersebut menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah pada penyaluran kredit, dan penempatan dana dalam surat berharga akan dilakukan jika ada kesempatan dan memperhatikan imbal hasil yang ditawarkan.

Dalam kondisi di mana suku bunga acuan cenderung mengalami pemangkasan, bank-bank masih menunggu dan melihat perkembangan pasar untuk menentukan kebijakan investasinya.

 

 

Standard Post with Image
bank umum

Bank Nano Syariah Akan IPO Setelah Rampung Spin Off dari Bank Sinarmas

Bprnews.id - PT Bank Nano Syariah, yang baru-baru ini menjalani proses spin-off dari PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM), telah memulai operasionalnya sebagai bank umum syariah (BUS) pada 2 Januari 2024.

Hal ini menjadikan Bank Nano Syariah sebagai Unit Usaha Syariah (UUS) pertama yang melakukan spin-off setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan resmi terkait proses tersebut.

Meskipun baru berstatus sebagai BUS, Bank Nano Syariah sudah memiliki rencana jangka panjang untuk melantai di bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO).

Direktur Utama Bank Nano Syariah, Halim, menyatakan bahwa meski telah ada pembicaraan dengan pemegang saham mengenai rencana IPO, namun saat ini fokus utamanya adalah pada pengembangan tata kelola bisnis.

"Saya memang pernah ada pembicaraan dengan para pemegang saham (Sinarmas Group) untuk listing di bursa (IPO), tapi masih sangat awal sekali untuk saat ini, kita fokus ke pengembangan tata kelola bisnis saja dulu," kata dia, Kamis (11/1).

Rencana IPO diharapkan dapat membantu bank ini mendapatkan tambahan permodalan untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya.

Selain itu, Bank Nano Syariah akan fokus pada pengembangan fitur layanan berbasis teknologi digital untuk menjangkau lebih banyak masyarakat dan menarik nasabah.

Bank ini juga akan menargetkan segmen penerima setoran (BPS) haji, dengan saat ini sudah memiliki sekitar 62.000 pendaftar haji. Segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga menjadi fokus dengan penyaluran kredit KUR sebesar Rp124,21 triliun hingga Desember 2023.

Bank Nano Syariah memiliki dukungan dari Bank Sinarmas (BSIM) selaku pemegang saham pengendali (PSP) dengan kepemilikan saham sebesar 51%, sedangkan PT Sinarmas Multiartha dan PT Asuransi Sinarmas masing-masing memiliki kepemilikan saham sebesar 25% dan 24%.

Sementara itu untuk melakukan pengembangan bisnisnya usai resmi spin off dari bank induk, Halim mengatakan pihaknya akan fokus pada tata kelola bisnis dengan melakukan pengembangan berbagai fitur layanan berbasis teknologi digital untuk menjangkau lebih banyak masyarakat untuk diakuisisi menjadi nasabah.

Saat ini Bank Nano Syariah juga akan fokus untuk menjangkau masyarakat Indonesia dalam menghimpunan dana sebagai bank penerima setoran (BPS) haji. Tercatat saat ini terdapat sekitar 62.000 pendaftar haji di Bank Nano Syariah.

“Dengan Indonesia sebagai negara penduduk muslim terbanyak di dunia, segmen haji ini masih sangat besar. Potensi pendaftar haji itu sampai 20.000 tiap tahunnya, ini yang akan fokus kita garap," kata Halim.

Lebih lanjut Halim menyebut Bank Nano Syariah juga menggarap segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan saat ini telah menyalurkan kredit KUR sebanyak Rp124,21 triliun sampai Desember 2023 lalu. 

Pihaknya akan memaksimalkan operasional dari 31 kantor cabang yang ada saat ini serta didukung kerjasama dengan berbagai perusahaan keuangan untuk menjangkau lebih banyak nasabah.

Bank ini memiliki rencana ambisius untuk menjadi salah satu pelaku utama di sektor perbankan syariah Indonesia.

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News