Bprnews.id - Bank bermodal mini berusaha menjaga likuiditas mereka di tengah bayang-bayang pengetatan likuiditas di industri perbankan. Beberapa langkah dan strategi yang diambil oleh bank-bank tersebut termasuk meningkatkan kinerja penghimpunan dana murah (CASA) dan menjalin sinergi dengan ekosistem perusahaan induk mereka.
Salah satu contoh bank yang mengambil langkah ini adalah PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) melalui MotionBank, sebuah aplikasi layanan perbankan digital.
MotionBank memungkinkan bank untuk lebih mudah menjangkau masyarakat luas, memberikan layanan pembukaan rekening tabungan yang cepat dan aman, serta menawarkan berbagai fitur transaksi terkini dan promo menarik.
MNC Bank juga meningkatkan sinergi dengan ekosistem MNC Group dan melakukan perluasan ekosistem digital dengan menggandeng mitra-mitra seperti BP Jamsostek, Taspen, dan Indomaret.
MNC Bank sendiri melihat pertumbuhan DPK secara dinamis yang disesuaikan dengan perkembangan permintaan kredit, dengan menjaga rasio LDR di level optimal 90%-92% dan tidak memberikan tekanan berlebih terhadap biaya dana.
Selain itu, mereka secara berkala melakukan pembaruan terhadap program promo simpanan, seperti Tabungan Dahsyat Bundling, Tabungan Dahsyat Berhadiah, dan program referral.
Bank Nano Syariah, sebagai bank yang baru berstatus Bank Umum Syariah (BUS), memfokuskan strateginya pada menghimpun dana pihak ketiga (DPK) melalui segmen tabungan haji.
Mereka berharap pertumbuhan DPK dapat mencapai dua digit tahun ini.
Bank Ina Perdana Tbk (BINA) dan BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) juga menyampaikan optimisme terkait ketahanan likuiditas mereka di tahun 2024.
Bank Ina berkomitmen untuk menjaga rasio loan to deposit ratio (LDR) di level 60-an%, sedangkan BJBR tetap fokus pada pertumbuhan DPK untuk mengimbangi pertumbuhan kredit dan memenuhi rasio likuiditas.
Sementara itu PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), meski saat ini masih memiliki likuiditas yang memadai, namun Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi mengatakan pihaknya akan tetap menjaga pertumbuhan DPK untuk dapat mengimbangi pertumbuhan kredit dan memenuhi rasio likuiditas.
"Mengenai likuiditas saat ini kami melihat perbankan masih memiliki likuiditas yang memadai, terlihat dari rasio likuiditasnya, apalagi ekspektasi suku bunga ke depan akan mulai melandai," kata dia.
Meskipun suku bunga tinggi masih menjadi tantangan dalam menghimpun dana DPK, beberapa bank mencari sumber dana yang efisien dengan menggenjot himpunan dana murah (CASA).
Segment deposito juga masih dianggap memiliki prospek baik karena naiknya suku bunga simpanan menarik para nasabah untuk menyimpan dananya dalam deposito.
Secara keseluruhan, bank-bank bermodal mini berusaha mengambil langkah proaktif untuk menjaga likuiditas mereka, memanfaatkan teknologi digital, mengoptimalkan segmen bisnis tertentu, dan menjalin kerja sama dengan mitra strategis untuk menghadapi tantangan pengetatan likuiditas.
Bprnews.id - Direktur Utama BPR Syariah HIK Insan Cita M Hadi Maulidin Nugraha menyatakan bahwa media sosial memiliki peran penting dalam mempengaruhi literasi perbankan, khususnya BPR Syariah.
”Keaktifan BPR Syariah melakukan promosi berdampak pada pertumbuhan bisnis perusahaan dimana orang semakin mengenal, mengetahui dan percaya akan lembaga ini,” ujarnya dalam keterangan, Kamis (11/1/2024).
Hadi mengungkapkan bahwa kehadiran BPR Syariah di platform media digital juga mendukung upaya literasi keuangan syariah. Media sosial memberikan ruang interaksi yang lebih mudah antara BPR Syariah, masyarakat, dan nasabah. Komunikasi yang lebih lancar melalui media sosial juga memungkinkan adanya wadah penilaian nasabah terhadap BPR Syariah.
”BPR Syariah diuntungkan dengan media sosial. Loyalitas akan terbangun kepada nasabah dan kepercayaan dari masyarakat karena dengan mudah dapat melakukan interaksi kepada perusahaan BPR Syariah,” kata Hadi.
Menurutnya, BPR Syariah mendapatkan keuntungan dari media sosial karena dapat membangun loyalitas nasabah dan kepercayaan masyarakat dengan mudah berinteraksi.
Selain itu, promosi melalui media sosial dapat memberikan dimensi baru pada literasi, memperkenalkan nilai-nilai Islam, dan menjadi wadah dakwah untuk meningkatkan iman dan memahami syariat Islam dari perspektif keuangan.
Hadi menekankan bahwa program kesyariahan memiliki dampak positif, dan hal ini memberikan ruang untuk melakukan dakwah guna meningkatkan pemahaman terhadap syariat Islam dalam konteks keuangan.
”Ada dampak positif dari program kesyariahan. Hal ini memberikan ruang untuk melakukan dakwah untuk peningkatan iman dan menjalankan syariat Islam dari sisi keuangan, tutup Hadi," katanya.
Informasi ini diungkapkan dalam disertasinya untuk meraih gelar Doktor Ilmu Ekonomi dan Keuangan Syariah dari Program Pascasarjana di Islamic Economics & Finance (IEF) Universitas Trisakti Jakarta.
Disertasi tersebut membahas pengaruh religiusitas, promosi media sosial, dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas dengan kepuasan nasabah sebagai variabel mediasi dalam perspektif Islam pada Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah di Indonesia.
Bprnews.id - PT Bank Jepara Artha Perseroda telah memulai penjualan asetnya untuk mengembalikan uang tabungan yang diambil oleh nasabah. Tiga aset kendaraan telah dijual dengan total nilai lebih dari Rp 500 miliar.
Langkah ini diambil sebagai upaya bank untuk menghadapi situasi yang sulit, terutama setelah adanya antrian nasabah yang ingin menarik tabungan, yang semakin diperparah oleh fenomena rush money sejak akhir bulan Desember hingga saat ini.
Direktur Kepatuhan, Jamaluddin Kamal, yang saat ini memimpin bank setelah direksi lain non-aktif, mengeluarkan aturan baru bahwa pendaftaran nomor antrian penarikan dana dihentikan untuk sementara waktu mulai 11 Januari. Keputusan ini diambil untuk mengatur aliran pengambilan dana dan menjaga keteraturan di bank.
Ketua Tim Penyehatan Bank Jepara Artha, Hery Yulianto, menyatakan bahwa penjualan aset merupakan langkah yang direkomendasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bagian dari upaya penyehatan bank. Tiga mobil yang telah terjual memiliki total nilai sekitar Rp 500 miliar, dan bank juga berencana untuk menjual sertifikat tanah milik debitur macet.
“Penjualan aset ini diambil dari AYDA. Mereka yang berhutang kepada bank dan tidak bisa membayar asetnya diambil untuk kemudian dijual. Termasuk kepada debitur bermasalah. Para direksi yang non aktif itu masih bertugas dan diminta untuk mengejar para debitur,” jelas Hery.
Ia tidak bisa merinci total nilai aset yang dimiliki Bank Jepara Artha. Namun kisarannya puluhan miliar
“Gedung baru itu nilainya sudah Rp 20 miliar, belum termasuk aset-aset lain,” jelasnya.
Pihaknya juga diminta oleh OJK untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tenang. Sehingga tidak terjadi pengambilan terus menerus.
Pihak bank juga diminta oleh OJK untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat agar tetap tenang, dan nasabah yang membutuhkan uang dengan segera akan diprioritaskan.
Seperti untuk kebutuhan sekolah, pelunasan haji dan umroh, serta urusan kesehatan yang membutuhkan dana segera.
Hery menegaskan bahwa tabungan di bawah dua miliar aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Namun, saat ini, bank diminta untuk fokus menyelesaikan kredit bermasalah agar likuiditasnya dapat terjaga.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan langkah untuk memungkinkan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) meningkatkan modal melalui initial public offering (IPO).
Langkah ini dilakukan setelah BPR dibayangi oleh fenomena bank bangkrut, dan sejalan dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK.
Kapasitas bisnis BPR, yang kian meningkat, memberikan dasar bagi keputusan ini. Salah satu contoh adalah BPR Hasamitra, yang mencatat laba sebesar Rp47,45 miliar pada kuartal III/2023.
Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 75,19% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp27,09 miliar pada kuartal III/2022.
Selain itu, aset BPR Hasamitra juga tumbuh sebesar 9,08%, mencapai Rp2,88 triliun pada bulan September 2023.
Pertumbuhan aset ini sejalan dengan penyaluran kredit yang mencapai Rp2,31 triliun, menunjukkan peningkatan sebesar 5,52% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,19 triliun.
Keputusan untuk membuka peluang IPO bagi BPR dapat memberikan kesempatan bagi lembaga keuangan tersebut untuk mengakses dana tambahan dan memperkuat modalnya, sehingga dapat lebih baik mendukung perkembangan bisnis dan memberikan layanan keuangan kepada masyarakat.
Bprnews.id - BPD (Bank Pembangunan Daerah) dan BPR (Bank Perekonomian Rakyat) dikejar oleh batas waktu untuk memenuhi ketentuan modal inti minimal.
OJK menetapkan bahwa BPD harus memiliki modal inti minimum sekitar Rp 3 triliun, sementara BPR diwajibkan memiliki modal dengan nilai minimum Rp 6 miliar. Batas waktu untuk pemenuhan modal ini adalah pada 31 Desember 2024.
Hingga akhir tahun 2023, OJK mencatat bahwa masih ada 11 BPD yang sedang berproses untuk memenuhi modal inti minimum.
Dari jumlah tersebut, empat BPD menjadi anchor bagi BPD lain, seperti PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk, PT BPD Jawa Tengah Tbk (BJTG), PT BPD Jawa Timur Tbk (BJTM), dan Bank DKI.
Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, menyatakan bahwa komunikasi dan diskusi antar BPD terus dilakukan, dan langkah cepat perlu diambil oleh BPD yang terdampak tenggat waktu tersebut.
“Tentu untuk BPD yang terdampak tenggat waktu akhir tahun 2024 ini terkait pemenuhan modal intinya, hal ini menjadi sesuatu yang harus segera diambil langkah cepat,” ujarnya.
Bank Bengkulu menjadi calon anggota KUB (Kelompok Usaha Bersama) bank BJB dengan progress terbesar, dan beberapa BPD lainnya seperti Bank Jambi, Bank Sultra, dan Bank Maluku Malut, telah berkomitmen untuk bergabung dalam KUB bank BJB.
Yuddy mencatat bahwa ada BPD lain yang berkomunikasi untuk bergabung, namun belum diungkapkan namanya, dan ia menegaskan bahwa BPD tersebut harus sehat dan dapat memberikan nilai tambah dalam grup usaha.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat KUB-nya pun akan efektif setelah memperoleh persetujuan OJK,” ujar Yuddy.
Sementara itu, untuk BPR, Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah mengakui bahwa mendorong mayoritas pemegang saham BPR untuk memenuhi modal inti bukanlah tugas yang mudah, meskipun ia tetap optimis bahwa solusi dapat ditemukan.
Tedy Alamsyah berharap bahwa regulator akan bijak dalam menangani situasi ini dan memberikan ruang bagi BPR yang sehat untuk terus beroperasi.
Ia menekankan perlunya pembicaraan dalam satu forum dengan tujuan untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak terkait.