Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Bank Pasar Bhakti di Kelurahan Celep, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, karena tidak mampu menangani masalah permodalan yang dihadapinya. Kabar pencabutan izin tersebut menimbulkan pertanyaan, siapakah pemilik sebenarnya dari PT BPR Bank Pasar Bhakti tersebut?
Kepala OJK Provinsi Jawa Timur, Giri Tribroto, menyatakan bahwa pencabutan izin usaha PT BPR Bank Pasar Bhakti merupakan langkah yang diambil sebagai bagian dari tindakan pengawasan untuk menjaga stabilitas industri perbankan serta melindungi kepentingan konsumen.
"Pada 13 Oktober 2021, OJK telah menetapkan BPR Bank Pasar Bhakti dalam status pengawasan, Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI), dengan pertimbangan tingkat kesehatan (TKS) memiliki predikat kurang sehat dan diperpanjang pada 13 Oktober 2022," jelas Tribroto dalam pernyataan resmi di Jakarta, Jumat (16/2/2024), seperti yang dilansir Antara.
Menurut laporan, status pengawasan BPR Bank Pasar Bhakti kemudian diperburuk menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP) pada 31 Maret 2023 karena kondisi yang terus memburuk, terutama terkait manajemen yang tidak berdasarkan prinsip kehati-hatian dan upaya yang belum berhasil meningkatkan rasio permodalan.
Pada 12 Januari 2024, OJK menetapkan BPR tersebut dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi (BDR) setelah upaya penyehatan yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham tidak membuahkan hasil. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya memutuskan untuk tidak menyelamatkan PT BPR Bank Pasar Bhakti dan meminta OJK untuk mencabut izin usahanya.
Dalam konteks ini, penting untuk mengetahui siapa pemilik dari PT BPR Bank Pasar Bhakti yang sekarang izin usahanya telah dicabut. Menurut informasi yang ditemukan dari laman perbarindo.org pada Sabtu (17/2/2024), PT Bank Pasar Bhakti didirikan pada 20 Oktober 1971 dan berkedudukan di Jl Mojopahit No. 80 Sidoarjo. Pemilik atau pemegang saham PT Bank Pasar Bhakti terdiri atas tiga orang, yaitu Dr. Herman J. Widjaya dengan kepemilikan sebesar 52%, Shirly Listiowaty dengan 32%, serta Liza Marlina juga dengan 32% kepemilikan.
Struktur organisasi PT Bank Pasar Bhakti yang ditetapkan pada 4 Maret 2023, mengonfirmasi bahwa Dr. Herman J. Widjaya menjabat sebagai Komisaris Utama, Adji Subagio sebagai Komisaris, dan Rr. Suci Hartati sebagai Direktur Utama.
Dengan demikian, terungkaplah siapa pemilik sebenarnya dari PT BPR Bank Pasar Bhakti Sidoarjo yang izin usahanya telah dicabut oleh OJK. Dalam masa yang akan datang, proses likuidasi akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sementara nasabah diimbau untuk tetap tenang karena dana mereka dijamin oleh LPS.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah drastis dengan mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Bank Pasar Bhakti di Kelurahan Celep, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pencabutan ini dilakukan karena BPR tersebut tidak berhasil mengatasi masalah permodalan yang dihadapinya.
"Pencabutan izin usaha PT BPR Bank Pasar Bhakti merupakan bagian dari tindakan pengawasan yang kami lakukan untuk menjaga stabilitas industri perbankan dan melindungi kepentingan konsumen," ujar Kepala OJK Provinsi Jawa Timur, Giri Tribroto.
OJK telah menetapkan BPR Bank Pasar Bhakti dalam status pengawasan sejak 13 Oktober 2021, sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI), karena tingkat kesehatannya yang rendah. Status ini diperpanjang pada 13 Oktober 2022.
Namun, kondisi BPR Bank Pasar Bhakti terus memburuk, sehingga pada 31 Maret 2023, status pengawasannya ditegaskan menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP). Pengelolaan BPR yang tidak sesuai prinsip kehati-hatian dan kegagalan upaya untuk meningkatkan rasio permodalan menjadi penyebab utama.
Pada 12 Januari 2024, setelah diberi waktu yang cukup, OJK menetapkan BPR tersebut dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi (BDR). Namun, upaya penyehatan yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham tidak membuahkan hasil. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun memutuskan untuk tidak menyelamatkan PT BPR Bank Pasar Bhakti dan meminta OJK mencabut izin usahanya.
Sebagai tanggapan, OJK melakukan pencabutan izin usaha PT BPR Bank Pasar Bhakti. Dengan langkah ini, LPS akan mengambil alih fungsi penjaminan dan melaksanakan proses likuidasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. OJK juga mengimbau nasabah PT BPR Bank Pasar Bhakti untuk tetap tenang karena dana mereka dijamin oleh LPS sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Bprnews.id - Pj Bupati Jeneponto, Junaedi B,S.Sos,M.H, menyampaikan pentingnya toko kelontong dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dalam konteks ekonomi dan keberlangsungan usaha kecil.
"Toko kelontong yang ada di rumah-rumah merupakan bagian dari sejarah masyarakat Indonesia. Kebutuhan dapur di masa lalu banyak dipenuhi oleh toko kecil tetangga kita. Usaha mereka adalah bagian dari ekonomi keluarga yang harus kita jaga dan hidupkan kembali," ujar Junaedi saat melakukan obrolan santai di ruang kerjanya pada Kamis (15/2/24).
Sebelum supermarket modern seperti sekarang, toko kelontong telah lama menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia. "Para pejuang kelontong telah berusaha memenuhi berbagai kebutuhan agar lebih mudah dijangkau melalui toko-toko di sekitar rumah," tambahnya.
Untuk mendukung dan memberikan perlindungan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Pj Bupati Jeneponto berencana mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) atau surat edaran terkait pembatasan jam operasional ritel modern seperti Alfamar, Alfamidi, dan Indomaret.
"Ini bertujuan agar masyarakat tahu bahwa pemerintah memberikan perhatian kepada pelaku UMKM. Mereka harus diapresiasi dan diberikan aturan yang seimbang dalam berusaha, sehingga tetap menjadi penopang ekonomi keluarga," paparnya.
Bprnews.id - Ketua Umum Akumandiri, Hermawati Setyorinny, mengungkapkan pandangan terkait dampak ekonomi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Sebenarnya pada Pemilu sebelumnya, UMKM lebih banyak mendapatkan cuan dibandingkan Pemilu kali ini," ujar Hermawati pada Kamis, 15 Februari 2024.
Menurut Hermawati, pada Pemilu sebelumnya, 9 dari 10 UMKM mendapatkan orderan yang signifikan dan mengalami peningkatan omzet hingga dua kali lipat. Namun, pada Pemilu kali ini, dampaknya tidak sebesar itu.
"Dari yang dapat mungkin hanya 1 dari 10 UMKM, dan itu pun kenaikan omzetnya tidak signifikan," tambahnya.
Hermawati menduga bahwa ada calon presiden dan calon wakil presiden yang memesan atribut kampanye di luar negeri, seperti kaos, karena jumlahnya yang masif. Dia juga mencatat adanya pergeseran pola kampanye ke arah digital, yang membuat UMKM tidak mendapatkan manfaat yang signifikan dari gelaran kampanye.
Sebelumnya, pada 5 Februari 2024, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Budi Frensidy, juga menyoroti rendahnya pengeluaran Pemilu di kuartal IV 2023. Menurutnya, hal ini tercermin dari lemahnya pertumbuhan jumlah uang beredar M2, yang tidak sebanyak periode kampanye tahun-tahun sebelumnya.
Bprnews.id -Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memantau perkembangan BPR Jepara Artha yang kini tengah mengalami goncangan akibat penarikan dana besar-besaran oleh para nasabah, suatu fenomena yang biasa dikenal dengan istilah "rush money".
Menyikapi kondisi tersebut, LPS menjalin koordinasi erat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memiliki kewenangan untuk mencabut izin usaha perbankan. Saat ini, BPR Jepara Artha berada dalam Status Bank Dalam Penyehatan.
"Yang memiliki wewenang untuk mencabut izin usaha perbankan adalah OJK. Jika OJK mencabut izin usaha BPR Jepara Artha, kami siap untuk membayar klaim simpanan nasabah," ungkap Direktur Grup Penanganan Klaim LPS, Sofyan Baihaqi, kepada media pada Selasa (13/2/2024).
Sofyan juga menegaskan bahwa apabila izin usaha BPR dicabut oleh OJK, LPS akan segera melakukan rekonsiliasi dan verifikasi terhadap data simpanan serta informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang layak dibayar.
Bagi nasabah yang statusnya telah ditetapkan sebagai simpanan layak bayar dan dijamin oleh LPS, mereka dapat mengajukan pembayaran simpanannya melalui Bank Pembayar yang telah ditunjuk oleh LPS.
Proses verifikasi akan dilakukan oleh LPS secara bertahap dalam waktu paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin BPR UMKM. Nasabah yang akan mengambil simpanannya diharapkan untuk menyertakan identitas diri dan bukti kepemilikan simpanan, seperti buku tabungan atau bilyet deposito.
"Sesuai dengan persyaratan untuk simpanan yang dijamin oleh LPS, nasabah wajib memenuhi 3T, yaitu tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga penjaminan, dan tidak terlibat dalam tindak pidana yang merugikan bank," jelas Sofyan.