Bprnews.id - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) memastikan Surat Presiden (Surpres) kepada Pimpinan DPR RI terkait pembahasan RUU (Rancangan Undang-Undang) Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Perkoperasian telah diterima DPR, menandai tahapan pembahasan bagi RUU Perkoperasian oleh DPR yang akan dimulai Oktober.
“Statusnya adalah kumulatif terbuka, sehingga tidak masuk dalam Prolegnas. Kapan pun Pemerintah siap dapat langsung mengirimkannya kepada DPR. Alhamdulillah Surpres sudah turun dan telah disampaikan kepada DPR pekan lalu. Dapat dipastikan mulai Oktober 2023 pembahasan akan dilangsungkan,” kata Deputi Bidang Perkoperasi Kemenkop UKM Ahmad Zabadi, di Jakarta, Selasa.
Zabadi mengatakan , Pemerintah menargetkan agar pembahasan dan pengesahan RUU dapat terlaksana akhir tahun 2023 dengan status undang-undang adalah perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992.
“Ini perlu kami sampaikan kepada masyarakat, khususnya gerakan koperasi bahwa RUU Perkoperasian disiapkan awalnya untuk mengganti undang-undang lama dengan undang-undang yang baru,” ujarnya lagi.
Adanya aspirasi gerakan koperasi untuk mendapatkan pembaharuan regulasi dan adanya ketentuan Pasal 97A UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di mana UU Nomor 25 Tahun 1992 sudah dua kali diubah melalui dua undang-undang omnibus law.
Pertama adalah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), dan kedua adalah Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga sesuai ketentuan, RUU Perkoperasian statusnya adalah perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992.
Meski demikian berbagai subtansi yang sudah disosialisasikan dalam serap aspirasi (meaningfull participation) kepada pemangku kepentingan dan masyarakat sejak tahun 2022 sampai dengan 2023 ini tidak mengalami perubahan.
“Yang berubah hanya sistematikanya, dari awalnya RUU Perkoperasian yang sifatnya penggantian, disesuaikan menjadi perubahan terhadap Undang-Undang Perkoperasian,” katanya lagi.
Zabadi menegaskan, perubahan UU Koperasi sangat mendesak dan dibutuhkan masyarakat, sesuai surat Presiden kepada pimpinan DPR RI yang menyatakan sebagai prioritas utama untuk dibahas dan memperoleh persetujuan.
Menurutnya, tantangan zaman, dinamika lapangan, serta kebutuhan masyarakat perlu secepatnya dijawab dengan pembaruan regulasi. Selanjutnya masyarakat pada umumnya dan gerakan koperasi pada khususnya memiliki daya dukung regulasi yang baik.
Zabadi berharap, RUU Perkoperasian dapat menjadi landasan hukum untuk mewujudkan asas kekeluargaan dan semangat gotong royong dalam membangun perekonomian nasional yang tumbuh stabil secara berkelanjutan dan berkeadilan.
“Keadilan ekonomi akan menjadi isu utama kebijakan pemerintah pada masa mendatang. Koperasi merupakan wahana utama untuk mewujudkan tujuan nasional di bidang ekonomi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur,” kata dia pula.