Bprnews.id - Kembali memakan korban, kredit macet di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras (HAS) .
Lantaran tidak menjalankan standart operational procedure (SOP) saat melaksanakan aktivitas perkreditan. Kabag marketing di badan usaha milik daerah (BUMD) ini ditetapkan sebagai tersangka
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Blitar, Agung Wibowo mengatakan, proses pencairan kredit di perusahaan daerah ini tidak dilakukan semestinya. Akibatnya, ada kerugian negara miliaran rupiah karena kredit macet.
Misalnya, melakukan verifikasi pemohon kredit setelah menerima dokumen pengajuan dari calon nasabah.
“Jadi, SOP-nya tidak dijalankan. Jaminan kreditnya tidak kuat sehingga agunan tidak bisa segera dieksekusi ketika kreditur tidak melasanakan kewajiban,” katanya kepada koran , Selasa (26/9/2023).
PBR HAS selama ini tidak pernah memberikan kontribusi dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) kepada pemerintah daerah.
Analisis keuangan, kata dia, menjadi salah satu hal pokok dalam proses pengajuan kredit. Proses itu harus dilakukan guna memastikan debitur bisa memenuhi kewajiban.
BUMD yang sehat bisa menyumbangkan pemasukan untuk daerah, dan melakukan pembayaran bulanan. Sayangnya, hal itu juga tidak dilakukan.
“Dengan itu bank bisa mengetahui untuk apa kreditur mengajukan pinjaman, atau untuk memastikan dia betul-betul bisa melakukan pembayaran,” sambungnya.
Disinggung soal kemungkinan adanya Konspirasi antara pemohon kredit dan pihak BPR, menurut Agung, hal itu kecil kemungkinan terjadi.
Sebab, para eksekutif di BPR HAS ini tidak mencari kreditur sendiri. Namun melalui tim pemasaran di lapangan.
“Jadi, persoalannya ada pada proses pengurusan kredit yang banyak dilalui,” imbuhnya lagi.
Sementara itu, Kabag Marketing PT BPR HAS Dandung Tri Setiawan mengakui banyak SOP yang tidak dilakukan.
Akibatnya, lanjut Dandung, proses lelang atas agunan atau jaminan dari kreditur sulit dilakukan dan bahkan memakan waktu lama.
Meski begitu, dia juga menyebut bahwa waktu eksekusi aset tergantung pada ada atau tidaknya pembeli.
“Bukan tidak bisa. Bisa, tapi lama. Itu pun tergantung dari pembeli. Kalau ada, ya bisa langsung,” sebutnya.
diketahui, sekitar 22 debitur yang menunggak kewajiban membayar angsuran di PT BPR HAS.
Alhasil, negara dirugikan sekitar Rp 6 miliar lantaran agunan para debitur tersebut tidak segera bisa dieksekusi.
Saat ini, Direktur PT BPR HAS M. Fauzi divonis enam tahun pidana penjara usai terbukti merugikan negara sebesar Rp 6 miliar, sebelum akhirnya mengajukan banding menjadi lima setengan tahun penjara.