BPRNews.id - Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Mei 2024, Bank Perekonomian Rakyat (BPR) secara nasional telah menyalurkan kredit sebesar Rp143,92 triliun. Namun, nilai kredit yang tergolong bermasalah, seperti macet, diragukan, atau kurang lancar, mencapai Rp16,37 triliun, atau sekitar 11,37% dari total penyaluran.
Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) BPR pertama kali melampaui 11% pada April 2024, mencatat rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir, seperti yang terlihat pada grafik. Berdasarkan informasi dari situs OCBC Bank, rasio NPL antara 8-12% sudah dianggap "kurang sehat".
Namun, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menyatakan bahwa secara keseluruhan kinerja BPR masih baik, meskipun ada beberapa yang mengalami masalah serius.
"Kinerja BPR secara keseluruhan cukup bagus, tetapi ada beberapa yang masih menghadapi masalah mendasar, bahkan terkait dengan penipuan," ungkap Dian Ediana Rae.
Dia juga menjelaskan bahwa penutupan sejumlah BPR adalah langkah untuk memperkuat sektor perbankan. "Jangan heran jika kami terpaksa menutup beberapa BPR baru-baru ini. Semua ini dilakukan untuk memperkuat sektor perbankan kita," ujarnya.
Pada paruh pertama tahun ini, OJK telah mencabut izin usaha dari 14 BPR, antara lain:
Sebagai pengingat, BPR adalah lembaga perbankan yang beroperasi secara konvensional atau syariah, tetapi tidak menyediakan jasa lalu lintas pembayaran. Ruang lingkup kegiatan BPR lebih terbatas dibandingkan dengan bank umum, karena mereka tidak diperbolehkan menerima simpanan giro, melakukan transaksi valas, atau perasuransian.
Berikut ini adalah kegiatan usaha yang diperbolehkan untuk BPR menurut ketentuan OJK: