Standard Post with Image
BPR

Bank Daerah Karanganyar Raih Penghargaan Top 100 BPR Nasional

BPRNews.id - PT BPR Bank Daerah Karanganyar (Perseroda) telah meraih penghargaan bergengsi, yakni TOP 100 BPR Award 2024 dari The Finance Magazine. Penghargaan ini diberikan pada Jumat (21/6) dalam sebuah seremoni di Royal Ambarukmo Hotel, Yogyakarta.

BDK terpilih dari 1.393 BPR se-Indonesia per Februari 2024 berdasarkan beberapa kriteria, termasuk permodalan (CAR), pertumbuhan aset, kredit yang disalurkan, serta non-performing loan (NPL). Penilaian lainnya mencakup loan deposit ratio (LDR), BOPO (biaya operasional dibagi pendapatan operasional), pertumbuhan dana pihak ketiga berupa tabungan dan deposito, serta pertumbuhan laba tahun berjalan.

"Dari semua aspek penilaian, BDK dinyatakan sangat sehat dan pertumbuhan bisnisnya signifikan setiap tahun," ujar Haryono, Direktur Utama PT BPR BDK, pada Minggu (23/6). Keberhasilan ini diraih berkat pengelolaan profesional, SDM berkualitas, dan strategi yang tepat, yang memungkinkan bisnis terus tumbuh dengan sehat.

Haryono juga menyoroti kepercayaan yang tinggi dari masyarakat Karanganyar dan sekitarnya, serta komitmen tinggi dari Pemkab Karanganyar dalam menambah modal, sebagai faktor penting dalam menjaga kinerja BDK yang sehat. Penerapan good corporate governance dan adanya penjaminan keamanan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turut mendukung kesuksesan BDK.

"Penghargaan ini membuat BDK semakin optimistis menghadapi era digital dan persaingan industri BPR serta regulasi yang ketat," tambah Haryono. UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) juga membawa angin segar bagi BPR, dengan memperluas fungsi dan peran BPR Bank Daerah seiring dengan ruang kegiatan usaha yang kian besar.

Haryono menegaskan bahwa penghargaan ini membuktikan pengelolaan Bank Daerah secara profesional, independen, dan akuntabel dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. "Ini akan mendorong masyarakat untuk lebih percaya dalam menempatkan dana maupun meminjam dana untuk kebutuhan modal usaha atau kebutuhan multiguna," pungkasnya.

 

Standard Post with Image
BPR

Tantangan Kredit Bermasalah dan Modal Minim Menghantui Industri BPR

BPRNews.id - Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) kini menghadapi tantangan besar dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah NonPerforming Loan (NPL), termasuk kredit macet. Tantangan ini muncul seiring berakhirnya masa restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL BPR melonjak menjadi 10,7% per Maret 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan Maret 2023, di mana rasio NPL berada pada level 8,51%. Tren kenaikan ini sudah terlihat sejak awal tahun, dengan rasio NPL mencapai 10,25% pada Januari dan 10,55% pada Februari 2024.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menegaskan bahwa perbaikan kualitas kredit menjadi prioritas utama bagi industri BPR saat ini. "Peningkatan rasio NPL ini sejalan dengan berakhirnya masa relaksasi kredit. Ini adalah tantangan besar yang harus diatasi bersama oleh seluruh pelaku industri," ujar Tedy.

Rasio NPL BPR saat ini jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh regulator, yaitu sebesar 5%. "Diperlukan upaya bersama untuk memperbaiki kinerja, baik dari sisi hulu maupun hilir penyaluran kredit," tambahnya.

Selain itu, OJK telah menetapkan persyaratan modal minimum dan modal inti minimum yang harus dipenuhi oleh BPR sesuai dengan POJK Nomor 5/POJK.03/20215. Modal inti minimum BPR telah ditetapkan sebesar Rp6 miliar, yang harus dipenuhi paling lambat pada 31 Desember 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan kredit oleh BPR. "BPR harus memiliki kebijakan yang jelas dalam pemberian kredit, penilaian kualitas kredit, serta menjaga profesionalisme dan integritas dari seluruh jajaran manajemen dan pegawai," jelas Dian.

OJK juga telah menerbitkan POJK No. 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat, yang merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya. Aturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa kredit yang diberikan BPR dikelola dengan baik, memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.

Tantangan lainnya adalah banyaknya BPR yang dicabut izinnya akibat masalah internal, termasuk kasus fraud. Sepanjang tahun ini, sebanyak 12 BPR telah dicabut izinnya oleh OJK. Kasus terbaru melibatkan PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), yang dicabut izinnya oleh OJK pada 21 Mei 2024 berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, industri BPR perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kinerja dan memastikan keberlanjutan usaha di masa depan. Prinsip kehati-hatian, manajemen risiko yang baik, dan pemenuhan persyaratan modal menjadi kunci utama dalam menghadapi masa-masa sulit ini.

 

Standard Post with Image
BPR

OJK Ungkap Tiga Tantangan Utama yang Dihadapi Industri BPR

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) atau RP2B 2024-2027. Visi utama dari RP2B adalah menjadikan BPR sebagai bank yang mampu mendukung kegiatan ekonomi daerah, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menurut Mohamad Miftah, Direktur Pengembangan Perbankan OJK, ada tiga tantangan utama yang dihadapi BPR di era digital 4.0. Tantangan tersebut meliputi permodalan dan disparitas usaha, tata kelola dan infrastruktur produk serta layanan, dan peran BPR dalam perekonomian wilayah.

Miftah menjelaskan bahwa saat ini banyak BPR dan BPRS didominasi oleh bank-bank kecil dengan skala usaha yang terbatas, sehingga kinerja mereka sering kali kurang optimal. "BPR dan BPRS ini cukup banyak, dan sebagian besar didominasi oleh bank-bank kecil dengan kinerja yang masih bisa dinilai kurang optimal," ujarnya dalam Seminar Bisnis BPR bertajuk Transformasi dan Roadmap Pengembangan BPR/BPRS 2024-2027 yang diselenggarakan oleh The Finance pada Jumat, 21 Juni 2024.

Selain itu, BPR dan BPRS juga menghadapi tantangan pemenuhan modal inti minimum sebesar 6 miliar rupiah, yang tenggatnya bagi BPR adalah hingga 31 Desember 2024, sedangkan untuk BPRS adalah pada tahun depan.

Tantangan kedua berkaitan dengan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) di industri BPR dan BPRS yang masih perlu dioptimalkan. "Dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR," kata Miftah. Persaingan usaha dengan berbagai lembaga keuangan juga menjadi tantangan tersendiri.

Dari sisi pengawasan, OJK berkomitmen untuk terus mengawasi BPR dan BPRS secara konsisten. "OJK dihadapkan pada upaya untuk selalu mengawasi BPR dan BPRS secara efektif dan efisien, guna memastikan industri ini tetap sehat dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen," jelasnya.

Kontribusi BPR dan BPRS yang masih terbatas di wilayahnya masing-masing menjadi tantangan ketiga. Hal ini menjadi dasar bagi OJK untuk meluncurkan RP2B, yang dilandaskan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

RP2B memiliki empat pilar utama: penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR dan BPRS, penguatan peran BPR dan BPRS di wilayahnya, serta penguatan pengaturan perizinan dan pengawasan. "Keempat pilar ini dirancang untuk membawa perubahan signifikan dalam industri BPR," ujar Miftah.

Selain itu, RP2B juga memiliki tiga fokus utama: memperkuat modal BPR, mengakselerasi konsolidasi, serta memperkuat tata kelola. Dengan roadmap ini, diharapkan BPR dan BPRS dapat lebih siap menghadapi tantangan era digital dan berkontribusi lebih signifikan terhadap perekonomian daerah.

Dengan penerapan strategi yang tepat, industri BPR diharapkan dapat terus bertumbuh dan beradaptasi dengan perubahan zaman, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui dukungan terhadap UMKM.

 

Standard Post with Image
REGULATOR

BTN Beri Klarifikasi Soal Kasus Hilangnya Dana, OJK Panggil 17 Nasabah

BPRNews.id - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) memberikan perkembangan terbaru terkait kasus hilangnya dana nasabah. Bank BUMN tersebut menegaskan komitmennya untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

Corporate Secretary BTN, Ramon Armando, menyatakan bahwa bank akan mengembalikan dana yang hilang jika pengadilan memutuskan demikian. "Kami siap membayar klaim dari nasabah yang dananya hilang jika pengadilan memutuskan hal tersebut. Tidak ada isu soal itu," ujar Ramon dalam konferensi pers di acara BTN Run, Aryaduta Menteng, Jumat (21/6/2024).

Ramon juga menambahkan, "Namun, kami harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan."

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memanggil 17 nasabah BTN yang menjadi korban dugaan hilangnya dana. Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menyatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki kasus ini dan telah meminta keterangan dari 17 nasabah tersebut.

"Bank wajib bertanggung jawab jika terbukti ada kesalahan di pihak bank, dan OJK dapat mengenakan sanksi," ujar Friderica, yang akrab disapa Kiki, pada Kamis (16/5/2024).

Namun, jika ditemukan bahwa kelalaian berada di pihak konsumen, Kiki menjelaskan bahwa bank tidak akan mengganti dana yang hilang.

Kasus ini menarik perhatian publik dan menggarisbawahi pentingnya keamanan dana nasabah serta tanggung jawab bank dalam melindungi nasabahnya. Dengan penanganan yang tepat, diharapkan kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan.

 

Standard Post with Image
REGULATOR

OJK Paparkan Strategi Ampuh Deteksi Rekening Terkait Judi Online

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan cara efektif dalam mendeteksi rekening yang terlibat dalam aktivitas judi online. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa tidak diperlukan sistem baru untuk mendeteksi rekening terkait judi online, melainkan pemaksimalan sistem yang sudah ada dengan parameter yang jelas.

"Untuk mendeteksi rekening terkait judi online, tidak diperlukan sistem baru. Yang dibutuhkan adalah penyesuaian parameter yang spesifik untuk setiap jenis kejahatan, seperti pencucian uang yang memiliki parameternya sendiri," jelas Dian pada Kamis (20/6).

Dian menambahkan bahwa OJK terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk perbankan, untuk menyempurnakan parameter ini. "Kami sedang mempersiapkan sistem yang memungkinkan bank bekerja lebih efisien dalam memberantas segala jenis kejahatan ekonomi," ujarnya.

Selain penyesuaian parameter, koordinasi juga dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan perbankan terhadap aliran dana terkait judi online, terutama untuk transaksi di bawah Rp500 juta. Transaksi di atas Rp500 juta sudah ditangani oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Kami terus berkoordinasi dengan bank-bank untuk memastikan mereka memiliki sistem dan parameter yang tepat. Semua pemilik rekening yang terlibat dalam judi online sudah kami informasikan ke seluruh bank agar mereka waspada," kata Dian.

OJK telah menutup sekitar 5.000 rekening terkait judi online dan jumlah ini dipastikan akan terus bertambah seiring dengan deteksi yang terus dilakukan. "Kami terus meningkatkan pertemuan dengan para Direktur Kepatuhan untuk menemukan pola yang tepat dalam membersihkan sistem keuangan dari kejahatan ekonomi," tambahnya.

Judi online semakin meresahkan di Indonesia karena perputaran uang yang besar di balik bisnis ilegal ini. PPATK mencatat transaksi terkait judi online dari Januari hingga Maret 2024 mencapai lebih dari Rp100 triliun, dan total transaksi kini mencapai Rp600 triliun.

"Pada tiga bulan pertama tahun ini saja, perputaran transaksi sudah mencapai lebih dari Rp100 triliun. Jika dijumlahkan dengan tahun-tahun sebelumnya, totalnya sudah lebih dari Rp600 triliun," ungkap Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, pada Jumat (14/6).

Selain jumlah uang yang besar, PPATK mengungkap bahwa judi online juga menjebak 2,19 juta warga berpenghasilan rendah. Jumlah ini setara dengan 79 persen dari total pemain judi online di Indonesia yang mencapai 2,76 juta. Mayoritas pemain judi online berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, dan pegawai swasta yang melakukan taruhan dengan nominal kecil di bawah Rp100 ribu.

PPATK menegaskan pentingnya langkah tegas dan terkoordinasi untuk memberantas judi online demi melindungi masyarakat, khususnya golongan berpenghasilan rendah yang rentan terjerat dalam aktivitas ilegal ini.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News