Standard Post with Image
BPR

Bank Lestari Berada di 10 Besar BPR Terbesar di Indonesia

BPRNews.id - Bank Perekonomian Rakyat (BPR) merupakan salah satu pilar utama dalam mendorong perekonomian masyarakat Indonesia, khususnya di sektor UMKM. Dengan fokus pada pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, BPR memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Salah satu BPR yang telah berkontribusi besar adalah Bank Lestari Bali. Bank ini menduduki peringkat kedua dalam daftar 10 BPR terbesar di Indonesia.

BPR Lestari Bali, yang berlokasi di Pulau Dewata, didirikan pada 22 Maret 1989 dengan nama BPR Sri Artha Lestari. Pada tahun 1999, bank ini diakuisisi oleh Alex Purnadi Chandra bersama rekan-rekannya Eddy Ateng, Effendy Intan, dan Eric Chandra, yang kemudian mengubah namanya menjadi BPR Lestari. Pada awal berdirinya, bank ini memiliki aset sebesar Rp300 juta. Namun, berkat perkembangan yang pesat, pada tahun 2022 asetnya mencapai Rp6,9 triliun.

BPR Lestari Bali juga telah menerima berbagai penghargaan, termasuk penghargaan sebagai Bank Teraktif dalam Meningkatkan Literasi Keuangan Masyarakat dalam LPS Banking Award 2022.

Berikut adalah daftar lengkap 10 BPR terbesar di Indonesia:

  1. BPR Eka Bumi Artha BPR Eka Bumi Artha, yang dikenal sebagai Bank Eka, didirikan pada tahun 1967 sebagai Bank Pasar Kosgoro. Berbasis di Lampung, bank ini awalnya memiliki modal dasar sebesar Rp3 juta. Pada tahun 2022, Bank Eka mencatatkan aset sebesar Rp9,24 triliun.
  2. BPR Lestari
  3. BPR Surya Yudhakencana Berlokasi di Banjarnegara, Jawa Tengah, BPR Surya Yudhakencana didirikan oleh Satrio Yudiarto pada tahun 1992. Dengan modal awal Rp120 juta, bank ini kini memiliki aset sebesar Rp2,75 triliun per tahun 2022 dan mempekerjakan 1.108 karyawan.
  4. BPR Hasamitra Didirikan oleh Yonggris Lao pada 15 November 2018 di Makassar, BPR Hasamitra kini menjadi salah satu BPR terbesar di Indonesia dengan aset sebesar Rp2,63 triliun pada tahun 2022.
  5. BPR Modern Express Berdiri sejak tahun 1988 di Maluku dan didirikan oleh Sonny Waplau, BPR Modern Express pada tahun 2023 menerima penggabungan dari 9 Bank BPR Group Modern Multiartha, sehingga asetnya mencapai Rp6,72 triliun.
  6. BPR KS Didirikan pada 14 September 1990 di Bandung, BPR KS awalnya memiliki modal dasar sebesar Rp250 juta dan pada tahun 2022, asetnya mencapai Rp2,21 triliun. BPR ini juga telah meraih sertifikasi ISO 27001:2012.
  7. BPR Jawa Timur Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BPR Jawa Timur didirikan pada tahun 2000 dan telah berkembang dengan 32 kantor cabang serta total aset sebesar Rp3,01 triliun.
  8. BPR BKK Jateng Berlokasi di Jawa Tengah dan didirikan pada 2 Juli 2019, BPR BKK Jateng pada tahun 2022 memiliki aset sebesar Rp2,54 triliun.
  9. BPR Palu Lokadana Utama Berdiri pada tahun 1994 di Palu, Sulawesi Tengah, BPR ini mencatatkan aset sebesar Rp2,30 triliun pada tahun 2022 dan bergabung dengan Bank BPR Modern Express pada tahun 2023.
  10. BPR Universal Didirikan pada 2 Juni 2003 oleh Kaman Siboro dan Stephen Satyahadi dengan aset awal Rp4 miliar, BPR Universal pada tahun 2022 mencatatkan aset sebesar Rp1,33 triliun.

BPR-BPR ini telah berperan penting dalam menggerakkan perekonomian rakyat dan mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia melalui berbagai produk keuangan yang mereka tawarkan.

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Kinerja Perbankan di OJK Kediri Meningkat, Likuiditas dan Kredit Terus Bertumbuh Stabil

BPRNews.id - Industri jasa keuangan di wilayah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri menunjukkan kinerja yang stabil dan positif pada April 2024. Data terbaru mengungkapkan bahwa sektor perbankan dan industri BPR/BPRS di wilayah ini mengalami pertumbuhan yang signifikan, didukung oleh likuiditas yang memadai dan permodalan yang solid.

Menurut laporan OJK Kediri, kredit yang disalurkan oleh bank-bank di wilayah ini tumbuh sebesar 5,01 persen (year-over-year/yoy), mencapai total Rp86,67 triliun pada April 2024. Sektor UMKM menerima porsi signifikan dengan 60,43 persen dari total kredit yang disalurkan. Kualitas kredit juga tetap terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,30 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga menunjukkan kinerja positif, tumbuh sebesar 7,59 persen (yoy) menjadi Rp101,45 triliun. Tabungan dan deposito masing-masing mendominasi pertumbuhan DPK dengan persentase 63,46 dan 25,39 persen.

Industri BPR/BPRS di wilayah kerja OJK Kediri juga mencatat kinerja yang stabil. Tingkat Capital Adequacy Ratio (CAR) mencapai 45,16 persen, menunjukkan kekuatan modal yang cukup untuk menghadapi risiko. Tingkat likuiditas terlihat memadai dengan cash ratio sebesar 10,48 persen. Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat menjadi 100,47 persen, dipengaruhi oleh perubahan parameter perhitungan yang mengikuti regulasi terbaru OJK.

OJK Kediri terus menguatkan kegiatan edukasi, inklusi keuangan, dan perlindungan konsumen melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan di wilayah ini.

Dengan kinerja yang positif ini, sektor perbankan di wilayah OJK Kediri diproyeksikan akan terus tumbuh dan mendukung perekonomian lokal, terutama melalui peningkatan akses pembiayaan bagi sektor UMKM dan usaha kecil lainnya.


 

Standard Post with Image
BPR

Tantangan dan Peluang Terkini Bisnis Bank Perekonomian Rakyat (BPR)

BPRNews.id - Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah saat ini menghadapi berbagai tantangan baik dari faktor eksternal maupun struktural internal. Implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) diharapkan mampu memberikan penguatan yang belum pernah dimiliki BPR sebelumnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyoroti bahwa dalam jangka pendek, dinamika global dan tren digitalisasi akan terus menjadi tantangan utama yang mempengaruhi perkembangan BPR ke depan.

"Akselerasi digitalisasi produk dan layanan bagi BPR dan BPRS adalah salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing mereka di tengah persaingan dengan lembaga jasa keuangan lainnya," ungkap Dian dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (18/6/2024).

Selain itu, Dian menekankan pentingnya sinergi dengan lembaga jasa keuangan lainnya, terutama dalam pengembangan produk dan layanan. OJK sendiri telah menerbitkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR/S untuk tahun 2024, di mana akselerasi digitalisasi menjadi pilar kedua.

"Pilar ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, integritas, serta daya saing melalui pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan bisnis dan operasional BPR/S," jelasnya.

Pemanfaatan teknologi informasi (TI) dianggap tak terelakkan di era digital saat ini. Dian menambahkan bahwa TI harus diterapkan baik dalam operasional sehari-hari maupun kegiatan bisnis, dengan dukungan SDM yang berkualitas dan infrastruktur TI yang memadai.

Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, kinerja industri BPR dan BPRS tetap terjaga dengan baik. Data per Maret 2024 menunjukkan total aset BPR dan BPRS tumbuh 7,34% year-on-year (yoy) mencapai Rp216,73 triliun. Penyaluran kredit dan pembiayaan meningkat 9,42% yoy menjadi Rp161,90 triliun, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 8,60% yoy mencapai Rp158,8 triliun.

Beberapa BPR telah menunjukkan komitmen mereka terhadap digitalisasi untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang beragam dan meningkatkan profitabilitas. Direktur BPR Supra Artapersada, Jeffry Thambunanto, menyatakan bahwa Bank Supra mengembangkan layanan digital bagi nasabah melalui mobile banking dan internet banking.

"Kami menyediakan akses layanan keuangan kepada nasabah pedagang pasar tanpa harus datang ke kantor cabang dengan menyediakan ATM setor tarik," kata Jeffry kepada Bisnis.

Sejalan dengan itu, Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, menekankan pentingnya fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis. Menurutnya, kunci pertumbuhan bisnis terletak pada segmentasi pasar yang tepat, teknologi dan digitalisasi, peningkatan layanan pelanggan, serta membangun jaringan kolaborasi.

"BPR Hasamitra terus menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga, seperti asosiasi bisnis lokal, lembaga pendidikan, dan lembaga non-profit, untuk memperluas jaringan pelanggan dan mendapatkan dukungan dalam pemasaran dan pengembangan," ungkap Nyoman.

Dengan berbagai strategi ini, industri BPR diharapkan dapat terus bertumbuh dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan masa depan.


 

Standard Post with Image
BPR

Percepatan Digitalisasi, Kunci BPR Menghadapi Tantangan Global

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus segera mempercepat digitalisasi untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa industri BPR, baik konvensional maupun syariah, selalu dihadapkan pada tantangan eksternal dan struktural internal. “Dalam jangka pendek, dinamika global dan tren digitalisasi masih menjadi tantangan utama yang akan mempengaruhi perkembangan BPR ke depan,” ujar Dian dalam keterangan resminya pada Selasa (18/6/2024).

Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) diharapkan dapat memberikan kekuatan baru bagi BPR. Dian menambahkan, akselerasi digitalisasi produk dan layanan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing BPR dengan lembaga jasa keuangan lainnya.

Digitalisasi juga memungkinkan BPR untuk menjalin sinergi dengan lembaga keuangan lain dalam pengembangan produk dan layanan. Untuk mendukung ini, OJK telah menerbitkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR pada tahun 2024, dengan pilar kedua berfokus pada akselerasi digitalisasi.

"Pilar kedua dalam peta jalan ini bertujuan meningkatkan efisiensi, integritas, dan daya saing melalui pemanfaatan teknologi informasi dalam operasional dan bisnis BPR," jelas Dian.

Pemanfaatan teknologi informasi (TI) tidak bisa dihindari di era digital ini. Dian menekankan bahwa TI harus diterapkan baik dalam operasional sehari-hari maupun kegiatan bisnis, didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan infrastruktur TI yang memadai.

Data OJK menunjukkan bahwa hingga Maret 2024, terdapat 1.392 BPR dan 174 BPR Syariah (BPRS). Total aset BPR dan BPRS mencapai Rp 216,73 triliun, tumbuh 7,34 persen secara tahunan (year-on-year). Penyaluran kredit dan pembiayaan industri BPR dan BPRS tercatat sebesar Rp 161,90 triliun, tumbuh 9,42 persen secara tahunan. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 158,8 triliun, tumbuh 8,60 persen secara tahunan.

Dengan percepatan digitalisasi dan dukungan regulasi, BPR diharapkan mampu bersaing dan bertahan dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang.

 

Standard Post with Image
BPR

Tiga Petinggi BPR Kota Kediri Akan Segera Disidangkan dalam Kasus Korupsi

BPRNews.id - Kasus korupsi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Kediri memasuki tahap baru. Tiga petinggi bank tersebut, yaitu mantan Direktur Utama SG, Direktur SH, dan Kepala Bagian Marketing AD, akan segera menjalani proses persidangan setelah kasus mereka dilimpahkan untuk tahap kedua.

Kanit Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri, Nur Ngali, menyatakan bahwa ketiga tersangka akan diserahkan kepada jaksa penuntut umum bersama barang bukti yang telah lengkap. "Berkasnya sudah lengkap dan siap dilimpahkan," ujar Nur Ngali.

Setelah melakukan penelitian berkas perkara, penyidik memastikan bahwa berkas tersebut telah siap untuk dilimpahkan. Namun, Nur Ngali belum dapat memastikan kapan pelimpahan tahap kedua akan dilakukan, dengan alasan masih menyesuaikan waktu.

"Kami masih menyesuaikan jadwal untuk pelimpahan," jelasnya, menekankan bahwa perkara ini akan segera ditindaklanjuti.

Pada Oktober 2023, Kejari Kota Kediri telah menetapkan tiga petinggi BPR tersebut sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. Ketiga tersangka diduga terlibat dalam memberikan persetujuan kredit yang melanggar prosedur. Mereka tidak mematuhi prosedur pemberian kredit, mulai dari validasi dokumen hingga verifikasi usaha calon debitor.

Sebelum pinjaman tersebut disetujui, ketiga petinggi ini mengadakan rapat komite kredit untuk menilai kelayakan pemberian kredit. Namun, rapat tersebut ternyata melanggar prosedur yang berlaku, sehingga menyebabkan terjadinya korupsi.

Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di sektor perbankan yang merugikan masyarakat dan kepercayaan terhadap lembaga keuangan. Proses persidangan yang akan segera berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan dan menjadi pelajaran bagi para pelaku lainnya di sektor perbankan.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News