Standard Post with Image
bank umum

Memberhentikan Direksi dan Komisaris di Tengah Jalan Kini harus Mendapat Persetujuan OJK

Bprnews.id - Pemberhentian atau penggantian Komisaris Independen sebelum periode masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan OJK terlebih dahulu. Para kepala daerah, yang hobi memberhentikan direksi BPD di tengah jalan, kini tak bisa lagi main “copot” secara subjektif.

Pergantian direksi dan komisaris bank umum (tak hanya BPD) kini diatur sesuai dengan tata kelola yang baik. Saat ini semua ada tata caranya. Tak seperti kasus-kasus sebelumnya yang terjadi di beberapa BPD, Mereka tidak bisa main copot dan sesukanya lagi memberhentikan sekalipun yang melakukan adalah pemegang saham pengendali (PSP).

Beberapa waktu lalu, OJK mengeluarkan POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum. POJK Tata Kelola ini terdiri atas 23 bab. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menegaskan, POJK ini menjadi payung hukum. Ini juga berlaku bagi syariah.

Itu artinya, Lengkap untuk  kepengurusan direksi dan komisaris, termasuk tata cara pemberhentian direksi dan komisaris , menyelaraskan berbagai ketentuan, baik terkait aspek tata kelola yang diatur dalam ketentuan tersendiri maupun ketentuan lain.juga, memberikan penguatan atau penyesuaian, selaras dengan kebutuhan perbankan terkini.

Selain itu, POJK ini mengatur tentang remunerasi, penyediaan dana, dan pengaturan dividend payout ratio. Pemegang saham tidak boleh lagi sesuka hati mengambil dividen. Bank harus mempunyai kebijakan tentang dividen dan dikomunikasikan kepada pemegang saham. Kebijakan dividen ini tidak mengatur besaran persentase.

Boleh jadi, POJK tentang tata kelola bagi bank umum ini benar-benar melindungi kepentingan bank, sehingga mempunyai daya tahan terhadap tantangan ke depan, selain memang untuk keberlanjutan operasional bank. Pengaturan tentang tata kelola ini juga menjawab keluhan para direksi, terutama direksi BPD, yang sering kali diintervensi PSP dengan banyak kepentingan politik praktis.

Bahkan, dari sisi waktu, POJK ini tepat, karena keluar di tahun politik seperti sekarang ini. Para pejabat (PJ) gubernur yang kini mayoritas menggantikan gubernur terpilih kerap kali membuat kebijakan pergantian direksi dan pengalihan dana pemda keluar dari BPD. Jadi, kini para pemegang saham tidak lagi bisa main copot dan memberikan perintah-perintah yang memandulkan BPD.

Pasal 11 dari POJK tentang Tata Kelola ini menegaskan bahwa pemberhentian atau pergantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari OJK sebelum diputuskan dalam RUPS.

Jelas ditegaskan, sebelum direktur utama dan direktur kepatuhan diberhentikan harus ada izin OJK. Tidak hanya izin pemberhentian, OJK juga akan melakukan penilaian tentang sebab musabab. Oleh karena itu, sebelum pemberhentian, izin sudah harus disetujui oleh OJK, karena bisa jadi OJK tidak menyetujui pemberhentian. Bahkan, tertulis dalam pasal 13 mengenai kewenangan OJK dalam melakukan koreksi dan evaluasi terhadap tindakan pengangkatan, pemberhentian, pergantian, dan/atau pengunduran direksi melalui perintah tertulis.

Harus diakui, dalam hal pergantian direksi mendadak ini, OJK “pasang badan” dan tetap menjaga tata kelola yang baik. Pasal-pasal tentang pencopotan direksi menjadi jawaban atas tindakan serampangan PSP yang sebagian besar dilakukan kepala daerah (PSP) terhadap direksi BPD.

Selain itu, OJK menjaga tindakan PSP yang selama ini main ambil dividend payout tanpa memperhatikan kondisi bank. Banyak BPD yang perlu modal, tapi justru dividen yang dibagi besar. Alasannya, karena pendapatan asli daerah (PAD) terbesar dari BPD, maka perlu diambil untuk pembangunan. Jelas, logika ini perlu diluruskan.

Harapan ke depannya, selain POJK Tata Kelola ini diterapkan secara konsisten dan tegas, OJK harus punya keberanian untuk tidak mengindahkan PP 54 Tahun 2017 yang justru mengerdilkan BPD. Pasal-pasal tentang direksi dan komisaris banyak bertentangan dengan POJK Tata Kelola ini. Semoga OJK tidak bilang, sepanjang tidak diatur dalam POJK, maka tetaplah berlaku. Harapannya OJK secara tegas menyatakan bahwa PP 54 Tahun 2017 tidak berlaku bagi BPD dan hanya berlaku bagi BUMN non-bank.

Tapi, jujur, keberanian OJK “pasang badan” dalam pergantian direksi ini patut diapresiasi, karena jangan sampai bank rela dijadikan “sapi perahan” oleh pemegang saham. Di lain sisi, jangan sampai pula bank diisi oleh orang-orang yang bisa membahayakan bank. 

Standard Post with Image
ojk

Pemberhentian Direksi dan Komisaris di Tengah Jalan Kini harus mendapat persetujuan OJK

Bprnews.id - Para kepala daerah, yang hobi memberhentikan direksi BPD di tengah jalan, kini tak bisa lagi main “copot” secara subjektif. Pemberhentian direksi dan komisaris di tengah jalan kini harus mendapat persetujuan OJK.

Meski yang melakukan adalah pemegang saham pengendali (PSP), mereka tidak bisa main copot dan sesukanya lagi memberhentikan. Saat ini semua ada tata caranya. Tak seperti kasus-kasus sebelumnya yang terjadi di beberapa BPD. Pergantian direksi dan komisaris bank umum (tak hanya BPD) kini diatur sesuai dengan tata kelola yang baik.

Beberapa waktu lalu, OJK mengeluarkan POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum. POJK Tata Kelola ini terdiri atas 23 bab. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menegaskan, POJK ini menjadi payung hukum. Ini juga berlaku bagi syariah.

Itu artinya, menyelaraskan berbagai ketentuan, baik terkait aspek tata kelola yang diatur dalam ketentuan tersendiri maupun ketentuan lain.juga, memberikan penguatan atau penyesuaian, selaras dengan kebutuhan perbankan terkini. Lengkap mengatur kepengurusan direksi dan komisaris, termasuk tata cara pemberhentian direksi dan komisaris.

Selain itu, POJK ini mengatur tentang remunerasi, penyediaan dana, dan pengaturan dividend payout ratio. Pemegang saham tidak boleh lagi sesuka hati mengambil dividen. Bank harus mempunyai kebijakan tentang dividen dan dikomunikasikan kepada pemegang saham. Kebijakan dividen ini tidak mengatur besaran persentase.

Boleh jadi, POJK tentang tata kelola bagi bank umum ini benar-benar melindungi kepentingan bank, sehingga mempunyai daya tahan terhadap tantangan ke depan, selain memang untuk keberlanjutan operasional bank. Pengaturan tentang tata kelola ini juga menjawab keluhan para direksi, terutama direksi BPD, yang sering kali diintervensi PSP dengan banyak kepentingan politik praktis.

Bahkan, dari sisi waktu, POJK ini tepat, karena keluar di tahun politik seperti sekarang ini. Para pejabat (PJ) gubernur yang kini mayoritas menggantikan gubernur terpilih kerap kali membuat kebijakan pergantian direksi dan pengalihan dana pemda keluar dari BPD. Jadi, kini para pemegang saham tidak lagi bisa main copot dan memberikan perintah-perintah yang memandulkan BPD.

Pasal 11 dari POJK tentang Tata Kelola ini menegaskan bahwa pemberhentian atau pergantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari OJK sebelum diputuskan dalam RUPS.

Jelas ditegaskan, sebelum direktur utama dan direktur kepatuhan diberhentikan harus ada izin OJK. Tidak hanya izin pemberhentian, OJK juga akan melakukan penilaian tentang sebab musabab. Oleh karena itu, sebelum pemberhentian, izin sudah harus disetujui oleh OJK, karena bisa jadi OJK tidak menyetujui pemberhentian. Bahkan, tertulis dalam pasal 13 mengenai kewenangan OJK dalam melakukan koreksi dan evaluasi terhadap tindakan pengangkatan, pemberhentian, pergantian, dan/atau pengunduran direksi melalui perintah tertulis.

Harus diakui, dalam hal pergantian direksi mendadak ini, OJK “pasang badan” dan tetap menjaga tata kelola yang baik. Pasal-pasal tentang pencopotan direksi menjadi jawaban atas tindakan serampangan PSP yang sebagian besar dilakukan kepala daerah (PSP) terhadap direksi BPD.

Selain itu, OJK menjaga tindakan PSP yang selama ini main ambil dividend payout tanpa memperhatikan kondisi bank. Banyak BPD yang perlu modal, tapi justru dividen yang dibagi besar. Alasannya, karena pendapatan asli daerah (PAD) terbesar dari BPD, maka perlu diambil untuk pembangunan. Jelas, logika ini perlu diluruskan.

Harapan ke depannya, selain POJK Tata Kelola ini diterapkan secara konsisten dan tegas, OJK harus punya keberanian untuk tidak mengindahkan PP 54 Tahun 2017 yang justru mengerdilkan BPD. Pasal-pasal tentang direksi dan komisaris banyak bertentangan dengan POJK Tata Kelola ini. Semoga OJK tidak bilang, sepanjang tidak diatur dalam POJK, maka tetaplah berlaku. Harapannya OJK secara tegas menyatakan bahwa PP 54 Tahun 2017 tidak berlaku bagi BPD dan hanya berlaku bagi BUMN non-bank.

Tapi, jujur, keberanian OJK “pasang badan” dalam pergantian direksi ini patut diapresiasi, karena jangan sampai bank rela dijadikan “sapi perahan” oleh pemegang saham. Di lain sisi, jangan sampai pula bank diisi oleh orang-orang yang bisa membahayakan bank. 

Standard Post with Image
bank umum

Erick Thohir arahkan perekonomian Indonesia Butuh Lebih Banyak Bank Umum Syariah

Bprnews.id - Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Erick Thohir mengarahkan sistem perekonomian dan keuangan yang berbasis syariah dapat populer di dalam negeri dan penyebarannya secara global.

Penguatan ekonomi dan keuangan syariah terus dilakukan Indonesia untuk menjadi pemain utama di sektor ekonomi berbasis syariah. Kontribusi sektor ekonomi syariah meningkat, meskipum belum maksimal.

Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) periode bakti 2023-2025 Erick Thohir optimitis target perbankan syariah tumbuh hingga 25 persen dapat tercapai. Tentunya, untuk mewujudkan mimpi tersebut perlu didukung dengan memperbanyak jumlah bank syariah di Indonesia.

"Mungkin (mencapai target 25 persen) makanya kita dorong dulu itu kebijakan bank internasipmnal kalau bisa untuk memisahkan unit usaha syariah (UUS) dan bank konvensionalnya. Sehingga tidak banyak sayap. Kalau dipisahkan kan akan banyak bank syariah jadinya kan ada persaingan lebih terbuka. Ini yang kita dorong," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Ahad (1/10/2023).

Erick pun mendorong agar lebih banyak lagi unit usaha syariah (UUS) memisahkan diri dari bank induknya dan segera membentuk bank umum syariah (BUS). Langkah ini, menurutnya perlu dilakukan agar perbankan syariah tidak hanya dimonopoli oleh Bank Syariah Indonesia (BSI).

"Harus ada persaingan bank syariah. Saya harapkan bank syariah lain harus besar lagi," tegasnya.

Disinggung perihal pemisahan unit usaha syariah (UUS) BTN, Erick mengaku saat ini pihaknya masih mempelajari langkah terbaik untuk Bank pelat merah tersebut. Menurutnya, dengan semakin banyaknya bank syariah akan mendorong kompetisi yang lebih positif. 

"Seperti BTN, kami masih pelajari apakah akan menjadi bagian BSO atau mungkin bergaabung demgan bank syariah lainnya seperti dengan bank Muamalat atau dibesarkan sendiri dengan investasi lainnya itu konteks terbuka bagi saya," tuturnya.

Erick juga mengungkapkan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dikantonginya, total aset industri keuangan syariah di Indonesia pada akhir 2022 mencapai lebih dari Rp2.813 triliun, tumbuh sebesar 13,4 persen dari tahun sebelumnya. 

Erick juga menyebut tingkat literasi dan inklusi keuangan Syariah masih rendah, yaitu tercatat 9,14 persen dan 12,12 persen. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan indeks relasi dan inklusi keuangan nasional, yaitu sebesar 49,68 dan 85 persen.

"Untuk itu diperlukan kerjasama dan berbagai pihak. Disini lah peran besar Masyarakat Ekonomi Syariah yang diharapkan dapat berkontribusi secara optimal dalam mengembangkan ekonomi Syariah demi kemaslahan umat,” kata Erick.

 

Standard Post with Image
bank umum

LPS pertahankan suku bunga penjaminan 4,25 persen

Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum pada level 4,25 persen.

Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS periode September 2023 dan berlaku sampai 31 Januari 2024.

“Rapat Dewan Komisioner LPS menetapkan untuk mempertahankan tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum dan bank perekonomian rakyat (BPR) serta simpanan valuta asing di bank umum” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan rupiah untuk bank umum sebesar 4,25 persen, simpanan valuta asing di bank umum sebesar 2,25 persen, dan simpanan rupiah di BPR dan BPR syariah (BPRS) sebesar 6,75 persen.

Purbaya menjelaskan keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan situasi pemulihan ekonomi global sepanjang 2023 serta tahun depan yang masih diselimuti ketidak pastian.

Selain itu, LPS juga mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik yang tumbuh solid didukung oleh sisi konsumsi dan produksi.

Di sisi lain, kinerja industri perbankan tetap terjaga stabil. Hal itu tercermin pada sisi permodalan, likuiditas, dan rentabilitas.

Sementara rasio permodalan (KPMM) industri perbankan terjaga pada level 27,46 persen per Juli 2023.Likuiditas perbankan terjaga dengan alat likuid per non-core deposit (AL/NCD) di level 118,51 persen dan alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 26,49 persen.

Purbaya mengimbau seluruh bank umum dan penyedia jasa pinjaman lainnya yang dijamin LPS untuk menjaga transparansi dan menyampaikan informasi tersebut kepada nasabah atau calon nasabah yang akan menabung.

Diketahui, LPS menaikkan tingkat suku bunga pinjaman rupiah dan valas di bank umum serta rupiah di BPR masing-masing 25 basis poin pada akhir Februari 2023.

Standard Post with Image
BPR

Bank Sleman kembali menorehkan Peringkat II Kategori Besar BPR Terbaik

Bprnews.id - Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Sleman, yakni PT BPR Bank Sleman kembali menorehkan prestasi acara Penganugerahan BUMD Awards 2023. Bank Sleman memperoleh peringkat II Kategori Besar Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Terbaik, di Jakarta, Jumat (29/9/2023).

Penghargaan diserahkan secara langsung oleh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni kepada Direktur Utama PT BPR Bank Sleman, Muhammad Sigit.

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo sebagai pembina BUMD Kabupaten Sleman menyampaikan selamat atas prestasi yang didapatkan salah satu BUMD Kabupaten Sleman. Ia berharap melalui penilaian, pembinaan dan penghargaan yang diberikan Kementrian Dalam Negeri mampu memotivasi BUMD lainnya di Kabupaten Sleman untuk terus meningkatkan kinerja, tata kelola, dan pelayanan kepada masyarakat

“Saya mengucapkan selamat atas prestasi yang ditorehkan salah satu BUMD Kabupaten Sleman yakni PT. BPR Bank Sleman dengan meraih peringkat II Kategori Besar Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Terbaik. Semoga kedepan menjadi motivasi untuk terus meningkatkan kinerja, tata kelola, dan pelayanan kepada masyarakat,” tutur Kustini

Direktur Utama PT BPR Bank Sleman, Muhammad Sigit menyampaikan rasa terima kasih kepada Kemendagri atas penghargaan dan penilaian kepada Bank Sleman. Ia juga mengatakan melalui penghargaan yang diraih, BUMD di seluruh Indonesia termotivasi untuk terus berkembang dan meningkatkan kinerja tata kelola serta sinergi dengan Pemerintah Daerah dalam melayani masyarakat.

“Melalui penghargaan ini kami termotivasi dan dituntut untuk terus meningkatkan kinerja, tata kelola, dan sinergitas dalam memberikan pelayanan dan kemanfaatan kepada masyarakat. Mudah-mudahan tahun depan semakin baik lagi,” kata Sigit.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni melaporkan tujuan penghargaan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja BUMD di seluruh Indonesia. Ia menyebut ada 1056 BUMD di seluruh Indonesia yang dinilai.

“Penghargaan ini bertujuan antara lain sebagai pembinaan dan pengawasan untuk mengetahui kinerja tata kelola BUMD di indonesia, menciptakan iklim kompetitif antar BUMd, dan memotivasi Pemerintah Daerah dalam mengelola dan mengembangkan usaha BUMD, meningkatkan sinergi antara BUMD, Asosiasi BUMD dan Pemda serta mendorong inovasi dalam meningkatkan pelayanan kepada publik,” jelas Agus.

Ia menyampaikan acara ini diselenggarakan atas kerjasama Kemendagri dan Asosiasi BUMD seluruh Indonesia. Aspek yang dinilai antara lain kemanfaatan bagi masyarakat, kinerja, tata kelola, dan pelayanan publik, inovasi dan sinergitas. Penilai berasal dari kementrian lembaga terkait, perguruan tinggi dan media. 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News