Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur berperan sebagai penjaga, membimbing dan mengawasi lembaga-lembaga keuangan untuk memastikan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang kuat. Di bawah pengawasan ketat, Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) di Jawa Timur menghadapi arahan penting mengkonsolidasikan aset mereka jika gagal memenuhi persyaratan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar.
Giri Tribroto, Kepala OJK di Jawa Timur, menunjukkan keyakinannya terhadap BPR dan entitas BPRS di wilayah tersebut, dan mendesak mereka untuk mencapai tolok ukur keuangan ini pada akhir tahun 2024 tujuan ini sejalan dengan ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2021, yang memberikan arahan jelas bagi sektor perbankan lokal di Jawa Timur untuk memperkuat landasan keuangannya.
“Memang targetnya 2024, dan kita masih optimistis itu bisa dilakukan dan bisa dicapai mereka, makanya OJK mendukung adanya konsolidasian jika tidak kuat menambah modal inti, dan ini jadi program OJK mulai tahun ini dan seterusnya,” katanya seusai menggelar Evaluasi Kinerja BPR/BPRS, Selasa (5/12/2023).
Giri mengatakan, tantangan yang masih dihadapi BPR dan BPRS ke depan adalah kondisi eksteral atau global yang masih ada risiko geopolitik, ekonomi dan inflasi serta suku bunga tinggi berkepanjangan yang dapat berdampak pada perekonomian nasional dan regional.
Giri mengatakan ancaman tersembunyi yang ditimbulkan oleh ketegangan geopolitik, fluktuasi ekonomi, inflasi yang terus-menerus, dan momok suku bunga tinggi yang berkepanjangan. Secara bersama-sama, faktor-faktor ini membentuk serangkaian tekanan eksternal yang kompleks dan dapat mempengaruhi lanskap perekonomian nasional dan regional.
“Ini jadi tantangan, tapi kita sudah bisa buktikan bahwa tahun lalu banyak lembaga yang bilan 2023 akan krisis, ternyata di Indonesia khususnya di jasa keuangan perbankan masih bisa tumbuh, ini patut kita syukuri dan semoga tahun depan berlanjut, tentunya dengan sinergi dan kolaborasi semua pihak,” imbuh Giri.
Direktur Pengawasan LJK 1 OJK Jatim, Nasirwan, baru-baru ini memaparkan kondisi terkini BPR dan BPRS di wilayah Jatim dengan total 279 bank yang tercatat, terdapat dorongan penting untuk memperkuat stabilitas keuangan mereka pada tahun 2019, terdapat 114 BPR yang melaporkan modal inti di bawah Rp 6 miliar, yang merupakan ambang batas utama kesehatan operasional saat ini, upaya telah semakin intensif untuk menopang 79 BPR yang tersisa yang belum memenuhi tolok ukur kecukupan modal yang penting ini.
“Lalu sebagian lainnya sebanyak 22 BPR memiliki modal inti masih di bawah Rp3 miliar, jadi mereka agak lebih berat mengatasi persoalan ini. Makanya upaya pertama yang bisa dilakukan adalah mencari investor strategis untuk menjadi mitra BPR, kemungkinan berikutnya adalah konsolidasi atau penggabungan BPR yang memiliki kesamaan startegi bisnis, itu yang akan kita dorong,” paparnya.
Dia menambahkan, secara umum kinerja (BPR) dan (BPRS) di Jatim merupakan bukti meningkatnya ketahanan perekonomian daerah dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencatat pertumbuhan luar biasa dan penyaluran kredit yang mencapai titik tertinggi, jelas bahwa BPR dan BPRS bukan hanya sekedar pemain skala kecil di sektor keuangan.
Per September 2023, BPR dan BPRS di Jawa Timur mengumpulkan DPK sebesar Rp17,2 triliun, tumbuh sebesar 22,62% year-on-year, didukung dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang tinggi sebesar 78,16%. Selain itu, penyaluran kreditnya melonjak hingga Rp16,7 triliun yang menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 16,58%.
Sementara tingkat rasio kualitas kredit atau Non Performing Loan (NPL) gross (BPR) dan (BPRS) telah menyentuh angka yang cukup signifikan, yaitu 10,77%. Angka ini menjadi sinyal peringatan bagi lembaga keuangan untuk memperkuat fondasi permodalannya, sebagai upaya preventif untuk meredam potensi lonjakan NPL lebih lanjut.
Di sisi lain, meski marketshare BPR dan BPRS di Jawa Timur dalam penyaluran kredit masih bertengger di angka rendah, yakni 3% dari total industri perbankan, tren positif tetap terlihat dari pertumbuhan yang konsisten di tahun-tahun belakangan.
Adapun dalam kegiatan evaluasi kinerja BPR/BPRS se-Jatim tersebut juga dilakukan kerja sama antara asosiasi Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) dengan Universitas Airlangga, UINSA dan UPN melalui program Wani Sinau (Wadah antara Industri Jasa Keuangan Sinergi dengan Universitas).
Ketua DPD Perbarindo Jatim, Angga Surya Wijaya mengatakan melalui kerja sama ini, diharapkan mahasiswa dapat lebih mengenal BPR sekaligus memungkinkan untuk mengikui program magang di BPR guna mengisi kekurangan SDM di BPR.
Adapun dalam kegiatan evaluasi kinerja BPR / BPRS se-Jatim guna menguatkan evaluasi kinerja mereka hal ini direalisasikan melalui sinergi strategis yang melibatkan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), bersama dengan perguruan tinggi ternama seperti Universitas Airlangga, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), dan Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" (UPN).
Kolaborasi inovatif ini dimanifestasikan dalam program 'Wani Sinau', yang dirancang sebagai wadah sinergi antara industri jasa keuangan dan institusi pendidikan. Angga Surya Wijaya, Ketua DPD Perbarindo Jatim, menekankan harapannya agar kerja sama ini tidak hanya membuka peluang bagi mahasiswa untuk memperdalam pemahaman mengenai BPR tetapi juga menciptakan jalur untuk mereka berpartisipasi dalam program magang yang dapat membantu mengatasi kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) di BPR.
“Kita berharap ada literasi yang masuk dan bisa jadi inklusi keuangan lalu pemenuhan sumer daya insani, serta bagaimana mahasiswa ini akan jadi calon banker di BPR/BPRS,” ujarnya.
Universitas Airlangga (Unair) telah mengambil langkah maju di bawah kepemimpinan Direktur Pendidikan Sukardiman mengumumkan perubahan transformatif dalam kurikulum pragmatis universitas, Sukardiman menandai metamorfosis program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang tradisional menjadi Belajar Bersama Komunitas (BBK) yang inovatif. Inisiatif yang dirancang ulang ini siap untuk mengerahkan 2.800 kader mahasiswa Unair langsung ke tengah masyarakat, di mana mereka akan terlibat dan berkolaborasi dengan masyarakat lokal melalui BPR/BPRS
“Mahasiswa akan belajar bagaimana pengelolaan keuangan yang baik dan benar, lalu mereka akan mentransfer literasi keuangan itu ke daerah binaan kita. Paling tidak, melalui kerja sama ini mahasiswa kita bisa jadi salah satu agen perubahan, dan perekrutan awal di BPR/BPRS,” imbuhnya.