Bprnews.id - Lanskap perbankan syariah di Sumatera Utara, Indonesia, mengalami peningkatan yang melambangkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap solusi keuangan syariah.
Berdasarkan temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera yang terdiri dari 7 bank syariah dan 8 unit usaha syariah, telah berkembang pesat. Pada bulan Oktober 2023, lembaga-lembaga keuangan syariah ini mencapai tonggak sejarah yang luar biasa, dengan aset yang melonjak hingga Rp22,83 triliun yang menandai pertumbuhan signifikan sebesar 12,54% dari tahun ke tahun. 6,70% dari total aset seluruh bank di provinsi tersebut, meningkat signifikan dari sebelumnya sebesar 6,43% pada akhir tahun 2022.
Menurut Anton Purba, Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan OJK Sumatera Utara, angka ini mewakili 6,70% dari total aset seluruh bank di provinsi tersebut. Lonjakan nilai aset merupakan indikasi jelas meningkatnya popularitas dan penerimaan layanan perbankan syariah di kalangan penduduk wilayah tersebut.
“Per Maret 2023, total DPK di bank syariah mencapai Rp18,81 triliun, bertumbuh sebesar 3,20% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan,” tuturnya, Jumat (8/12).
Total pembiayaan syariah yang kini telah menembus angka Rp16,60 triliun, dengan pertumbuhan yang mengesankan sebesar 11,59% secara year-on-year (yoy).
Peningkatan tersebut tidak terlepas dari rasio-rasio indikator kinerja yang solid, tempat di mana perbankan syariah tampak makin tangguh dan efisien. Non-Performing Financing (NPF) yang tetap terjaga di angka 4,62% dan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang sehat di 78,58%, menunjukkan bukan hanya kekuatan namun juga prospek perbankan syariah yang cemerlang.
“Menurutnya perkembangan perbankan syariah memberikan dampak terhadap perekonomian Sumatera Utara dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam sistem Keuangan dan meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau oleh perbankan konvensional,” ungkapnya.
Ia menambahkan dengan mencatat bahwa UMKM menyerap hingga 97% tenaga kerja di Indonesia, menurut data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2020, kita dapat menggarisbawahi pentingnya peningkatan penyaluran kredit dan dukungan finansial bagi sektor ini.
“Hal tersebut juga yang menjadi salah satu dasar bagi OJK dalam menempatkan UMKM sebagai salah satu kategori usaha berkelanjutan, sesuai POJK Keuangan Berkelanjutan (POJK No. 51/POJK. 03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik),” tambahnya.
Sebagai informasi singkat, Keuangan Berkelanjutan adalah dukungan menyeluruh dari sektor jasa keuangan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
“Sejak pandemi covid-19 terjadi, sektor UMKM mengalami penurunan kinerja hingga Desember 2020 yang menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran secara masif. Dan akhirnya di awal tahun 2021, kredit bank umum kepada UMKM mulai meningkat dan terus bertumbuh pesat hingga tahun 2023,” sebut Anton.
Hal ini sebutnya terlihat dari Data menunjukkan bahwa proporsi kredit yang disalurkan kepada pelaku UMKM oleh bank umum nasional terus mengalami tren positif yang konsisten, dengan peningkatan yang signifikan pada rentang tahun 2020 hingga 2023. Pada tahun 2020, share kredit UMKM berada pada angka 26,80% dan terus meroket hingga 31,07% di tahun 2021.
Bahkan pada Oktober 2023, angka tersebut bertahan kuat di level 30,51%, melampaui target nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia sebesar 30%.
“Peningkatkan share kredit UMKM tersebut didukung oleh penyaluran kredit yang terus bertumbuh dengan pesat, dimana per Oktober 2023 tercatat pertumbuhan sebesar 12,45% yoy. Adapun lapangan usaha yang menjadi penyumbang terbesar dalam penyaluran kredit UMKM adalah perdagangan dengan porsi sebesar 45,59 persen, diikuti dengan pertanian dan industri pengolahan,” tandasnya.