BPRNews.id - Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa 124 bank telah menerima insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dengan total nilai mencapai Rp255 triliun. Jumlah ini setara dengan 3,42% dari maksimum likuiditas yang diberikan berdasarkan Dana Pihak Ketiga (DPK), yang batas maksimalnya adalah 4%.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menjelaskan bahwa bank-bank milik negara atau BUMN merupakan penerima manfaat terbesar dari insentif ini, dengan realisasi sebesar 3,8% dari batas maksimal. "Yang paling banyak memanfaatkan adalah kelompok bank umum BUMN, dengan realisasi 3,8% dari 4%," kata Juda dalam konferensi pers RDG Agustus pada Rabu (21/8/2024). Kelompok ini menerima insentif likuiditas KLM sebesar Rp117 triliun.
Posisi kedua ditempati oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang menerima insentif sebesar 3,25% atau Rp24 triliun. Sedangkan, bank swasta nasional, yang terdiri dari 73 bank, menerima insentif sebesar Rp109 triliun. Di posisi terakhir adalah Kantor Cabang Bank Asing (KCBA), dengan 7 bank yang menerima insentif likuiditas senilai Rp3,69 triliun.
Juda menambahkan bahwa evaluasi dan penyesuaian akan terus dilakukan untuk mendorong sektor-sektor tertentu yang membutuhkan dorongan likuiditas. Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa setiap enam bulan BI akan melakukan evaluasi terkait penyaluran insentif KLM, terutama untuk mendorong sektor-sektor padat karya. "Kami akan meninjau insentif likuiditas untuk sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja. Bank yang menyalurkan ke sektor tersebut akan mendapatkan insentif likuiditas, tetapi akan kami tinjau pada waktunya," ujar Perry.
Sebelumnya, sektor-sektor yang mendapatkan prioritas insentif KLM mencakup minerba, non-minerba, perumahan, dan pariwisata. Namun, kini BI telah menambah sektor baru yang juga berhak mendapatkan insentif, termasuk sektor penunjang hilirisasi, konstruksi dan real estate produktif, ekonomi kreatif, otomotif, perdagangan, listrik-gas-air bersih (LGA), serta jasa sosial.