Bprnews.id - Rundi Derma Perkasa, Kepala Divisi Manajemen Risiko Bank Mega Syariah, menyampaikan bahwa sebagai lembaga intermediasi, risiko terbesar yang dihadapi oleh bank adalah risiko kredit atau pembiayaan. Untuk mengantisipasi risiko ini, Bank Mega Syariah telah menerapkan pengelolaan risiko yang sesuai dengan SE OJK no. 25/SEOJK.03/2023, Basel Accord, dan praktik terbaik pasar.
"Pada proses pemberian pembiayaan, Bank Mega Syariah menilai risiko berdasarkan prinsip 5C, yaitu character atau integritas nasabah, capacity yaitu kemampuan membayar, capital atau modal nasabah, collateral yaitu agunan, dan condition atau prospek usaha. Selain itu, bank menerapkan prinsip four eyes, di mana pemberian pembiayaan melibatkan dua unit kerja yang memiliki fungsi bisnis dan risiko," jelas Rundi.
Rundi menjelaskan bahwa kinerja pengelolaan risiko yang baik tercermin dari penilaian parameter-parameter risiko yang sesuai dengan atau lebih baik dari apetite yang telah ditetapkan. Salah satu indikatornya adalah rasio non-performing financing (NPF). Bank Mega Syariah mencatatkan NPF gross sebesar 0,98 persen hingga akhir Desember 2023, yang merupakan salah satu yang terendah dibandingkan dengan bank sejenis.
Selain itu, tingkat modal yang kuat juga menjadi fokus Bank Mega Syariah untuk menyerap potensi kerugian. Capital adequacy ratio (CAR) Bank Mega Syariah per Desember 2023 mencapai 30,86 persen, jauh di atas minimum yang ditetapkan sesuai ketentuan.
Namun, tidak hanya risiko kredit yang menjadi perhatian. Risiko operasional, terutama terkait dengan perubahan teknologi dan keamanan informasi, juga menjadi fokus utama. Bank Mega Syariah telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengantisipasi dan mengelola risiko tersebut, termasuk melakukan pengujian sistem dan aplikasi secara berkala serta menguji efektivitas rencana keberlangsungan bisnis dan pemulihan.
Sementara itu, pada tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha dari empat bank karena tata kelola yang buruk, yang menyebabkan ketidaksehatan bank, menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Langkah ini menegaskan pentingnya pengelolaan risiko yang efektif dalam menjaga kesehatan perbankan.