Bprnews.id - Dugaan praktik kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sarana Utama Multidana (SUM) menjadi sorotan media setelah disinyalir adanya persekongkolan antara oknum pegawai bank dan sejumlah pengusaha.
Kasus ini bermula ketika para korban, yang merupakan pengurus angkot milik PT AJM, diminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) oleh oknum pegawai bank, Romi dan Ari, dengan alasan hanya untuk data sopir.
Identitas pribadi para korban diduga sengaja digunakan oleh oknum pegawai bank untuk memperoleh fasilitas kredit dari Bank BPR tanpa izin yang bersangkutan. Para korban kesulitan mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan lain karena data pribadi mereka tercatat dalam daftar tagihan debitur di Bank BPR.
"Diketahui sejauh ini para Korban nyaris kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari jasa keuangan, sebab data pribadi korban 5ampak tercatat dalam lembaran Daftar tagihan Debitur di Bank BPR," kata Ajiji salah Seorang pengurus Kepada wartawan Minggu (7/1/2024)
Beberapa nama korban tampak tercatat dalam daftar tagihan debitur di Bank BPR atas kredit kendaraan roda empat Daihatsu 2011. Ajiji, salah satu pengurus, menyebut bahwa sejumlah korban merasa dirugikan karena tidak pernah mengajukan kredit di bank tersebut. Munculnya data korban dalam catatan debitur Bank BPR menimbulkan kecurigaan terhadap praktik kredit fiktif.
Sejumlah korban, seperti MGN dan RTH, mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah mengajukan kredit di Bank BPR, dan pada saat yang bersamaan, kendaraan roda empat atas nama mereka tercatat dalam daftar tagihan debitur. Para korban menuntut pertanggungjawaban dari pihak bank atas dugaan penggunaan data pribadi mereka dalam praktik kredit fiktif.
Upaya konfirmasi kepada owner PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sarana Utama Multidana (SUM), Rosa, dan Direktur PT Alma Jaya Mandiri (AJM), Arif, tidak membuahkan hasil karena keduanya tidak memberikan respons. Kasus ini menjadi perhatian media dan masyarakat terkait potensi praktik tidak etis dalam sektor perbankan.