BPR


Karyawan Bank Bpr Modern Gelapkan Dana Sebesar Rp 73 Miliar

Standard Post with Image

Bprnews.id - Di lingkungan mewah Telaga Raja Ambon, rumah mewah Denny Frenklien sangat kontras dengan latar belakang skandal yang telah mengguncang masyarakat setempat dikenal sebagai tokoh terkemuka, Frenklien dihadapkan pada badai hukum karena ia dicap sebagai terdakwa utama dalam kasus penggelapan dana sebesar Rp 73 miliar dari PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Modern Express Ambon.

Pada Rabu 15 November 2023, ruang sidang heboh saat Jaksa Penuntut Umum (JPU), Suwardi membeberkan rincian dugaan keterlibatan terdakwa dalam sidang pendahuluan. Dipimpin oleh Ketua Hakim Harris Tewa dan dua orang hakim pendamping, sidang pertama dibuka di Pengadilan Ambon.

Dalam dakwaannya, JPU membeberkan terdakwa Denny sejak menjabat  sebagai Kepala Bagian Akuntansi dan kemudian menjadi Asisten Manajer Manajemen dan Dukungan di Kantor Operasional Pusat (KPO), Denny diduga menyalahgunakan jabatan kepercayaannya untuk menyedot sejumlah besar uang sebesar 73 miliar Rupiah dari bank yang dipercayakannya.

Dalam dakwaannya, JPU membeberkan terdakwa Denny sejak menjabat

"Terdakwa sejak periode 28 Juli 2015 sampai dengan 27 Januari 2022 mencairkan 85 cek BPR di bank mitra dengan total sebesar Rp73.050.000.000," kata JPU.

"Para terdakwa dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelangguran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut," kata JPU.

JPU mengungkap fakta mengejutkan sejak Denny menjabat sebagai Kepala Seksi Akunting melalui persidangan, terungkap bahwa terdakwa telah mengelola cek dan transaksi yang sejatinya harus di tangan pejabat yang berwenang.

"Bahwa terhadap 85 pencairan cek tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara menuliskan cek lalu meminta persetujuan 2 orang Direksi dari Direksi yang ada yakni Walter Dave Engko, Tjantje Saija, Frank Harry Titaheluw dan Vronsky Calvin Sahetapy tanpa memperlihatkan dokumen yang harus dilampirkan, antara lain: Bukti permintaan dari Teller Kantor Pusat/ Kantor Cabang (remis), Slip penarikan cek, Slip transfer," tambah JPU.

Lanjutnya, terdakwa menggunakan sebagian atau seluruh dana PT. BPR Modern Express yang dicairkan menggunakan 85 cek tersebut untuk kepentingan sendiri.

Pelaku bukan hanya menyalahgunakan dana tapi juga memperkeruh keadaan dengan memanipulasi pencatatan keuangan. Karyawan seperti Romario Beltran Polnaya, Alexander Gerald Pietersz, dan Anhis, hingga kepala akunting Ivan Jostev Maatitawaer, semua diseret kedalam pusaran manipulasi yang dilakukan oleh terdakwa.

Terdawa dalam kasus ini dengan cerdiknya mengeksploitasi kelemahan sistem keamanan internal perusahaan dengan mengakses informasi krusial password dan user id pegawai di bagian akunting lewat metode yang seolah-olah tak terduga meminta akses langsung dengan alasan yang terkesan logis atau dengan sengaja memanfaatkan komputer staf yang terlupa untuk di sign out.

Terdakwa berhasil mengambil langkah-langkah yang menurut banyak pihak tidak terpikirkan bahkan, kemampuannya untuk melakukan otorisasi sendiri ataupun meyakinkan direksi untuk menyetujui berbagai transaksi, terlihat sebagai sebuah reka adegan yang sempurna, sampai tindak penyalahgunaan ini terendus oleh Alexander Gerald Pietersz, Kasi Akunting saat itu, pada Juli 2018.

Keesokan harinya terdakwa menemui Alexan der Gerald Pietersz di kantor untuk konfirmasi dan berniat untuk menghadap Pimpinan dan mengakui kesalahan terdakwa, namun Alexander Gerald Pietersz mengatakan agar terdakwa berpikir dahulu.

Sehari setelah menyadari beratnya pelanggaran yang dilakukannya, terdakwa mencari Alexander Gerald Pietersz di kantornya dengan berat hati, berniat untuk menghadapi pimpinan dan mengakui kesalahannya namun, Alexander, yang menunjukkan kebijaksanaan yang tenang, menyarankan terdakwa untuk berhenti sejenak dan memikirkan langkah selanjutnya.

Menjelang malam, Alexander ke rumah terdakwa melakukan perjanjian rahasia yang menyelubungi kebenaran dalam keheningan konspirasi untuk memperkuat perjanjian gelap itu, Denny tertuduh mengeluarkan uang sebesar Rp 5,8 miliar rupiah sebagai uang tutup mulut.

"Bahwa setelah Alexander Gerald Pietersz mengetahui perbuatan terdakwa yang telah melakukan pembukuan yang tidak benar, maka terdakwa memberikan sebagian dana yang dihasilkan dari
penyimpangan yang dilakukan oleh terdakwa kepada Alexander Gerald Pietersz sebagai "uang tutup
mulut" beberapa kali, dengan total uang Rp 5,8 Miliar," tambahnya.

Dalam kasus yang rumit ini, bukan hanya satu, melainkan total enam individu yang terjerat dalam pusaran skandal tersebut, termasuk Alexander Gerald Pieterz, anggota Dewan Komisaris, dan sekelompok mantan Direksi: Walter Dave Engko, Tjance Saija, Frank Harry Titaheluw, serta Vronsky Calvin Sahetapy .

Perbuatan enam terdakwa diancam melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Usai mendengarkan dakwaan JPU, terdakwa Denny Frengklien Saya melalui kuasa hukumnya keberatan atas dakwaan JPU, sehingga akan mengajukam eksepsi pada sidang Jumat, 17 November 2023. Sedangkan untuk lima terdakwa lainnya tidak mengajukan eksepsi.

 

Bpr
Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News