BPRNews.id - Pada sembilan bulan pertama tahun ini, kinerja bank-bank kategori modal inti (KBMI) 3 cenderung melemah, dengan mayoritas mencatatkan penurunan laba bersih di tengah beban bunga yang meningkat. Hanya beberapa bank di kategori ini yang mampu mencatat pertumbuhan laba, yaitu Bank CIMB Niaga, Bank OCBC NISP, Bank Syariah Indonesia (BRIS), dan Bank Permata.
CIMB Niaga berhasil mencatat laba bersih sebesar Rp5,13 triliun hingga kuartal III 2024, meningkat 4,7% dari tahun sebelumnya. Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga, menjelaskan, “Kenaikan ini didorong oleh penyaluran kredit yang naik 6,4% YoY, terutama dari segmen UKM dan perbankan korporat.”
Sementara itu, Bank Syariah Indonesia (BSI) membukukan laba bersih sebesar Rp5,11 triliun, tumbuh 21,6% YoY. Hery Gunardi, Direktur Utama BSI, menyatakan bahwa pencapaian ini didukung oleh margin bagi hasil yang mencapai Rp18,41 triliun dan peningkatan indikator profitabilitas.
OCBC NISP juga mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 25,24% menjadi Rp3,82 triliun. Presiden Direktur OCBC, Parwati Surjaudaja, mengatakan, “Pertumbuhan ini mencerminkan kepercayaan nasabah, terutama setelah akuisisi PT Bank Commonwealth pada Mei 2024.”
Bank Permata mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 30,1% YoY menjadi Rp2,8 triliun, yang didorong oleh penyaluran kredit di berbagai segmen. Menurut Direktur Utama Meliza M. Rusli, “Kolaborasi dengan Bangkok Bank juga turut mendukung pencapaian ini.”
Sebaliknya, beberapa bank KBMI 3 lainnya mengalami penurunan laba, termasuk Bank Danamon, Bank BTPN, Bank Panin, Maybank Indonesia, dan Bank Mega.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji, menilai bahwa saham bank yang likuid dan menarik untuk diperdagangkan di antaranya adalah CIMB Niaga dan BRIS. Sementara itu, Reza Priyambada dari Reliance Sekuritas menyoroti prospek positif saham NISP, BNLI, BNGA, dan BRIS karena valuasi yang terjangkau serta fundamental yang kuat.
Nafan juga menambahkan, “Bank-bank diharapkan mampu melakukan ekspansi bisnis dengan penurunan suku bunga Bank Indonesia yang dapat mendukung likuiditas.”