bank umum


Masalah Asuransi Meluas, Kepercayaan Masyarakat Rendah

Standard Post with Image

Bprnews.id - Pencabutan izin usaha perusahaan asuransi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pertanda adanya tingkat kerentanan masyarakat terhadap produk asuransi. Hal ini mendorong kita untuk melirik lebih jauh tentang pentingnya aspek penjaminan, mekanisme gagal bayar, dan peningkatan literasi serta inklusi keuangan. Fakta bahwa kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang minim, menjadi penegas pentingnya peran pemangku kepentingan dalam menjaga stabilitas dan kredibilitas industri asuransi.

OJK berani mengambil sanksi berupa pencabutan izin usaha sejumlah pelaku usaha untuk keperluan perbaikan keputusan ini diambil sebagai upaya untuk menjaga pasar tetap aman dan adil bagi setiap investor. Nama-nama yang dilelang antara lain PT Asuransi Recapital, PT Asuransi Parolamas, PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life), PT Asuransi Cigna, dan PT Asuransi Jiwa Kresna Life. Terbaru, pada Kamis (2/11), PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (Indosurya Sukses) juga dicabut izinnya oleh OJK.

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo dalam diskusi pada Selasa, (7/11) Rahardjo menegaskan bahwa kesehatan suatu perusahaan asuransi dapat diukur secara strategis dengan menggunakan model rasio modal, yang sebanding dengan berbagai risiko yang terkait metode yang dikenal dengan Risk Based Capital (RBC) sesuai aturan, suatu perusahaan asuransi dianggap sehat jika menjaga RBC minimal 120%.

OJK mengungkapkan bahwa saat ini ada 10 perusahaan asuransi yang telah dicap sebagai 'bermasalah'. Para perusahaan ini sekarang berada di bawah pengawasan ketat OJK karena dinilai gagal memenuhi ketentuan RBC Selain itu, beberapa di antara perusahaan-perusahaan ini bahkan telah dicabut izin usahanya

”Kesadaran masyarakat masih rendah akibat hilangnya kepercayaan akibat kasus gagal bayarnya asuransi yang saat ini belum terselesaikan, seperti Jiwasraya, Bumiputera, Kresnalife, Wanaarta Life, dan Prolife. Meski literasi tinggi, tingkat inklusi atau keinginan masyarakat rendah karena banyak dikecewakan oleh kasus-kasus gagal bayar sehingga  kesediaan untuk membeli (willingness to buy  ) tidak ada padahal pengetahuannya ada,” ujarnya.

Grafik menunjukkan tingkat penetrasi dan densitas industri asuransi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sumber: Draf Roadmap Perasuransian Indonesia 2023-2027 OJK.

Selain itu, kami juga Irvan menyatakan bahwa meskipun tindakan peringatan dan pencabutan izin usaha yang dilakukan OJK merupakan perbaikan dari masa lalu, namun hal tersebut belumlah cukup. Apalagi jika kasus-kasus kegagalan pembayaran tidak diselesaikan dengan baik sehingga meninggalkan persoalan kepercayaan masyarakat

”Paling penting sekarang pengembalian dana masyarakat yang belum bisa dibayar oleh perusahaan asuransi. Proses likuidasi akan makan waktu lama sehingga OJK harus memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan kepailitan dan PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang). Pengajuan permohonan kepailitan dan PKPU itu setidaknya memberikan kepastian kepada masyarakat dalam jangka waktu 270 hari,” ujarnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembinaan dan Penguatan Sektor Keuangan atau yang dikenal dengan UU P2SK, OJK memiliki kewenangan penuh atas hal permohonan kepailitan dan PKPU dari Masyarakat. Namun OJK selalu menolak permintaan tersebut karena alasan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan dampak sistemik.

Di sisi lain, peta jalan industri perasuransian yang beberapa waktu lalu diluncurkan oleh OJK dan para pemangku kepentingan masih belum mencantumkan beberapa aspek krusial. Salah satunya adalah pembentukan lembaga penjamin polis sebagaimana diamanatkan dalam UU P2SK. Selain itu, mekanisme gagal bayar perusahaan asuransi dan upaya mendorong literasi-inklusi keuangan juga belum dibahas di dalam peta jalan tersebut.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses Lucky Siahaan, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (6/11/2023), mengonfirmasi terkait surat pencabutan izin usaha dari OJK tersebut. Lebih lanjut, pihaknya masih mempelajari poin-poin dalam surat yang diterimanya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses Lucky Siahaan membenarkan diterimanya surat pencabutan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui telepon dari Jakarta, Senin (6/11). Implikasi penuh dari situasi ini dan rincian yang diuraikan dalam surat yang diterima saat ini sedang dalam pengawasan menyeluruh oleh perusahaan.

”Rasio-rasio keuangan (perusahaan) tentu tidak dalam kondisi yang baik, sehingga perusahaan ada dalam status pengawasan khusus, sehingga wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan berupa rencana tindak agar rasio-rasio tersebut menjadi baik,” ujarnya.

OJK menyebut izin usaha yang dilakukan dalam menegakkan peraturan perundang-undangan secara tegas dan konsisten. Langkah ini diambil untuk memastikan industri asuransi yang kuat, dapat dipercaya, dan melindungi konsumen. Apalagi, OJK telah mengeluarkan perintah tertulis yang menginstruksikan Henry Surya, pemegang saham pengendali Prolife, untuk segera memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami perseroan.

Secara industri asuransi Pada Januari hingga September 2023, akumulasi pendapatan premi sektor ini mencapai angka tertinggi baru yaitu Rp 228,51 triliun, meski mengalami kontraksi sebesar 1,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.Lebih lanjut, permodalan industri asuransi terjaga dilihat dari RBC asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing berada di angka 451,23% dan 308,97%, jauh melebihi persyaratan yang disyaratkan yaitu 120%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menuturkan, beberapa perkembangan penyelesaian kasus perusahaan asuransi bermasalah, salah satunya Jiwasraya. Skema penyelamatan pemegang polis Jiwasraya telah mendapatkan persetujuan dari pemegang sahamnya, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan memberikan pilihan untuk mengikuti program restrukturisasi atau tetap berada di Jiwasraya dengan kondisi keuangan defisit.

“Sejak ditawarkan, pemegang polis yang menyetujui restrukturisasi per 31 Agustus 2023 sebesar 99 persen dari seluruh pemegang polis. Jiwasraya tetap kembali menawarkan restrukturisasi kepada seluruh pemegang polis yang belum menetapkan pilihan, termasuk kepada pemegang polis yang telah menolak restrukturisasi,” katanya.

Dalam menyelesaikan pengalihan polis tersebut, restrukturisasi dialihkan ke IFG Life (PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia/BPUI). Rencana tersebut memuat rencana penambahan modal dari BPUI dan rencana fundraising BPUI untuk mempercepat penyelesaian pengalihan polis yang telah menyetujui restrukturisasi. Per September 2023 telah dialihkan liabilitas sebesar Rp 31,14 triliun atau 90,99 persen dari persetujuan pengalihan liabilitas.

Secara akumulatif, Pertumbuhan premi mengalami peningkatan meski terdapat kontraksi sebesar 7,93 persen secara tahunan. Nilai tersebut mencapai Rp 132,0 triliun per September 2023, memperlihatkan adanya perkembangan signifikan. Pendorong utama dari peningkatan ini adalah normalisasi kinerja pendapatan premi dari lini usaha Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi .

Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News