Bprnews.id - BPR Aceh Utara mengalami kebangkrutan yang berujung pada pengambilalihan pengelolaan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai 12 Januari 2024. Aksi ini dilakukan karena bank milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tersebut kekurangan modal untuk menjalankan usahanya. operasionalnya sehingga mengakibatkan bangkrut seperti yang diumumkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh.
Informasi tersebut diungkapkan Penjabat Bupati Aceh Utara Mahyuzar kepada Serambi di Banda Aceh pada Minggu, 14 Januari 2024.
Menurut Mahyuzar, LPS telah mengambil alih BPR Aceh Utara dan seluruh kegiatan dibekukan, termasuk peran BPR Aceh Utara, komisaris dan direksi.
Meski telah dilakukan pengambilalihan, Mahyuzar menyebutkan aktivitas perbankan tetap berjalan seperti biasa di bawah pengelolaan LPS. Dia menjelaskan, kesehatan keuangan BPR Aceh Utara sudah lama terpuruk. Bank konvensional memerlukan suntikan dana dari Bank Aceh Syariah untuk tumbuh dan bertransformasi menjadi lembaga syariah.
“Jadi manajemen keuangan di BPR sudah lama menurun, sedangkan bank ini tidak ada modal untuk berkembang, dan bank ini juga salah satu bank yang masih konvensional di Aceh,” ujarnya.
Pengelolaan keuangan BPR telah mengalami kemunduran selama beberapa waktu, dan bank tersebut kekurangan modal untuk pengembangan. Tercatat BPR Aceh Utara merupakan salah satu bank konvensional yang ada di Aceh.
Pada masa Pj Bupati Azwardi, Pemerintah Daerah Aceh Utara selaku Pemegang Saham Pengendali (SPS) telah mengusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar Bank Aceh Syariah memberikan dukungan finansial kepada BPR Aceh Utara.
Tujuannya adalah untuk memulihkan kesehatan BPR dan memungkinkan transformasi menjadi lembaga yang sesuai dengan syariah. Sayangnya arahan tersebut baru ditindaklanjuti Bank Aceh Syariah sehari sebelum batas waktu yang ditetapkan OJK Aceh pada 12 Januari 2024.
Dana yang diajukan awalnya sebesar Rp 1,8 miliar namun meningkat menjadi Rp 3,6 miliar karena tidak disetujui tepat waktu. Saat ini, untuk melanjutkan rencana tersebut, diperlukan tambahan dana sebesar Rp 6 miliar karena situasi keuangan yang terus negatif.
Mahyuzar mencontohkan, seharusnya Bank Aceh Syariah tahun sebelumnya sudah menyampaikan surat ke OJK Aceh yang menyatakan ketidakmampuan mereka membantu karena BPR masih berstatus konvensional. Hal ini akan memberikan waktu bagi OJK untuk menanggapi surat tersebut.
“Sebab isi surat Bank Aceh menyebutkan bahwa Bank Aceh tidak bisa melaksanakan perintah RUPS, dengan alasan karena di qanun dan aturan OJK menjelaskan bahwa bank syariah tidak boleh membantu bank konvensional,” ungkap Mahyuzar.
Mahyuzar menyatakan ketidakpuasannya terhadap pendekatan Bank Aceh dan menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Aceh Utara akan membicarakan lebih lanjut masalah tersebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRK) untuk mencari solusi. Menurutnya, bantuan Bank Aceh kepada BPR Aceh Utara belum ditanggapi dengan serius.