Langkah tersebut dilakukan OJK Cirebon dengan menggelar evaluasi kinerja dan sosialisasi beberapa Peraturan OJK (POJK), yang dihadiri oleh 40 pengurus dari 19 BPR di wilayah Ciayumajakuning, pada Kamis.
Beberapa POJK yang disosialisasikan dalam forum tersebut antara lain POJK 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Antifraud bagi Lembaga Jasa Keuangan, POJK 11/2024 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan, dan POJK 9/2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah.
Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib, dalam sambutannya menekankan bahwa BPR memiliki peran vital sebagai sumber pendanaan bagi masyarakat, terutama bagi pelaku usaha ultramikro dan mikro yang menjalankan usaha produktif namun belum terjangkau oleh layanan Bank Umum maupun Bank Umum Syariah.
"Untuk menjalankan peran tersebut, BPR perlu tumbuh sehat dan kompetitif, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kontribusi BPR terhadap perekonomian daerah," ujar Agus.
Agus juga menambahkan bahwa tata kelola yang baik adalah hal utama yang harus dipenuhi oleh BPR agar kegiatan usahanya dapat berjalan secara bertanggung jawab, melalui sistem pengendalian internal serta manajemen risiko. Oleh karena itu, OJK terus mendorong agar BPR segera menindaklanjuti POJK 12/2024 yang efektif berlaku mulai 31 Oktober 2024.
"Pengurus BPR diharapkan terus mengampanyekan budaya antifraud kepada seluruh pegawai BPR, termasuk dengan penandatanganan pakta integritas sebagai bentuk komitmen bersama, serta menegakkan ketentuan antifraud dengan sungguh-sungguh," lanjut Agus.
Kinerja BPR di Ciayumajakuning pada periode September 2024 menunjukkan performa yang positif dengan profil risiko serta likuiditas yang memadai. Penyaluran kredit meningkat sebesar 0,53 persen (yoy) menjadi Rp2,07 triliun. Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) turut mengalami peningkatan sebesar 3,62 persen (yoy) menjadi Rp2,21 triliun, meskipun terjadi sedikit penurunan aset sebesar 1,01 persen (yoy) menjadi Rp2,72 triliun.
Dari sisi sektoral, penyaluran kredit didominasi oleh sektor konsumsi sebesar 50,55 persen, diikuti oleh sektor modal kerja sebesar 46,84 persen, dan investasi sebesar 2,61 persen. OJK terus mendorong agar BPR lebih fokus pada penyaluran kredit produktif bagi pelaku UMKM di Ciayumajakuning melalui produk kredit yang terjangkau, mudah, dan murah bagi para pelaku usaha.