REGULATOR


OJK Dorong Konsolidasi Bank Syariah untuk Tingkatkan Daya Saing

Standard Post with Image

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah mendorong konsolidasi di sektor perbankan syariah untuk melahirkan dua hingga tiga bank umum syariah (BUS) besar dalam hal aset, guna meningkatkan daya saing industri perbankan syariah di Indonesia. Hingga semester I-2024, PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI), anak usaha BUMN, masih memimpin pasar dengan aset mencapai Rp360,85 triliun.

Sebelumnya, BTN Syariah, unit usaha syariah dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), hampir menjadi pesaing utama BSI setelah berencana untuk spin off menjadi BUS dan mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. (BMI). Namun, BTN Syariah akhirnya membatalkan rencana akuisisi BMI. Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Deden Firman, mengungkapkan, "Kami mengakui bahwa proses konsolidasi tidak mudah. Jika konsolidasi terjadi, kami akan memfasilitasi dan memberikan dukungan, namun tetap perlu diingat bahwa konsolidasi bersifat business to business (b2b) dan harus mempertimbangkan bentuk bisnis di masa depan."

Deden menambahkan, "Pada akhirnya, keputusan untuk konsolidasi kembali pada entitas bank itu sendiri atau memilih partner yang sesuai, karena sinergi yang diharapkan adalah kunci."

Saat ini, aset Bank Muamalat tercatat sebesar Rp64,9 triliun, sedangkan aset BTN Syariah mencapai Rp54,84 triliun pada kuartal I-2024. Jika BTN Syariah dan BMI bergabung, aset gabungan mereka diperkirakan mencapai Rp119,74 triliun. Namun, BTN Syariah kini mempertimbangkan akuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVS) yang asetnya jauh lebih kecil, mencapai Rp3,12 triliun pada Mei 2024. Dengan akuisisi ini, aset gabungan BTN Syariah dan BVS diperkirakan hanya sekitar Rp57,96 triliun.

Deden juga menyoroti perkembangan BSI yang telah tumbuh signifikan sejak penggabungan Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah pada 2021, yang awalnya memiliki aset sekitar Rp240 triliun dan kini telah berkembang menjadi sekitar Rp360 triliun. "Ini menunjukkan bahwa konsolidasi dapat menghasilkan sinergi dan pertumbuhan organik," ujar Deden.

Dalam konteks peraturan OJK, Deden menjelaskan, bank dapat diminta untuk konsolidasi jika unit usaha syariahnya tidak berkembang dan induknya tidak mampu menumbuhkannya. "UUS yang di-spin off harus memiliki modal minimal Rp1 triliun karena masih bagian dari kelompok usaha bank. Sementara itu, mendirikan bank baru memerlukan modal inti minimum Rp3 triliun," jelasnya.

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat, menilai bahwa pembatalan aksi korporasi adalah hal yang wajar jika kedua belah pihak merasa tidak cocok. "Merger sebaiknya tidak menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan sebelum merger. Penting untuk mencari cangkang yang tepat yang dapat mendukung bisnis secara keseluruhan," pungkas Emir.

 

 

ojk
Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News