BPRNews.id - Kualitas kredit pada bank perekonomian rakyat (BPR) mengalami penurunan, yang tercermin dari meningkatnya rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa nilai kredit bermasalah BPR mencapai Rp 17,06 triliun atau 11,67 persen dari total kredit BPR sebesar Rp 146,22 triliun per Agustus 2024. Angka ini naik dari bulan Juli 2024, di mana kredit bermasalah tercatat sebesar Rp 16,85 triliun dengan rasio NPL 11,58 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan peningkatan kredit bermasalah di BPR adalah berakhirnya sejumlah ketentuan relaksasi pandemi Covid-19 pada Maret 2024.
"Sehingga BPR wajib menyesuaikan kualitas kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini," kata Dian dalam keterangan resminya, Kamis (14/11/2024). Menanggapi data ini, Dian mengungkapkan bahwa OJK akan terus berupaya meningkatkan pengelolaan aset dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Selain itu, OJK akan melakukan evaluasi terhadap masalah kredit dan penyelesaiannya pasca-pandemi Covid-19.
"Dengan menerbitkan POJK Nomor 1 tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPR," jelas Dian. Sebelumnya, Dian juga menyoroti bahwa tantangan ekonomi baik di tingkat global maupun domestik mempengaruhi industri perbankan, termasuk BPR dan BPR Syariah (BPRS). Perubahan ini diperparah dengan masifnya adopsi teknologi informasi, yang berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari BPR/BPRS.
Industri BPR dan BPRS terus dihadapkan pada tantangan dari segi persaingan global, domestik, serta tantangan internal. "Tantangan persaingan juga perlu diperhatikan terutama bagi BPR yang memiliki daya saing yang rendah," tambah Dian.