BPRNews.id - Penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Polri kini harus bekerja sama dalam penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan (TPSJK) sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 59/PUU-XX/2023. Kerja sama ini bertujuan untuk memastikan koordinasi yang baik dalam penanganan kasus-kasus di sektor jasa keuangan.
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, Tongam L. Tobing, menjelaskan bahwa OJK telah menjalin kerja sama dengan Polri sejak tahun 2020. "Kami sudah memiliki nota kesepahaman dengan Polri yang mencakup pengamanan, penegakan hukum, pemanfaatan sarana prasarana, serta peningkatan sumber daya manusia," ungkapnya dalam webinar bertajuk ‘Investigative Power of OJK: Implementation of the Investigation Process of the Financial Sector Crime’.
Kerja sama ini juga mencakup pertukaran data dan informasi antara kedua lembaga, serta kegiatan lain yang disepakati bersama. Tongam menambahkan bahwa tidak ada dualisme kewenangan antara OJK dan Polri dalam penyidikan TPSJK, melainkan sinergi yang saling melengkapi. "Penyidikan di sektor ini bukan masalah dualisme kewenangan, tetapi bagaimana kita saling mengisi," tegasnya.
Mengacu pada Pasal 49 ayat 7 UU 4/2023, OJK diwajibkan untuk berkoordinasi dengan Polri dalam hal penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan terkait kasus TPSJK. Selain itu, OJK juga memiliki kewenangan untuk memulai, tidak melakukan, atau menghentikan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Dalam penyelesaian kasus TPSJK, pendekatan hukum pidana digunakan sebagai opsi terakhir (ultimum remedium). Namun, ada pula tren penyelesaian kasus secara restoratif, dengan mempertimbangkan stabilitas sektor jasa keuangan dan perlindungan konsumen.