BPR


Strategi Memperkuat BPR Mencegah Kebangkrutan dan Meningkatkan Stabilitas Perbankan Lokal

Standard Post with Image

bprnews.id - Berita mengenai penutupan 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) antara Januari hingga September 2024, yang dilaporkan oleh www.msn.com pada Senin, 16 September 2024, menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas sektor perbankan lokal. Penutupan ini mencerminkan adanya masalah struktural yang signifikan pada beberapa bank kecil di Indonesia. Berikut adalah daftar 15 bank yang izinnya dicabut oleh OJK: BPR Wijaya Kusuma, BPR Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto, BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPR Pasar Bhakti Sidoarjo, BPR Purworejo, BPR EDC Cash, BPR Aceh Utara, BPR Sembilan Mutiara, BPR Bali Artha Anugrah, BPR Syariah Saka Dana Mulia, BPR Dananta, BPR Jepara Artha, BPR Lubuk Raya Mandiri, BPR Sumber Artha Waru Agung, dan BPR Nature Primadana Capital.

Menurut Januariansyah Arfaizar, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta, langkah penutupan ini menunjukkan bahwa tata kelola yang lemah masih menjadi masalah utama. "Kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik seringkali menjadi penyebab utama kegagalan BPR dan BPR Syariah," jelasnya. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam manajemen risiko dan kepatuhan regulasi yang ada. Ketergantungan yang besar pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menutup simpanan nasabah juga menunjukkan masalah dalam pengelolaan likuiditas.

Januariansyah menekankan bahwa OJK seharusnya lebih aktif dalam membina BPR sebelum masalah mencapai titik kritis. "OJK perlu lebih proaktif dalam melakukan pembinaan, bukan hanya bertindak ketika bank sudah di ambang kebangkrutan," tegasnya. Ia juga menyarankan bahwa mekanisme pengawasan OJK harus melibatkan intervensi yang lebih dini serta mendorong penguatan modal dan likuiditas untuk mencegah kegagalan sistemik.

Ia juga mencatat bahwa meskipun Peraturan OJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang tata kelola bank adalah langkah yang positif, tantangan sebenarnya terletak pada pelaksanaannya. "Bank-bank kecil seperti BPR sering kesulitan mengikuti standar tata kelola yang diterapkan untuk bank-bank besar," ungkapnya, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih sesuai dengan kapasitas mereka.

Januariansyah memberikan beberapa saran strategis untuk memperkuat BPR:

1. Peningkatan Pengawasan dan Deteksi Dini: OJK perlu mengembangkan sistem deteksi dini yang lebih efektif, seperti audit berkala dan pelatihan intensif bagi pengurus bank. "Teknologi pengawasan yang memungkinkan pelacakan kesehatan keuangan secara real-time juga perlu diperbaiki," sarannya.

2. Penguatan Modal dan Likuiditas: Pemerintah dan OJK bisa menyediakan akses dana murah atau subsidi modal bagi BPR yang berpotensi namun mengalami kesulitan likuiditas sementara. Ini juga dapat mendorong sinergi dengan lembaga keuangan yang lebih besar.

3. Kolaborasi dan Konsolidasi:"Untuk mengurangi risiko penutupan massal di masa mendatang, OJK dapat mendorong konsolidasi BPR yang lemah melalui merger atau kemitraan dengan lembaga keuangan yang lebih besar," ujarnya.

4. Peningkatan Kapasitas SDM: Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di sektor BPR harus diprioritaskan. Menurutnya, "pengelola BPR seringkali kekurangan akses terhadap pelatihan dalam manajemen risiko, teknologi keuangan, dan kepatuhan regulasi," sehingga program pelatihan berkelanjutan perlu disediakan.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan BPR dan BPRS bisa tumbuh menjadi lembaga yang lebih kuat, berintegritas, dan mampu bertahan dari tantangan tanpa mengalami kebangkrutan massal.

BPR
Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News