Bprnews.id - Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anton Hendranata menyuarakan keprihatinannya atas isu yang mungkin membayangi potensi kenaikan kredit bermasalah (NPL) pada tahun 2024 sementara tren terkini menunjukkan penurunan NPL secara umum.
Anton menyoroti permasalahan yang jarang dibahas meningkatnya proporsi pinjaman yang berada dalam pengawasan khusus dan pinjaman yang sedikit menunggak. Permasalahan pengumpulan kredit yang suram ini memerlukan analisis yang lebih mendalam, karena hal ini mungkin menandakan tantangan yang mengintai bagi lembaga keuangan dan perekonomian pada umumnya.
“Ada yang perlu hati-hati dalam melihat ini, tren NPL perbankan memang menurun. Namun ada tren kenaikan kolektabilitas 2 (kredit) dalam pengawasan khusus dan kolektivitas 3 (kredit) yang kurang lancar, yang cenderung meningkat,” ujar Anton dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024 di Jakarta pada Rabu (6/12/2023).
Peningkatan tersebut disebabkan oleh perlambatan ekonomi domestik yang berdampak pada penurunan pendapatan, sehingga dapat mengganggu kemampuan debitur untuk membayar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melaporkan rasio NPL netto sebesar 0,77% dan rasio NPL bruto sebesar 2,42% per Oktober 2023, data tersebut menunjukkan adanya perlambatan perekonomian dalam negeri yang memiliki dampak nyata.
Sementara itu, Anton, otoritas di sektor keuangan, mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan kredit. Ia menunjukkan bahwa banyak dunia usaha yang mengadopsi pendekatan 'tunggu dan lihat' dalam menerima utang baru.
“Pertumbuhan kredit harus diakui memang dalam tren melambat, sedangkan pertumbuhan undisbursed loan-nya juga mengalami peningkatan. Jadi, kelihatan di sini kondisinya tahun ini tidak baik-baik saja sebenarnya,” tambah Anton.
Per Oktober 2023, penyaluran kredit tercatat tumbuh sebesar 8,99 persen pada bulan Oktober, angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan pada bulan September sebesar 8,96 persen. Pergeseran halus namun positif ini menunjukkan adanya momentum mendasar dalam aktivitas kredit industri perbankan.
Ketika negara ini semakin dekat dengan tahun politik penting yaitu tahun 2024, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan kredit yang lebih kuat, dengan menetapkan kisaran target antara 10 hingga 12 persen di tengah optimisme tersebut, Tigor M. Siahaan, Wakil Ketua Umum Perbanas, juga menyarankan kehati-hatian.
“Kita di industri perbankan bisa saja capai 10 persen, tapi juga melihat kondisi. Jadi, kita akan cautious the optimistic,” kata Tigor, Selasa (5/12/2023).
Tigor menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit pada tahun depan akan dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, termasuk suku bunga acuan atau interest rate. Meskipun Fed rate diperkirakan akan mengalami penurunan tahun depan, Tigor menyoroti adanya tantangan di pasar domestik terkait tahun politik atau Pemilu 2024.
Tigor, menyebutkan suku bunga acuan atau interest rate menjadi salah satu sentimen utama yang tidak bisa diabaikan meski ada ekspektasi bahwa Fed rate akan menunjukkan tren penurunan dalam tahun depan, yang seharusnya menjadi angin segar bagi pasar kredit, Tigor mengingatkan kita akan tantangan-tantangan yang muncul dari dinamika domestic terutama, tahun politik yang ditandai dengan Pemilu 2024 di Indonesia tentu saja akan menyuntikkan dosis ketidakpastian yang signifikan.
“Pilpres, Pileg, kemungkinan juga putaran kedua. Situasi politik juga menjadi dinamika mesti dilihat juga,” ujar Tigor yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Superbank.