Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh terus mendorong Bank Perkreditan/Pembiayaan Rakyat (BPR) menjadi Bank Perekonomian Rakyat/Syariah (BPRS/BPR Syariah) dengan melakukan penguatan permodalan dan pemenuhan modal inti minimum agar dapat bersaing dengan lebih baik. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala OJK Provinsi Aceh, Yusri, dalam acara media gathering kinerja Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Aceh tahun 2023 dan sosialisasi literasi keuangan syariah di Kantor OJK Aceh pada Kamis (29/2/2024).
Yusri menjelaskan bahwa saat ini terdapat 14 BPR/S yang beroperasi di Provinsi Aceh. Bagi BPR/BPRS yang tidak dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar hingga batas waktu yang ditentukan (BPR hingga akhir 2024 dan BPRS hingga akhir 2025), OJK dapat memerintahkan untuk melakukan penggabungan atau konsolidasi dengan BPR/BPRS lainnya.
"Berlakunya Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK), turut memberikan penguatan kepada industri BPR/S dengan adanya perubahan nama dari Bank Perkreditan/Pembiayaan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat/Syariah," ungkap Yusri.
Selanjutnya, BPR/S telah diberikan kewenangan untuk memberikan layanan transfer dana, penyertaan modal pada lembaga penunjang BPR, dan melakukan kerja sama dengan LJK lainnya serta lembaga lain dalam pemberian layanan jasa keuangan kepada Nasabah.
Yusri menambahkan bahwa kinerja intermediasi BPR/S di Aceh mengalami peningkatan, di mana total aset pada Desember 2023 tumbuh sebesar 9,88 persen (year-on-year/yoy) menjadi lebih dari Rp 1 triliun. Pembiayaan juga tumbuh sebesar 19,70 persen (yoy) menjadi Rp 711 miliar, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 5,07 persen (yoy) menjadi Rp 560 miliar.
Rasio Pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (Financing to Deposit Ratio/FDR) BPR/S di Aceh pada Desember 2023 terus dioptimalkan mencapai 126,93 persen dengan rasio Non-Performing Financing (NPF) sebesar 7,77 persen, yang selalu lebih rendah dibandingkan dengan rasio NPF BPR/BPRS secara nasional sebesar 9,50 persen.
Bprnews.id - Proses penyelesaian hak dan kewajiban nasabah Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Purworejo ditargetkan bisa rampung sebelum Lebaran. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Tengah, Sumarjono, menyebutkan bahwa saat ini proses penanganannya masih terus berjalan pasca dicabutnya izin usaha Perumda BPR Bank Purworejo pada 20 Februari 2024.
"Insya Allah sebelum Lebaran harus sudah selesai. Saya yakin di pertengahan Maret nanti akan selesai," ujar Sumarjono pada Kamis, 29 Februari 2024.
Ditambahkan oleh Sumarjono bahwa penanganan dalam proses ini cukup baik dan kondusif sehingga tidak terjadi penarikan dana yang luar biasa. "Saya kira cukup bagus penanganan di kehumasannya," paparnya.
Berdasarkan data yang dihimpun per tanggal 16 Februari 2024, jumlah nasabah di BPR Bank Purworejo mencapai 19.160 dengan total Dana Pihak Ketiga sebesar Rp105,02 miliar. Sementara jumlah debitur mencapai 1.548 rekening dengan total outstanding kredit sebesar Rp137,80 miliar, dan prosesnya telah dilimpahkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Terkait penetapan pencabutan izin ini, berbuntut pada penutupan kantor Perumda BPR Bank Purworejo untuk umum serta penghentian segala kegiatan usahanya. Penyelesaian hak dan kewajiban Perumda BPR Bank Purworejo akan dilakukan oleh Tim Likuidasi yang dibentuk LPS sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
OJK mengimbau kepada nasabah BPR agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan, termasuk BPR, dijamin LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bprnews.id - BPR Artha Karya Usaha (AKU) atau yang populer dengan AKU mengumumkan kolaborasi strategis dengan Orderfaz, perusahaan teknologi finansial, yang bertujuan untuk memperkuat fokus pada pembayaran dan penjualan online. Sebagai bagian dari langkah strategis ini, BPR AKU juga mengambil langkah besar dengan membuka kantor pusat baru di Bandung.
Kolaborasi ini menegaskan komitmen kedua entitas untuk menyajikan solusi revolusioner di dalam ekosistem UMKM dan bisnis digital yang terus berkembang pesat. Kerjasama antara BPR AKU dan Orderfaz diharapkan akan memberikan kontribusi signifikan bagi UMKM dan pelaku bisnis digital, baik dalam hal akses penyimpanan dana, pembiayaan usaha, pelatihan bisnis, maupun pemanfaatan platform digital.
Direktur Utama BPR AKU, Dwikun Agus Pamudji, mengungkapkan, "Pembukaan kantor pusat baru ini adalah bukti nyata dari komitmen BPR AKU dalam memberikan layanan terbaik bagi pelaku bisnis di Jawa Barat pada era digital ini."
Perlu dicatat bahwa BPR AKU mencatatkan laba usaha yang signifikan hingga 31 Desember 2023. Menurut laporan keuangannya, rasio NPL BPR tersebut mencapai 3,20%, sedangkan NIM sebesar 17%. Selain itu, BPR AKU berhasil mengelola biaya dengan efisien, yang tercermin dari BOPO sebesar 78,75%, menunjukkan manajemen operasional yang baik didukung oleh manajemen kredit yang solid dengan tingkat NPL yang rendah.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah berhasil membayar klaim penjaminan simpanan tahap I dari Bank Perekonomian Rakyat (BPR) EDC Cash. Dalam kurun waktu kurang dari 7 hari, LPS berhasil mentransfer dana sebesar Rp 4,3 miliar kepada 278 nasabah.
Menurut keterangan Sekretaris LPS, Dimas Yuliharto, "LPS segera melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan serta informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Kurang dari seminggu setelah BPR EDC Cash ditutup, LPS telah menyelesaikan verifikasi nasabah dan langsung melakukan pembayaran klaim penjaminan tahap 1."
Dimas juga mengimbau kepada nasabah yang memiliki status simpanan yang layak untuk mendapatkan pembayaran, agar segera mengajukan klaim melalui Bank Pembayar yang ditunjuk LPS, yaitu Bank Mandiri KCP Tangerang Kelapa Dua.
Bagi nasabah yang belum termasuk dalam pembayaran tahap I, Dimas meminta agar tetap tenang dan menunggu pengumuman pembayaran klaim penjaminan simpanan tahap berikutnya. Proses verifikasi akan dilakukan secara bertahap oleh LPS, dengan target penyelesaian kurang dari 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha.
Namun demikian, raut bahagia terlihat di wajah Ibu Maryati Tanuwidjaja (70), salah satu nasabah BPR EDC Cash yang berhasil menerima pembayaran klaim penjaminan. Sebagai pemilik deposito, Ibu Maryati merasa lega dan berterima kasih atas pelayanan LPS.
"Saya menunggu cukup lama, tapi akhirnya LPS datang dan menjamin. Informasi yang disampaikan dan prosesnya juga cepat. Saya memiliki dua bilyet deposito dari hasil usaha saya, dan saya sangat terbantu dengan pembayaran ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujar Ibu Maryati dengan senyum di wajahnya.
Peristiwa ini menegaskan pentingnya keberadaan LPS dalam memberikan perlindungan kepada nasabah bank di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan yang stabil dan aman.
Bprnews.id - Ketua Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan kekhawatiran serius terkait lonjakan penutupan bank perekonomian rakyat (BPR) di Indonesia.
Menurutnya, data terbaru menunjukkan bahwa jumlah penutupan BPR sudah mendekati ambang batas rata-rata, khususnya dalam dua bulan pertama tahun ini.
"Kita melihat bahwa jumlah BPR yang mengalami penutupan semakin meningkat, dan hal ini merupakan indikasi serius tentang kondisi sektor perbankan di Indonesia." Ungkap Purbaya Yudhi Sadewa
Sejak awal tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin dari enam BPR. Kasus terbaru adalah PT BPR EDC Cash yang berlokasi di Tangerang, Banten, pada tanggal 27 Februari 2024.
"Data ini menunjukkan bahwa kondisi sektor perbankan kita perlu mendapatkan perhatian serius. Kami sebagai regulator akan terus melakukan evaluasi menyeluruh dan tindakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor perbankan di Indonesia," tambah Purbaya.
Penutupan bank, terutama di tingkat lokal seperti BPR, tidak hanya memiliki dampak langsung pada layanan keuangan bagi masyarakat lokal, tetapi juga mengangkat kekhawatiran tentang stabilitas ekonomi daerah.
OJK dan LPS kini dituntut untuk meningkatkan pengawasan dan langkah-langkah pencegahan guna mencegah lebih banyak penutupan bank di masa mendatang.
Kedua lembaga tersebut juga diharapkan untuk berkoordinasi dengan baik dalam menjaga keamanan dan kestabilan sektor perbankan di Indonesia.