Bprnews.id - Pencabutan izin usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Wijaya Kusuma oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2024 menambah jumlah bank bangkrut di Indonesia selama lima tahun terakhir.
Deretan bank bangkrut dalam periode tersebut mencakup berbagai BPR yang menghadapi berbagai masalah, termasuk tata kelola yang buruk.
BPR Wijaya Kusuma dicabut izin usahanya oleh OJK melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-1/D.03/2024 tanggal 4 Januari 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Wijaya Kusuma.
Sebelumnya, bank tersebut mengalami masalah tata kelola dan berstatus bank dalam penyehatan serta bank dalam resolusi.
Dengan pencabutan izin usaha ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi.
"OJK mengimbau nasabah BPR agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPR dijamin LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tulis OJK dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (4/12/2023).
Dengan bangkrutnya BPR Wijaya Kusuma pada awal 2024, maka jumlah bank bangkrut di Tanah Air bertambah menjadi sekitar 123 bank sejak 2005, di mana hampir semuanya merupakan BPR.
Sementara Sejak tahun 2019, tercatat sejumlah bank yang mengalami kebangkrutan dan dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).Pada tahun 2019, sembilan bank bangkrut, diikuti dengan delapan bank pada tahun 2020 dan 2021. Jumlah bank bangkrut menurun menjadi satu pada tahun 2022, tetapi kembali meningkat menjadi empat pada tahun 2023.
Kemudian, tercatat terdapat sebanyak 8 bank bangkrut pada 2020 dan setahun berikutnya terdapat bank koleps dengan jumlah yang sama. Paling sedikit terjadi kasus bank bangkrut yakni pada 2022 yakni hanya satu bank bangkrut sepanjang tahun.
Pada tahun 2023, beberapa BPR yang mengalami kebangkrutan antara lain BPR Persada Guna, BPR Indotama UKM Sulawesi, BPR Rakyat Bagong Inti Marga (BPR BIM), dan Perumda BPR KRI.
Kondisi ini mencerminkan tantangan dan risiko yang dihadapi sektor perbankan, terutama di kalangan Bank Perkreditan Rakyat. OJK dan LPS berkomitmen untuk menangani masalah ini dan memberikan perlindungan kepada nasabah melalui penjaminan simpanan dan proses likuidasi yang terkendali.
Jumlah BPR di Indonesia/Statistik Perbankan Indonesia OJK, diolah
Pernyataan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menunjukkan keseriusan OJK dalam menanggapi masalah kebangkrutan bank, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Menurut Dian, penutupan deretan BPR yang mengalami kebangkrutan, yang mayoritas disebabkan oleh masalah fraud, adalah langkah penting untuk melindungi masyarakat.
"Mesti dibereskan. Agar punya BPR kuat dan sehat. Masyarakat terlindungi, tak ada duit diambil karena fraud," ujar Dian dalam sesi wawancara pada akhir tahun lalu lalu (22/12/2023).
OJK berkomitmen untuk membersihkan sektor BPR agar memiliki kekuatan dan kesehatan yang baik, sehingga masyarakat tidak menjadi korban penipuan atau fraud.
Langkah-langkah perbaikan dan penguatan diharapkan dapat mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan.
Tak hanya OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga terlibat aktif dalam menangani kebangkrutan bank. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap pelaku yang menyebabkan kebangkrutan bank.
Langkah ini diambil untuk memberikan efek jera kepada para pelaku dan memastikan bahwa mereka menghadapi konsekuensi hukum yang serius.
“Kita sekarang keras loh ke [pelaku]. Dulu mereka anggap kita enggak pernah eksekusi, tapi sekarang saya eksekusi, saya akan go ke media, Anda akan hancur,” ujarnya pada awak media pada beberapa akhir tahun lalu (6/12/2023) di Jakarta.
Pemberitaan melalui media menjadi salah satu cara untuk memberi peringatan dan memberikan transparansi terkait tindakan yang diambil terhadap pelaku kejahatan keuangan.
Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan lingkungan perbankan yang lebih bersih dan lebih terlindungi bagi nasabah.
Berikut daftar bank bangkrut di Indonesia sejak 2019 hingga awal 2024:
2024*
BPR Wijaya Kusuma
2023
BPR Persada Guna
BPR Indotama UKM Sulawesi
PT BPR Bagong Inti Marga Perumda
BPR Karya Remaja Indramayu 2022
PT BPR Pasar Umum 2021
PT BPR Sumber Usahawan Bersama
PT BPR Utomo Widodo
PT BPRS Asri Madani Nusantara Koperasi
BPR Tawang Alun Koperasi
BPR Abang Pasar
PT BPR Sewu Bali
PT BPR LPN Tapan
PT BPR Bina Barumun 2020
PT BPR Lugano
PT BPR Nurul Barokah
PT BPR Brata Nusantara
PT BPR Artaprima Danajasa
PT BPR Stigma Andalas
PT BPR Tebas Lokarizki
PT BPR Sekar
PT BPRS Gotong Royong 2019
PT BPRS Hareukat
PT BPR Calliste Bestari
PT BPR Efita Dana Sejahtera
PT BPR Legian
PT BPRS Muamalat Yotefa
PT BPR Pancadana
PT BPRS Safir Bengkulu
PT BPRS Jabal Tsur
PT BPR Fajar Artha Makmur
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan bahwa mereka sedang memproses pembayaran klaim penjaminan nasabah dan melaksanakan likuidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Wijaya Kusuma di Madiun, Jawa Timur. Langkah ini diambil setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin BPR Wijaya mulai tanggal 4 Januari 2024.
Dalam keterangan tertulis, LPS menjelaskan bahwa mereka akan memastikan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Wijaya Kusuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Proses rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan serta informasi lainnya akan dilakukan oleh LPS dalam waktu maksimal 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha, yaitu paling lambat tanggal 31 Mei 2024. Pembayaran klaim penjaminan akan dilakukan secara bertahap selama periode tersebut.
Nasabah BPR Wijaya Kusuma diharapkan dapat memeriksa status simpanan mereka di kantor BPR tersebut atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan.
Debitur bank juga diinformasikan bahwa mereka masih dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Wijaya Kusuma dengan menghubungi Tim Likuidasi.
Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, menghimbau nasabah BPR Wijaya Kusuma untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang berusaha menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank.
Nasabah diminta untuk tidak mempercayai pihak-pihak yang menawarkan bantuan pengurusan klaim penjaminan dengan imbalan atau biaya tertentu. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh dengan menghubungi Pusat Layanan Informasi (Puslinfo) LPS di 154.
Bprnews.id - MNC Bank menyatakan dukungannya terhadap peraturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait layanan digital oleh Bank Umum. POJK Nomor 21 tahun 2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum dan SEOJK Nomor 24/SEOJK.03/2023 tentang Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum bertujuan memberikan ruang bagi bank untuk terus mengembangkan inovasi layanan digital yang lebih komprehensif dan berorientasi pada kebutuhan nasabah.
Penerbitan aturan tersebut memberikan prinsip yang lebih bersifat berbasis prinsip, dengan fokus pada infrastruktur teknologi informasi (TI) dan manajemen pengelolaan infrastruktur TI yang mendukung penyelenggaraan layanan digital secara optimal.
Dukungan ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, yang menyatakan bahwa aturan baru ini bertujuan memberikan tingkat kesetaraan yang sama kepada industri perbankan dalam pengembangan layanan digital.
Chief Digital Business Officer MNC Bank, Yudistira Ardhi Prastono, menyatakan bahwa POJK Layanan Digital merupakan regulasi penting untuk mendukung transformasi digital di sektor perbankan. MNC Bank mendukung regulasi ini dan telah meluncurkan MotionBank, aplikasi layanan perbankan digital dengan berbagai fitur transaksi keuangan yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja.
“Jika dilihat, memang urgensi penerbitan aturan tersebut didorong oleh berbagai faktor, antara lain meningkatnya penetrasi internet serta perubahan perilaku masyarakat yang semakin mengandalkan layanan digital dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal layanan perbankan. Berbagai aplikasi digital yang telah mendominasi layanan perbankan di Indonesia ini yang kemudian perlu dipayungi dengan regulasi yang jelas dan terukur,” ujar Yudistira.
Menghadapi fenomena tersebut, lanjut Yudistira, MNC Bank juga menghadirkan MotionBank sejak tahun 2021 sebagai aplikasi layanan perbankan digital dengan segudang fitur transaksi keuangan yang dapat
MotionBank mencakup fitur pembayaran tagihan, pembayaran QRIS, pembukaan tabungan dan deposito secara online, transaksi tarik dan setor tunai di Indomaret, pengajuan kartu kredit online, serta berbagai fitur lainnya.
MNC Bank juga menjalin kerjasama dengan berbagai mitra bisnis potensial untuk memperluas jangkauan layanan MotionBank, menciptakan ekosistem layanan digital perbankan yang aman, andal, dan efisien.
MotionBank juga memiliki fitur di mana nasabah cukup datang ke Indomaret untuk melakukan transaksi tarik dan setor tunai, tidak perlu lagi mencari lokasi mesin ATM tertentu yang cukup menyita waktu.
Terbaru, MotionBank memiliki fitur Pengajuan Kartu Kredit Online, Split Bill untuk permintaan transfer antar rekening MotionBank, hingga Transfer dana menggunakan nomor handphone yang terdaftar untuk sesama rekening MotionBank.
MNC Bank juga terus berupaya memperluas jangkauan layanan MotionBank dengan menjalin kerja sama yang solid dengan berbagai mitra bisnis potensial. Hal ini memberikan keuntungan tambahan bagi nasabah, seperti kemampuan MotionBank untuk melakukan top up saldo MotionPay, Gopay, Gopay Driver, OVO, DANA, ShopeePay, LinkAja, hingga Grab Driver.
“Oleh karena itu, POJK Layanan Digital ini diharapkan bisa menjadi patokan regulasi yang penting untuk mendukung transformasi digital di sektor perbankan, dimana berbagai aturan tersebut bisa menciptakan ekosistem layanan digital perbankan yang aman, andal, dan efisien. Hal ini penting untuk mendukung peningkatan daya saing industri perbankan Indonesia saat ini di era digital, termasuk MNC Bank”, tutup Yudistira.
Bprnews.id - Perkembangan modal inti beberapa bank di Indonesia mengalami pergeseran sepanjang tahun 2023.
Beberapa bank mengalami peningkatan kelas karena melakukan penambahan modal melalui rights issue, sementara beberapa bank lainnya terancam turun kasta menjadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) karena tidak memenuhi modal inti minimum.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan perubahan dalam jumlah bank berdasarkan kelompok Modal Inti (KBMI).
Jumlah bank dalam kelompok KBMI 1 (modal inti hingga Rp 6 triliun) mengalami penyusutan dari 70 bank pada 2022 menjadi 68 bank.
Sementara itu, jumlah bank dalam kelompok KBMI 2 (modal inti di atas Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun) bertambah dari 19 bank menjadi 20 bank.
Beberapa bank yang naik kasta dari KBMI 1 menjadi KBMI 2 antara lain PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) dan PT Bank Mayapada Tbk (MAYA).
Bank KB Bukopin melakukan penambahan modal melalui rights issue pada Mei 2023, sedangkan Bank Mayapada rajin melakukan penambahan modal melalui rights issue.
Beberapa bank yang memenuhi ketentuan modal inti minimum di tahun 2023 antara lain PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC) dan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) Kedua bank ini melakukan rights issue untuk memenuhi persyaratan modal inti.
Di sisi lain, PT Bank Jago Tbk (ARTO) mengalami penyusutan modal inti, tetapi rasio kecukupan modal (CAR) masih besar, yaitu 71% per September 2023. Bank Jago optimistis terhadap bisnisnya pada tahun 2024, terutama dalam perekonomian digital.
Sebanyak 12 Bank Pembangunan Daerah (BPD) terancam berubah status menjadi BPR jika tidak memenuhi modal inti minimal Rp 3 triliun pada akhir tahun 2024.
OJK memberikan pelonggaran hingga akhir Desember 2024 untuk BPD tersebut dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum. Salah satu upaya yang dianjurkan adalah melakukan konsolidasi melalui kelompok usaha bank (KUB).
Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah, Yuddy Renaldi, menekankan bahwa BPD yang modal intinya di bawah Rp3 triliun bukanlah bank sakit, tetapi sehat dan memiliki kinerja yang baik.
"BPD yang modal intinya di bawah Rp3 triliun ini bukan bank sakit, justru sehat dan kinerjanya bagus, jadi sangat sayang sekali jika nantinya berubah menjadi BPR," kata dia belum lama ini.
Konsolidasi diharapkan dapat menjadi solusi untuk tetap memberikan pelayanan yang baik bagi nasabah tanpa harus meleburkan bank ke dalam bank lain atau melakukan merger.
Bprnews.id - Meskipun BI diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan, bunga kredit perbankan masih memiliki peluang untuk naik pada tahun 2024.
Kenaikan ini dianggap sebagai efek dari kenaikan suku bunga acuan BI sepanjang tahun 2023.
Data dari BI menunjukkan bahwa per November 2023, hanya bank BUMN yang mengalami kenaikan bunga kredit menjadi 9,70% dari periode sama tahun lalu yang sekitar 7,95% sementara bank swasta nasional mengalami penurunan dari periode sama tahun lalu di 10,60% menjadi 10,17%.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin berpendapat proyeksi bunga kredit saat ini trennya masih akan naik, meskipun tak bakal terlalu tinggi. Ini pengaruh dari kondisi global dan perpolitikan di Indonesia yang belum memiliki titik terang.
“Kenaikan bunga kredit itu akan cuma adjustment saja, untuk mengantisipasi kenaikan NPL” ujar Amin.
Kenaikan bunga kredit dijelaskan sebagai hasil dari kebijakan masing-masing bank, tergantung pada cara mereka melihat persaingan bunga kredit dengan bank lain.
Keputusan untuk menetapkan kenaikan bunga dapat bergantung pada persepsi persaingan dan strategi bisnis masing-masing bank.
“Jika mereka merasa tidak bersaing, mungkin memutuskan untuk tidak menetapkan kenaikan bunga terlebih dahulu, tapi nanti pasti mereka struggle sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, ia bilang bank juga akan melihat perlu tidaknya menaikkan suku bunga dengan melihat basis risiko dari sektor-sektor yang mendapat kredit. Ia mencontohkan sektor pertambangan.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan bilang bahwa sepanjang tahun lalu pihaknya telah menaikkan bunga kredit, terutama di sektor ritel dan UMKM, tetapi mencoba untuk tidak menaikkan bunga kredit jika BI menurunkan bunga acuan.
BCA, sementara itu, belum melakukan penyesuaian tingkat suku bunga kredit di segmen ritel untuk mendukung nasabah pasca pandemi.
“Jika BI menurunkan bunga acuan tahun ini, kami usahakan tidak naikkan bunga kredit,” ujar Lani.
Jika mengacu pada situs resminya, kredit ritel di CIMB Niaga memang memiliki Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) paling tinggi dibandingkan sektor lainnya. Di mana, SBDK untuk kredit ritel sebesar 8,75%.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya relatif belum melakukan penyesuaian tingkat suku bunga kredit di segmen ritel.
“Ini untuk mendukung para nasabah pasca pandemi sehingga dapat mengoptimalkan permintaan kredit,” ujarnya.
Di sisi lain, sejalan dengan pergerakan suku bunga BI terakhir, Hera bilang Bank BCA telah beberapa kali meningkatkan suku bunga deposito seiring dengan kenaikan suku bunga BI dalam 18 bulan terakhir.
Saat ini, SBDK BCA paling tinggi juga untuk sektor ritel. Bank milik Djarum Group tersebut menetapkan SBDK untuk sektor tersebut sebesar 8,10%