Standard Post with Image
BPR

Perbarindo Cirebon Jalin Kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk Perlindungan Debitur BPR

Bprnews.id - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Komisariat Cirebon telah melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan Cirebon

Perjanjian ini menandai upaya kolaboratif antara BPR anggota Perbarindo Cirebon dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi nasabah/debitur BPR.

Penandatanganan PKS ini melibatkan sembilan BPR yang tergabung dalam Perbarindo Komisariat Cirebon. Dari sembilan BPR tersebut, tujuh di antaranya melakukan pembaharuan status, sementara dua lainnya merupakan penandatangan baru.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cirebon, Sudarwoto, menjelaskan tujuan dari perjanjian kerja sama ini adalah memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada nasabah/debitur BPR. Nasabah BPR yang termasuk pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) dapat memilih minimal dua program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), atau tiga program dengan menambah Jaminan Hari Tua (JHT).

"Dengan perlindungan dua program yang iurannya hanya Rp16.800,-/bulan, diharapkan kewajiban nasabah dalam pembayaran angsuran ke BPR dapat berjalan lancar, meskipun mengalami risiko kerja," ujar Sudarwoto.

Lebih lanjut, Sudarwoto menyampaikan bahwa jika nasabah BPR dan peserta BPJS Ketenagakerjaan mengalami kecelakaan kerja, seluruh biaya perawatan medis akan ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, jika terjadi kematian, akan diberikan santunan minimal sebesar Rp 42 juta.

Perlindungan ini dianggap sebagai bentuk kemaslahatan yang diberikan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan kepada seluruh pekerja, khususnya di wilayah Cirebon. Sudarwoto menegaskan bahwa BPR juga dapat mendaftarkan tenaga kerjanya di sektor Penerima Upah (PU) dengan maksimal 5 tenaga kerja.

Ketua Perbarindo Cirebon, Agus Heru Sajugo, menyambut baik kerjasama ini dan menyatakan bahwa perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi debitur BPR sangat tepat. Dia berharap bahwa keberadaan perlindungan ini tidak akan mengganggu kolektibilitas kredit yang sedang berjalan.

Setelah penandatanganan PKS, BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan pendampingan teknis pada Person in Charge (PIC) Kantor BPR, mulai dari proses pendaftaran kepesertaan hingga penanganan klaim jika diperlukan.

 

Standard Post with Image
BPR

Tantangan Terkini dalam Industri BPR: Penyusutan Jumlah, Ancaman Fraud, dan Strategi Konsolidasi

Bprnews.id - Sektor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terus menghadapi tantangan signifikan dengan penurunan jumlah BPR yang mencolok. Dalam perkembangan sepanjang tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan 32 BPR, dari 1.437 di bulan Januari menjadi 1.405 pada November.

Penyusutan ini, menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), melibatkan kebangkrutan empat BPR, sedangkan sisanya diperkirakan telah melakukan konsolidasi atau merger. Langkah ini sesuai dengan dorongan OJK untuk penyehatan keuangan sektor BPR melalui konsolidasi.

Pada sisi keuangan yang sehat, OJK mendorong BPR untuk melakukan konsolidasi melalui penggabungan atau merger antar bank sebagai solusi. 

Namun, kebangkrutan yang disebabkan oleh fraud menghadirkan tantangan tersendiri, tanpa solusi yang langsung dapat menyelamatkan bank tersebut.

Di awal tahun 2024, dua BPR, yakni PT BPR Syariah Mojo Artho di Kota Mojokerto (Perseroda) dan BPR Wijaya Kusuma di Madiun, Jawa Timur, dilaporkan mengalami kebangkrutan. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan faktor utama dari kebangkrutan tersebut adalah tindakan fraud yang dilakukan oleh elite bank, seperti penggelapan dana bank.

"Kalau miss manajemen, masih bisa diperbaiki, tapi ini dimaling (dana bank) sama pemilik banknya, utamanya itu," ungkap Purbaya dalam pertemuan di Jakarta, Selasa (30/1).

Purbaya menegaskan bahwa LPS melakukan koordinasi yang ketat dengan OJK untuk mencegah kegaduhan di masyarakat sekaligus memberikan solusi terbaik dalam menghadapi kasus kebangkrutan BPR akibat fraud.

Sebagai respons cepat terkait BPR yang mengalami kebangkrutan, LPS sigap dalam memproses pembayaran klaim penjaminan nasabah. Hingga akhir 2023, LPS telah membayarkan klaim sebesar Rp 329,2 miliar atau 92,6% dari total simpanan nasabah di BPR yang bangkrut, yang mencapai Rp 355,4 miliar.

Proyeksi LPS dan OJK untuk tahun ini menyiratkan bahwa fenomena BPR bangkrut masih akan terus berlanjut. Setidaknya, diperkirakan ada 6 hingga 7 BPR yang mengalami kebangkrutan setiap tahunnya.

Purbaya mengakui bahwa LPS memiliki keterbatasan dalam menghindari fraud serupa yang dapat menyebabkan kebangkrutan BPR.

Namun, untuk mendukung kompetisi di industri BPR, LPS akan meluncurkan software baru dan mengembangkan sistem IT untuk memberikan daya saing yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan manajemen BPR.

"Tahun ini kita akan launching softwarenya. Tahun depan bakal kita lihat bagaimana fungsinya di 100 BPR untuk kemudian bisa selanjutnya ke 1.400 BPR lebih, itu akan melingkupi API sistem, termasuk banking core sistem, bisa bersaing dengan dunia digital dan mereka lebih adaptif terhadap perkembangan zaman," tambah Purbaya.

Di sisi lain, penyusutan jumlah BPR terbesar terjadi karena konsolidasi atau merger. OJK memberikan izin kepada 38 BPR untuk melakukan merger sepanjang tahun 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa proses merger BPR dan BPRS masih berlangsung, terutama untuk BPR dan BPRS dengan kepemilikan yang sama, guna mencapai sinergi, efisiensi, dan peningkatan kapasitas pembiayaan.

"Sebagai upaya pencegahan terhadap fraud di BPR dan BPRS, OJK melakukan berbagai upaya, seperti mendorong penerapan tata kelola bank yang baik dan secara internal OJK melanjutkan penguatan pengawasan melalui pelaksanaan workshop tipologi dan penanganan penyimpangan ketentuan perbankan," tegas Dian.

OJK juga berfokus pada strategi penguatan permodalan dan konsolidasi sebagai upaya preventif untuk menghindari kebangkrutan BPR. Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap dapat menjaga stabilitas dan kesehatan sektor BPR di tengah dinamika perbankan yang terus berkembang.


 

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Ketua OJK Blak blakan di Depan Sri Mulyani, Ungkap Kondisi Pasar Modal, Perbankan, Hingga Industri Asuransi

Bprnews.id - Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, secara terbuka menyampaikan kondisi pasar modal, perbankan, dan industri asuransi di hadapan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Selasa (30/1/2024).

OJK menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap faktor risiko yang dapat memengaruhi kinerja sektor jasa keuangan di masa mendatang. 

Mahendra Siregar mengajak Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk secara berkala melakukan uji ketahanan atau stress test sebagai langkah proaktif untuk mengukur kemampuan menyerap potensi risiko.

"Kami meminta Lembaga Jasa Keuangan (LJK) tetap mencermati faktor-faktor risiko tersebut dan secara berkala melakukan uji ketahanan dalam rangka mengukur kemampuan dalam menyerap potensi risiko yang terjadi," ucap Mahendra Siregar.

Dalam pertemuan KSSK, Mahendra Siregar menyampaikan beberapa risiko yang perlu diuji, termasuk downside risk dari pelemahan perekonomian China, eskalasi tensi geopolitik, fluktuasi harga komoditas ekspor, dan nilai tukar rupiah.

Menurut hasil uji ketahanan, industri perbankan Indonesia pada tahun 2023 tetap resilien dengan tingkat daya saing yang kuat.

Modal perbankan tetap solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) mencapai 27,69%. Kredit perbankan tumbuh positif sebesar 10,38% year-on-year, terutama pada kredit modal kerja dan kredit investasi.

Pemulihan pertumbuhan perekonomian nasional juga tercermin dari penurunan jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 menjadi Rp265,8 triliun pada akhir 2023, dibandingkan dengan Rp469,2 triliun pada Desember 2022. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada 2023 mencapai Rp8.458 triliun, tumbuh 3,73% year-on-year.

Likuiditas perbankan pada Desember 2023 berada pada level yang memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK masing-masing mencapai 127,07% dan 28,73%, melebihi threshold yang ditetapkan.

Kualitas kredit tetap terjaga, dengan rasio NPL net sebesar 0,71% dan NPL gross sebesar 2,19%.

Di sektor pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 29 Desember 2023 tumbuh sebesar 6,16% year-to-date, menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.

Meskipun investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp6,19 triliun, nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp11.674 triliun, tumbuh sebesar 22,90% year-to-date. Dana yang terhimpun di pasar modal mencapai Rp255,39 triliun, melampaui target tahun 2023.

Mahendra Siregar menegaskan bahwa OJK optimis terhadap ruang pertumbuhan industri pasar modal Indonesia, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.

 

Standard Post with Image
REGULATOR

2 BPR Tumbang di Awal Tahun, LPS Mewaspadai Potensi Kehancuran Lainnya

Bprnews.id - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, mengumumkan bahwa dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) telah mengalami kebangkrutan di awal tahun 2024.

Dalam konferensi pers KSSK di Jakarta pada Rabu (31/1/2024), Purbaya memberikan peringatan bahwa jumlah BPR yang bangkrut kemungkinan akan terus bertambah seiring berjalannya tahun.

Proyeksi ini didasarkan pada rata-rata jumlah BPR yang dilikuidasi setiap tahunnya, yang menurut data LPS mencapai 7-8 BPR.

"Kemungkinan akan ada tambahan BPR yang mengalami kebangkrutan di tahun 2024," kata Purbaya.

Meskipun demikian, Purbaya menekankan bahwa tutupnya sejumlah BPR tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas sistem keuangan nasional. Hal ini disebabkan oleh modal inti BPR yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bank umum.

LPS, sebagai lembaga penjamin, berkomitmen untuk menjamin dana nasabah dari bank yang mengalami likuidasi. Purbaya mengklaim bahwa penutupan suatu BPR tidak akan menimbulkan gejolak di masyarakat, karena LPS dapat menanganinya dengan cepat dan memberikan perlindungan terhadap dana nasabah.

"Kita tutup dengan cepat dana-dana yang dibutuhkan masyarakat," ujarnya.

Purbaya menjelaskan bahwa penutupan sejumlah BPR dalam beberapa tahun terakhir bukan disebabkan oleh kondisi perekonomian nasional yang buruk. Sebagian besar kasus penutupan BPR disebabkan oleh permasalahan internal di dalam BPR itu sendiri, seperti kasus fraud.

"Kebanyakan kasus penutupan BPR disebabkan oleh fraud di dalam BPR tersebut. Jika BPR mengalami kondisi yang tidak dapat diperbaiki, kita tutup dengan cepat," tambahnya.

Sebagai informasi tambahan, selama tahun 2023, LPS telah membayarkan klaim dana simpanan nasabah sebesar Rp 329,2 miliar, setara dengan 92,6 persen dari total simpanan yang ada di bank.

 

 

Standard Post with Image
BPR

LPS Ungkap Banyak BPR Bangkrut Akibat Dimaling Pemiliknya

Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap bahwa banyak Badan Perkreditan Rakyat (BPR) yang mengalami kebangkrutan belakangan ini disebabkan oleh kesalahan manajemen dan bukan akibat kondisi perekonomian yang buruk.

Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyatakan bahwa beberapa BPR mengalami kebangkrutan karena tindakan pemilik bank yang menggelapkan dana.

"Kami berkoordinasi ketat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menangani masalah ini, umumnya karena dimaling oleh pemilik bank," ujar Purbaya dalam konferensi pers di kantornya pada Selasa (30/1).

Purbaya menjelaskan bahwa selama 18 tahun terakhir, rata-rata ada 6 hingga 7 BPR yang mengalami kebangkrutan setiap tahunnya. Tahun ini juga masih terdapat BPR yang mengalami penutupan, namun jumlahnya belum dapat dipastikan.

"Penyebab utamanya bukan karena kondisi ekonomi yang buruk, melainkan karena masalah miss manajemen. Tahun ini juga ada yang melaporkan keadaan tersebut kepada kami, namun jumlahnya belum kita ketahui," tambahnya.

LPS terus berkoordinasi dengan OJK untuk menangani situasi ini dengan harapan dapat mencegah terjadinya kegaduhan di masyarakat dan menjaga iklim perbankan yang kondusif.

"Penting untuk diingat bahwa kondisi finansial dan ekonomi kita saat ini baik. Meskipun beberapa bank mengalami kebangkrutan, hal ini sudah menjadi hal biasa dari waktu ke waktu. Tahun ini mungkin akan kembali ke rata-rata yang biasa terjadi sebelumnya," jelas Purbaya.

Purbaya juga menambahkan bahwa kesalahan manajemen umumnya dapat diperbaiki dengan pengembangan sistem teknologi sebagai kontrol terhadap kejahatan keuangan.

"Kami tidak dapat memberikan bantuan yang berlebihan, namun kami akan mencoba mengembangkan sistem IT yang dapat digunakan oleh BPR untuk meningkatkan kemampuan manajemen mereka dan bersaing secara lebih baik," pungkasnya.

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News