BPRNews.id - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. Salah satu UMKM yang mendapatkan manfaat dari program ini adalah Albaeta, usaha keripik kentang milik Nafi yang berlokasi di Desa Batur, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Bisnis Albaeta Bermula dari melimpahnya panen kentang jenis agria di dataran tinggi Dieng. Awalnya, kentang tersebut hanya diolah menjadi suguhan tamu saat Lebaran. Namun, setelah mendapat banyak saran dari keluarga dan teman, Nafi memutuskan untuk mengembangkan usahanya.
"Awalnya, kami hanya mencoba-coba untuk suguhan tamu saat Lebaran, tetapi mendapat banyak saran dari keluarga dan teman untuk mengembangkan ini sebagai usaha. Sejak saat itu, Albaeta mulai berkembang, dan produk kami diterima baik oleh masyarakat," kata Nafi.
Kini, Albaeta Memiliki produk unggulan seperti keripik kentang varian original yang populer. Usaha ini telah mempekerjakan 12 karyawan dan menghasilkan omzet puluhan juta rupiah per bulan.
Sejak awal, BRI hadir memberikan dukungan kepada Albaeta, tidak hanya dari segi pembiayaan, tetapi juga pelatihan dan pemberdayaan. Dengan layanan digital seperti BRImo dan QRIS, pelanggan dapat bertransaksi dengan mudah dan aman. Selain itu, BRI juga memberikan edukasi untuk memperluas akses pasar melalui platform digital.
Kini, produk Albaeta tersedia di e-commerce, sehingga pelanggan dari berbagai wilayah Indonesia dapat mengaksesnya.
Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, menegaskan pentingnya mendukung UMKM secara menyeluruh.
"UMKM seperti Albaeta adalah contoh bagaimana usaha lokal dapat berkembang pesat dengan pemberdayaan yang tepat. Kami di BRI hadir bukan hanya sekedar sebagai bank, tetapi sebagai mitra yang membantu menghubungkan usaha kecil dengan peluang besar, baik melalui dukungan finansial maupun pemberdayaan lainnya," ujar Supari.
BRI terus berkomitmen mendukung UMKM di seluruh Indonesia untuk tumbuh dan berkembang melalui akses keuangan, promosi, dan edukasi yang menyeluruh.
BPRNews.id - Menjelang akhir tahun, sektor perbankan terus fokus pada pencapaian target pertumbuhan kredit, yang menjadi salah satu indikator penting dalam rencana bisnis tahunan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan bahwa pertumbuhan kredit bank pada 2024 akan berada di kisaran 9% hingga 11%.
Dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) yang dilakukan pada kuartal IV 2024, sebagian besar bankir menunjukkan optimisme tinggi bahwa mereka akan mampu mencapai target kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, survei tersebut juga mengidentifikasi adanya sedikit ketidakpastian, dengan beberapa responden yang pesimistis mengenai pencapaian target.
Salah satu faktor yang menciptakan ketidakpastian ini adalah terbatasnya pertumbuhan kelas menengah ke bawah, yang menyebabkan pendapatan melambat dan mempengaruhi permintaan kredit serta pertumbuhan DPK. "Selain itu, persaingan suku bunga antar bank yang cukup ketat juga menjadi faktor yang membuat sebagian bank pesimistis terhadap pencapaian target mereka," ungkap laporan survei tersebut, yang dirilis pada Senin 25 November.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau dan mengawasi kinerja perbankan, dengan harapan agar bank-bank dapat mencapai pertumbuhan yang telah ditargetkan dalam RBB 2024.
Optimisme ini tercermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) yang tercatat sebesar 66, yang menunjukkan zona optimis. Dian mengungkapkan bahwa ekspektasi positif ini didorong oleh membaiknya kondisi makroekonomi domestik, peningkatan fungsi intermediasi perbankan, dan penerapan manajemen risiko yang hati-hati di tengah ketidakpastian kondisi makroekonomi global yang masih kurang mendukung.
"Mayoritas bank responden optimistis bahwa target penyaluran kredit dan DPK bank dapat tercapai sesuai dengan RBB Tahun 2024," ujar Dian.
Dengan proyeksi yang optimis ini, sektor perbankan diharapkan dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi, meskipun tantangan eksternal masih mewarnai perekonomian global.
BPRNews.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jepara menolak gugatan yang diajukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara terhadap sejumlah mantan direksi dan komisaris PT BPR Bank Jepara Artha (BPR BJA). Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang pada Kamis (21/11/2024) dengan perkara bernomor 30/Pdt.G/2024/PN.Jpa.
Ketua Majelis Hakim, Parlin Mangatas Bona Tua, bersama dua hakim anggota, M. Yusup Sembiring dan Joko Ciptanto, memutuskan bahwa gugatan Pemkab Jepara tidak dapat diterima atau dinyatakan niet ontvankelijke verklaard. "Majelis hakim memutuskan gugatan penggugat kabur atau obscuur libel," ujar Parlin dalam sidang tersebut.
Gugatan itu ditujukan kepada Jhendik Handoko (eks Direktur Utama BPR BJA), Iwan Nur Susetyo (eks Direktur Kepatuhan), Jamaludin Kamal (eks Direktur Operasional), Mulyaji (eks Komisaris), dan Agung Partono (eks Komisaris). Selain menolak gugatan, pengadilan juga menghukum Pemkab Jepara untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 454.750.
Kuasa hukum tergugat, Lutfi Ulinnuha, menyatakan bahwa keputusan ini mencerminkan pertimbangan hukum yang tepat oleh majelis hakim. "Hakim telah memberikan keputusan yang benar dengan menolak gugatan dan memenangkan klien kami," kata Lutfi.
Pemkab Jepara sebelumnya menggugat karena mengklaim bahwa modal sebesar Rp 24 miliar yang diinvestasikan ke BPR BJA mengalami kerugian hingga ratusan miliar akibat kolapsnya bank tersebut. Namun, majelis hakim menilai gugatan yang diajukan tidak cukup jelas dan tidak dapat diproses lebih lanjut.
Dengan putusan ini, pihak tergugat merasa lega, sementara Pemkab Jepara belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah hukum selanjutnya.
BPRNews.id - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyatakan bahwa OJK terus mendorong sektor jasa keuangan untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu langkahnya adalah pengembangan ekosistem pembiayaan untuk peternakan domba di Garut.
“Kolaborasi ini merupakan upaya nyata OJK untuk memperkuat perekonomian daerah, terutama di Jawa Barat,” ujar Mahendra saat berbicara di Jakarta, Sabtu.
Program ini melibatkan OJK, Bank BJB, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat, serta Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia. Mahendra menjelaskan bahwa sejak terbitnya UU P2SK, OJK memiliki tugas untuk meningkatkan kontribusi sektor keuangan terhadap ekonomi, yang diimplementasikan melalui peran kantor OJK daerah.
“Kami membantu pemerintah daerah memetakan potensi ekonomi lokal dan mendukung produk unggulan daerah, seperti domba di Jawa Barat,” tambahnya.
Menurut Kepala OJK Jawa Barat, Imansyah, program pengembangan peternakan domba menjadi prioritas karena wilayah tersebut menyumbang 80 persen produksi domba nasional. “Kami telah memulai pilot project sejak akhir Agustus 2024 dengan melibatkan 10 peternak dari total 5.000 peternak domba,” kata Imansyah.
Imansyah juga menyebutkan, satu peternak telah mendapatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk penggemukan domba pada September 2024. “Satu lagi telah menerima surat persetujuan kredit pekan lalu, dan delapan lainnya diproyeksikan menerima pembiayaan pada 2025, tergantung kesiapan kandang mereka,” jelasnya.
Salah seorang peserta program, Zilan Faliq, menyampaikan bahwa ia tengah menyelesaikan perbaikan kandangnya sesuai standar agar mendapatkan akses pembiayaan. “Program ini memberi kami pelatihan, mulai dari pembibitan hingga perencanaan keuangan,” ungkap Zilan.
Peternak lain, Imas, mengaku telah memperoleh keuntungan besar. “Setiap panen bisa menghasilkan hingga Rp30 juta. Saya juga mendapat pendampingan dari off taker untuk memastikan semua proses berjalan baik,” katanya.
Program ini diharapkan dapat direplikasi di daerah lain, dengan tujuan mendukung ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.
BPRNews.id - Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang sebelumnya dikenal sebagai BI Checking, menjadi faktor penting dalam proses pengajuan pembiayaan kredit. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Keuangan OJK, Agusman, menjelaskan bahwa skor kredit di SLIK dapat diperbarui jika peminjam melunasi tunggakan atau mengikuti prosedur yang berlaku. "Data SLIK bisa diperbaiki setelah kewajiban diselesaikan," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari laman OJK, skor SLIK dibagi menjadi lima kategori, dengan skor 1 sebagai kategori terbaik dan skor 5 menandakan kredit macet. Hanya nasabah dengan skor 1 dan 2 yang dapat mengajukan kredit tanpa hambatan. Agusman juga menekankan pentingnya mengecek skor kredit sebelum mengajukan pinjaman. "Langkah ini dapat menghindari penolakan kredit akibat riwayat yang buruk," tambahnya.
Saat ini, pengecekan skor SLIK dapat dilakukan secara mandiri melalui situs idebku.ojk.go.id. Namun, bagi masyarakat dengan catatan kredit buruk, satu-satunya solusi adalah melunasi kewajiban yang tertunda. Jika ada kesalahan pencatatan, masyarakat dianjurkan melaporkannya ke pihak terkait.
Menurut Asosiasi Real Estate Indonesia (REI), sekitar 40% pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditolak akibat skor kredit yang rendah, sering kali disebabkan oleh tunggakan pinjaman online. "Banyak calon pembeli rumah gagal mendapatkan KPR karena tersandung skor kredit dari pinjaman online," ungkap perwakilan REI.
OJK juga mencatat adanya kasus pencari kerja yang ditolak karena skor kredit buruk di SLIK. Untuk menghindari hal tersebut, masyarakat perlu proaktif dalam memastikan kelancaran riwayat kredit mereka. Pembaruan data SLIK biasanya memakan waktu hingga 30 hari setelah pelunasan dilakukan, dan masyarakat dapat meminta Surat Keterangan Lunas (SKL) sebagai bukti pembayaran.