Standard Post with Image
bank umum

Jokowi Ungkap Likuiditas Kering, Kredit Melemah Sepanjang 2023

Bprnews.id - Situasi tahun 2023 yang cukup tidak stabil berdampak pada perilaku masyarakat yang cenderung menahan kredit dan makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membayar cicilan.

Secara umum, kondisi perekonomian 2023 masih terbilang cukup sulit mengingat berbagai peristiwa yang terjadi khususnya dari global, seperti Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, perang Rusia-Ukraina sejak 2022 yang tak kunjung usai, perang Hamas-Israel yang dipicu kembali pada Oktober 2023, hingga suku bunga global yang masih tinggi untuk menekan inflasi yang sempat melonjak.

Alhasil untuk menghadapai situasi tersebut, setiap individu relatif cenderung menggunakan tabungannya untuk bertahan hidup dan perusahaan/korporat juga menahan ekspansi bisnisnya. Hal ini berujung pada pertumbuhan kredit yang terus melandai.

situasi ekonomi yang tidak stabil pada tahun 2023 berdampak pada perilaku masyarakat yang cenderung menahan kredit dan menggunakan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membayar cicilan. Secara umum, kondisi perekonomian pada tahun 2023 dianggap sulit karena berbagai peristiwa global, termasuk pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, perang Rusia-Ukraina sejak 2022 yang masih berlanjut, konflik Hamas-Israel yang kembali memanas pada Oktober 2023, dan suku bunga global yang tinggi untuk menekan inflasi yang sempat melonjak.

Dalam menghadapi situasi tersebut, banyak individu cenderung menggunakan tabungan untuk bertahan hidup, sementara perusahaan dan korporasi menahan ekspansi bisnis mereka. Hal ini berkontribusi pada penurunan pertumbuhan kredit yang terus melandai sepanjang tahun 2023. Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa salah satu tantangan ekonomi yang dihadapi adalah likuiditas yang kering, mencerminkan kesulitan dalam mendapatkan likuiditas atau dana tunai.

Perjalanan Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) Tahun ini:

Januari-Februari, Kredit & DPK Masih Tinggi

pada awal tahun, uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh positif menjadi Rp8.271,7 triliun, mengalami kenaikan sebesar 8,2% year on year (yoy). Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) yang juga tumbuh sebesar 8,5% yoy.

Tingginya pertumbuhan M2 disebabkan oleh penyaluran kredit yang tumbuh lebih dari 10%, sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit produktif dan konsumtif. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bulan Januari 2023 mencatat pertumbuhan sebesar 8,03%, mencapai Rp7.953,8 triliun. Perbandingan dengan Desember 2022 menunjukkan pertumbuhan sebesar 9,01%, dengan giro sebagai pendorong utama pertumbuhan tersebut.

Tingginya penyaluran kredit juga dikaitkan dengan upaya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait pengenaan bunga kredit mikro sebesar 0%. Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa pada Februari 2023, usulan penurunan bunga pinjaman untuk pelaku usaha ultra mikro telah disampaikan langsung kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Bahkan, hal ini mendapat dukungan dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), yang sudah dibahas dalam rapat terbatas.

April, Kredit Anjlok Menjelang Lebaran

pertumbuhan kredit bank di awal kuartal II-2023 menunjukkan penurunan daya tumbuh, hanya mencapai sekitar 8% year on year (yoy) pada bulan April 2023. Angka ini merupakan yang terendah sejak Maret 2022 atau setahun terakhir. Situasi ini mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat bahwa peristiwa ini terjadi menjelang periode Idulfitri, di mana tradisionalnya terjadi peningkatan permintaan kredit.

Pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, Idulfitri tercatat sebagai faktor yang mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Sebagai contoh, pada tahun 2019, di mana Ramadan dan Idulfitri jatuh pada Mei-Juni, penyaluran dana dari bank mengalami pertumbuhan dua digit, mencapai 11% yoy, yang jauh melampaui pertumbuhan akhir tahun yang hanya sekitar 5,9% yoy.

Peremahan kredit pada bulan April 2023 terjadi pada semua jenis kredit, termasuk investasi, modal kerja, dan konsumsi. Pertumbuhan kredit investasi hanya mencapai 9,1% (yoy), merupakan yang terendah dalam setahun terakhir. Kredit modal kerja tumbuh sebesar 7,1% (yoy) pada April 2023, mencapai level terendah sejak Desember 2021. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada bulan yang sama, mencapai level terendah dalam tiga bulan terakhir.

Perry, yang disebutkan dalam berita, menduga bahwa perlambatan kredit terjadi karena adanya pelunasan yang dipercepat oleh debitur berorientasi ekspor. Ada kemungkinan bahwa beberapa korporasi memilih melunasi kredit mereka sebelum menentukan langkah selanjutnya untuk investasi dan pembiayaan.

Juni, Kredit Ambles Jauh dari Target

Pada Juni 2023, pertumbuhan kredit perbankan tercatat cukup rendah, hanya sebesar 7,76% year on year (yoy). Angka ini jauh dari target pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini yang berada dalam kisaran 9-11%. Perry, yang disebutkan dalam berita, menyatakan bahwa penurunan kredit perbankan terjadi karena menurunnya permintaan kredit dari dunia usaha. Hal ini terjadi di tengah melimpahnya likuiditas perbankan, tingginya rencana penyaluran kredit, dan longgarnya standar penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan.

Selain itu, korporasi juga cenderung mempercepat pelunasan kredit dan mengambil sikap "wait and see" dalam rencana investasi ke depan. Sikap "wait and see" ini juga terlihat dari investor yang meragukan kebijakan suku bunga, terutama setelah bank sentral Amerika Serikat (The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada bulan Juli. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Bank Indonesia (BI) juga mungkin akan menaikkan suku bunga acuannya, yang dapat berdampak pada kenaikan biaya kredit perbankan.

Keseluruhan, faktor-faktor seperti melimpahnya likuiditas, rencana penyaluran kredit yang tinggi, pelunasan kredit yang dipercepat oleh korporasi, dan sikap "wait and see" dari investor, semuanya berkontribusi pada pertumbuhan kredit perbankan yang rendah pada bulan Juni 2023.

Agustus, Pertumbuhan Kredit Kembali Sesuai Target

pada bulan Agustus, kredit perbankan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, mencapai 9,06% year on year (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut terutama didorong oleh kinerja sektor Jasa Dunia Usaha, Perdagangan, dan Jasa Sosial. Selaras dengan pertumbuhan kredit secara agregat, pembiayaan syariah juga tumbuh tinggi, mencapai 14,52% yoy.

Selain itu, pertumbuhan kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga membaik, mencapai 8,90% yoy, terutama berasal dari segmen mikro. Hal ini menunjukkan adanya pemulihan dalam permintaan kredit dari sektor-sektor tertentu, yang kemungkinan disebabkan oleh perbaikan kondisi ekonomi atau kebijakan yang mendorong penyaluran kredit.

Pertumbuhan kredit yang positif ini dapat mencerminkan sejumlah faktor, termasuk adanya upaya pemulihan ekonomi, dorongan dari sektor-sektor yang lebih produktif, dan mungkin juga adanya kebijakan atau insentif tertentu yang mendukung penyaluran kredit pada bulan Agustus.

November, Kredit Naik Tapi Likuiditas Kering?

Pada bulan November 2023, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan mencapai 9,74% secara year on year (yoy), mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang sebesar 8,99% yoy. Pertumbuhan kredit ini didorong oleh permintaan kredit dari korporasi dan rumah tangga, terutama dari sektor perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan jasa.

Meskipun pertumbuhan kredit meningkat, M2 pada Oktober 2023 tercatat hanya tumbuh sebesar 3,4% yoy, yang merupakan angka pertumbuhan terendah dalam sejarah Indonesia. Perlambatan ini disebabkan oleh pertumbuhan uang kuasi sebesar 7,8% yoy pada Oktober 2023, yang turun dari bulan sebelumnya yang tumbuh 8,4% yoy pada September 2023.

Uang kuasi dalam nominal tumbuh secara bulanan sekitar Rp43 triliun dari Rp3.744,8 triliun pada September 2023 menjadi Rp3.787,3 triliun pada Oktober 2023 yang didominasi oleh simpanan berjangka (rupiah dan valas).

DPK pada November 2023 tercatat sebesar Rp8.029,7 triliun, tumbuh 3,8% yoy, yang relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Namun, pertumbuhan DPK terus melandai seiring dengan tren penurunan tabungan, terutama dari masyarakat kelas menengah bawah.

Melandainya pertumbuhan DPK selaras dengan Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa tren masyarakat kelas menengah bawah menahan tabungan terus berlanjut sejak bulan April 2023. Meskipun demikian, jumlah tabungan terus mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2022.

Bank Mandiri melihat bahwa fenomena ini terjadi karena adanya akumulasi tabungan utamanya kelas menengah bawah, yang cukup tinggi di tahun 2022 akibat terjadinya pandemi dan pembatasan sosial. Masyarakat pun mulai menarik tabungannya di tahun 2023.

Tingkat tabungan kelompok masyarakat terbawah (dengan saldo tabungan di bawah Rp 1 juta) mengalami perlambatan, sementara penurunan tingkat tabungan kelompok ini mulai melandai. Hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya tabungan masyarakat kelompok bawah mulai berdampak pada belanja mereka.

Di sisi lain penurunan tingkat tabungan kelompok ini, yang sejak Mei terus tergerus, mulai melandai. Hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya tabungan masyarakat kelompok bawah mulai berdampak pada belanja mereka. Sementara itu kelompok menengah-mereka dengan saldo tabungan Rp1-10 juta-relatif stabil dan berada pada kisaran 166,4.

Sebagai catatan, data yang dihimpun oleh CNBC Indonesia Research menunjukkan posisi pertumbuhan DPK Oktober 2023 tercatat paling rendah jika dibandingkan sejak Desember 2016.

Kekeringan likuiditas ini juga diakui oleh Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede.

"Kalau kita bicara tentang likuiditas memang likuiditas perbankan sudah menunjukkan tren menurun," kata Josua dikutip pada Selasa, (5/12/2023).

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengakui kekeringan likuiditas dalam perbankan yang menunjukkan tren menurun. Presiden Jokowi juga menyoroti peredaran uang yang semakin kering, memperingatkan potensi gangguan pada sektor riil.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memproyeksikan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit di perbankan pada tahun ini akan rendah, masing-masing di kisaran 6%-8% dan 7%-9%. Bank-bank besar dapat melampaui angka tersebut sekitar 1%-2%.

Sikap hati-hati diambil karena risiko tekanan ekonomi global, perang, volatilitas harga komoditas, pelemahan ekonomi, inflasi yang tinggi, dan suku bunga global yang masih tinggi. Bank berencana untuk tetap prudent dalam memberikan kredit sambil memitigasi risiko dan melihat peluang.

"Ini jadi catatan karena appetite sebenarnya untuk memberikan kredit itu masih cukup tinggi, namun bank akan sangat prudent melihat dan memitigasi risiko sambil melihat peluang," tutur Andry.

Situasi tahun 2023 yang cukup tidak stabil berdampak pada perilaku masyarakat yang cenderung menahan kredit dan makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membayar cicilan.

Secara umum, kondisi perekonomian 2023 masih terbilang cukup sulit mengingat berbagai peristiwa yang terjadi khususnya dari global, seperti Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, perang Rusia-Ukraina sejak 2022 yang tak kunjung usai, perang Hamas-Israel yang dipicu kembali pada Oktober 2023, hingga suku bunga global yang masih tinggi untuk menekan inflasi yang sempat melonjak.

Alhasil untuk menghadapai situasi tersebut, setiap individu relatif cenderung menggunakan tabungannya untuk bertahan hidup dan perusahaan/korporat juga menahan ekspansi bisnisnya. Hal ini berujung pada pertumbuhan kredit yang terus melandai.

situasi ekonomi yang tidak stabil pada tahun 2023 berdampak pada perilaku masyarakat yang cenderung menahan kredit dan menggunakan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membayar cicilan. 

Secara umum, kondisi perekonomian pada tahun 2023 dianggap sulit karena berbagai peristiwa global, termasuk pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, perang Rusia-Ukraina sejak 2022 yang masih berlanjut, konflik Hamas-Israel yang kembali memanas pada Oktober 2023, dan suku bunga global yang tinggi untuk menekan inflasi yang sempat melonjak.

Dalam menghadapi situasi tersebut, banyak individu cenderung menggunakan tabungan untuk bertahan hidup, sementara perusahaan dan korporasi menahan ekspansi bisnis mereka. Hal ini berkontribusi pada penurunan pertumbuhan kredit yang terus melandai sepanjang tahun 2023. 

Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa salah satu tantangan ekonomi yang dihadapi adalah likuiditas yang kering, mencerminkan kesulitan dalam mendapatkan likuiditas atau dana tunai.

 

Standard Post with Image
ojk

OJK mengambil 8 langkah untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan mengantisipasi ketidakpastian global

Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjalankan 8 langkah strategis sepanjang kuartal III/2023 untuk mengantisipasi ketidakpastian global dan menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.

"Langkah ini juga bertujuan memastikan sektor jasa keuangan berkontribusi optimal dalam perekonomian nasional," tulis OJK dalam Laporan Triwulan III/2023, dikutip pada Selasa (26/12/2023).

Berikut adalah langkah-langkah tersebut:

Langkah pertama, Memastikan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Cermat terhadap Risiko Pasar: OJK meminta LJK untuk memperhatikan risiko pasar dan menjaga kecukupan modal sebagai penyangga risiko. LJK diminta mengantisipasi potensi kerentanan dan memastikan ketersediaan likuiditas yang memadai.

Kedua, Melakukan Stress Test Secara Berkala: OJK dan LJK melakukan stress test secara berkala untuk mengevaluasi tingkat ketahanan permodalan dan likuiditas. Tes stres didasarkan pada berbagai faktor risiko dari sisi ekonomi makro dan permasalahan individu yang dihadapi LJK.

Ketiga, Memantau Perkembangan Portofolio Investasi: LJK diharapkan terus memonitor perkembangan portofolio investasinya untuk memitigasi risiko pasar dan mengantisipasi fluktuasi di pasar keuangan.

Keempat, Pencadangan yang Memadai: OJK meminta perbankan untuk mempersiapkan pencadangan (CKPN) yang memadai guna mengantisipasi potensi peningkatan risiko selama masa periode suku bunga yang relatif tinggi.

Kelima, Pemantauan Asuransi Jiwa: OJK mencermati industri asuransi jiwa, khususnya produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). OJK menjaga tingkat kepercayaan konsumen dan ketahanan industri asuransi jiwa dengan memantau kesesuaian praktik pemasaran dan pengelolaan PAYDI berdasarkan SEOJK Nomor 5 Tahun 2022.

"Selain itu, OJK memonitor dan akan mengkaji lebih lanjut perkembangan rasio klaim dan normalisasi pertumbuhan premi asuransi jiwa terutama untuk lini usaha PAYDI," tulis OJK.

Keenam, Penyesuaian Rencana Bisnis LJK: OJK mencermati proses penyesuaian Rencana Bisnis Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dengan keseimbangan antara optimalisasi pertumbuhan dan menjaga profil risiko LJK.

Ketujuh, Dukungan Implementasi PP 36/2023: OJK mendukung implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA) untuk meningkatkan cadangan devisa negara.

Dalam rangka menjaga kelancaran proses bisnis dari eksportir yang merupakan debitur perbankan, OJK memberikan insentif sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b PP DHE SDA berupa dana DHE SDA yang ditempatkan oleh eksportir pada rekening khusus di perbankan dapat digunakan sebagai agunan tunai (cash collateral) sesuai dengan ketentuan mengenai kualitas aset bank umum.

Kedelapan, Peraturan Terkait Penanganan Pasar Modal yang Fluktuatif: OJK menerbitkan peraturan terkait penanganan kondisi pasar modal yang berfluktuasi secara signifikan.

Parameter penetapan kebijakan dan alternatif kebijakan bersifat komprehensif, mencakup ketentuan dan kebijakan penanganan fluktuasi pasar signifikan.

 

 

Standard Post with Image
bank umum

Bank Indonesia telah mencabut 42 jenis Uang Rupiah dari peredaran hingga 1 Desember 2023

Bprnews.id - Bank Indonesia telah mencabut 42 uang Rupiah dari peredaran hingga 1 Desember 2023. Uang Rupiah yang dicabut tersebut tidak berlaku lagi, dan masyarakat diberikan kesempatan untuk menukarkannya di kantor bank umum atau kantor Bank Indonesia terdekat. Proses pencabutan ini mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia.

Informasi terkait pencabutan uang Rupiah biasanya disampaikan oleh Bank Indonesia melalui berbagai saluran, termasuk situs resmi, televisi, surat kabar, media sosial, dan radio. Masyarakat dapat menukarkan uang yang sudah dicabut dalam waktu 10 tahun sejak tanggal pencabutan. Setelah batas waktu tersebut, uang yang dicabut tidak dapat lagi ditukarkan.

Masyarakat dapat melakukan penukaran di kantor bank umum atau kantor Bank Indonesia di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah itu, uang tersebut tidak dapat Anda tukarkan kembali.

Berikut daftar Uang Rupiah yang telah Bank Indonesia cabut:

Uang Kertas

1. Rp 10.000/TE 1979 tanggal pencabutan 01 Mei 1992
2. Rp 5.000/TE 1980 tanggal pencabutan 01 Mei 1992
3. Rp 1.000/TE 1980 tanggal pencabutan 01 Mei 1992
4. Rp 500/TE 1982 tanggal pencabutan 01 Mei 1992
5. Rp 100/TE 1984 tanggal pencabutan 25 September 1995
6. Rp 10.000/TE 1985 tanggal pencabutan 25 September 1995
7. Rp 5.000/TE 1986 tanggal pencabutan 25 September 1995
8. Rp 1.000/TE 1987 tanggal pencabutan 25 September 1995
9. Rp 500/TE 1988 tanggal pencabutan 25 September 1995
10. Rp 0,05/TE 1964 – Dwikora tanggal pencabutan 15 November 1996
11. Rp 0,10/TE 1964 – Dwikora tanggal pencabutan 15 November 1996
12. Rp 0,25/TE 1964 – Dwikora tanggal pencabutan 15 November 1996
13. Rp 0,50/TE 1964 – Dwikora tanggal pencabutan 15 November 1996

Uang Logam

1. Rp 2/TE 1970 tanggal pencabutan 15 November 1996
2. Rp 10/TE 1971 tanggal pencabutan 15 November 1996
3. Rp 10/TE 1974 tanggal pencabutan 15 November 1996
4. Rp 10/TE 1979 tanggal pencabutan 15 November 1996
5. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp10.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
6. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp1.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
7. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp20.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
8. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp200 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
9. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp2.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
10. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp25.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
11. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp250 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
12. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp500 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
13. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp5.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
14. URK Seri 25 Tahun Kemerdekaan RI TE 1970 Pecahan Rp750 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
15. URK Seri Cagar Alam TE 1974 Pecahan Rp100.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
16. URK Seri Cagar Alam TE 1974 Pecahan Rp2.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
17. URK Seri Cagar Alam TE 1974 Pecahan Rp5.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
18. URK Seri Cagar Alam TE 1987 Pecahan Rp10.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
19. URK Seri Cagar Alam TE 1987 Pecahan Rp200.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
20. URK Seri Save The Children TE 1990 Pecahan Rp10.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
21. URK Seri Save The Children TE 1990 Pecahan Rp200.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
22. URK Seri Perjuangan Angkatan ’45 RI TE 1990 Pecahan Rp125.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
23. URK Seri Perjuangan Angkatan ’45 RI TE 1990 Pecahan Rp250.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
24. URK Seri Perjuangan Angkatan ’45 RI TE 1990 Pecahan Rp750.000 tanggal pencabutan 30 Agustus 2021
25. Rp500/TE 1991 tanggal pencabutan 01 Desember 2023
26. Rp500/TE 1997 tanggal pencabutan 01 Desember 2023
27. URK Seri 50 Tahun Kemerdekaan RI TE 1995 Pecahan Rp300.000 (Seri Demokrasi) tanggal pencabutan 30 Agustus 2022
28. URK Seri 50 Tahun Kemerdekaan RI TE 1995 Pecahan Rp850.000 (Seri Presiden Republik Indonesia) tanggal pencabutan 30 Agustus 2022
29. Rp1.000/TE 1993 tanggal pencabutan 01 Desember 2023

Untuk tempat penukaran Uang Rupiah yang ditarik bisa di Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Untuk URK yang ditarik merupakan Uang Rupiah Khusus.

 

Standard Post with Image
BPR

OJK : BPR Jepara Artha (Perseroda) Dalam Status Penyehatan

Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Tengah mengumumkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha (Perseroda) berada dalam status bank dalam penyehatan. Pemerintah Kabupaten Jepara telah membentuk tim penyehatan bank dengan fokus pada pengembalian dana nasabah.

Meskipun sempat terjadi penarikan dana besar-besaran, Pemerintah memastikan bahwa uang yang disimpan di BPR Jepara Artha aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Nasabah dan masyarakat diminta untuk tidak panik, dan Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta menegaskan bahwa tabungan masyarakat di BPR Jepara Artha aman. Tim penyehatan bank telah dibentuk, dan pemerintah berkomunikasi aktif dengan OJK. Pemkab Jepara juga mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Bupati nomor 580.1.2/302 tahun 2023  tentang Tim Penyehatan Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha.

"Masyarakat jangan panik, membawa atau menarik deposito secara berlebihan. Kami menjamin tabungan masyarakat aman,” jelas Pj Bupati di Semarang.

Kepala OJK Jawa Tengah, Sumarjono, menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Perbankan, bank yang mengalami rasio kecukupan permodalan dan likuiditas di bawah ketentuan minimum atau kondisi tingkat kesehatannya tidak baik dapat ditetapkan sebagai bank dalam penyehatan. OJK akan memantau dan mengevaluasi action plan yang disusun oleh bank untuk memperbaiki kinerjanya. Dana simpanan masyarakat di BPR tersebut dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan hingga batas tertentu per nasabah.

“Pada kondisi tersebut, pengurus dan pemegang saham diminta menyusun dan melaksanakan action plan untuk memperbaiki kinerja bank,” kata Sumarjono.

Sekretaris Daerah Edy Sujatmiko menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memastikan pengembalian dana nasabah dan tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Tim penyehatan bank akan terus berkoordinasi untuk merumuskan langkah-langkah penyehatan yang efektif.

“Sesuai peraturan perundangan, tabungan dan deposito masyarakat di BPR dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan hingga Rp 2 miliar per nasabah. Syaratnya, nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, dana simpanan tercatat di bank dan tingkat suku bunganya tidak melebihi suku bunga penjaminan LPS,” jelasnya.

 

 

Standard Post with Image
BPR

BPR AJM Gelar Pelatihan, siap mengembangkan layanan berbasis digital

Bprnews.id - PT. Bank Perkreditan Rakyat Adi Jaya Mulia (BPR-AJM) Singaraja serius menyikapi pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia No 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Dalam upaya meningkatkan soliditas sumber daya manusia (SDM), BPR-AJM mengadakan pelatihan dengan mengundang Prof. Dr. Wayan Gede Supartha, SE, SU., sebagai narasumber. Pelatihan ini bertujuan mengembangkan SDM BPR-AJM menuju layanan berbasis digital.

“Kita sudah mendapatkan pelatihan, artinya apa. Kita sudah mulai beradaptasi dengan tantangan BPR, yang pertama SDM, Permodalan dan yang ketiga adalah IT,” ungkap Direktur PT. BPR-AJM Singaraja, Ketut Wiratjana usai kegiatan pelatihan bertajuk ‘Kompensasi Berbasis Kinerja Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima dan Keberlanjutan Bisnis’ di Puri Sharon Lovina, Sabtu (23/12/2023).

Direktur PT. BPR-AJM Singaraja, Ketut Wiratjana, menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi oleh BPR termasuk SDM, permodalan, dan IT. Melalui pelatihan ini, mereka mencari solusi untuk meningkatkan kapasitas SDM, memenuhi permodalan minimal sebesar Rp 6 miliar sesuai ketentuan UU RI No 4 tahun 2023, dan mengembangkan perbankan berbasis digital.

Wiratjana menegaskan bahwa mereka telah melakukan peningkatan kapasitas SDM, memenuhi permodalan dengan nominal Rp 15 miliar, dan sekarang mempersiapkan pengembangan IT seiring dengan pengembangan layanan seperti pengembangan cabang BPR-AJM di Denpasar dan kabupaten lain di Bali, atau paling tidak kantor kas di wilayah Buleleng.

“Untuk peningkatan kapasitas SDM sudah kami lakukan, kemudian permodalan sudah kami penuhi dengan nominal Rp 15 Miliar, dan saat ini pengembangan IT sudah mulai kita siapkan seiring dengan pengembangan layanan berupa pengembangan cabang BPR-AJM di Denpasar dan kabupatan lain di Bali, atau paling tidak kantor kas di wilayah Buleleng,” terangnya.

Dengan total aset senilai Rp 42 miliar, BPR-AJM optimis dapat beradaptasi dan mengembangkan layanan perbankan berbasis digital. Mereka menargetkan peningkatan aset menjadi Rp 52 miliar tahun depan.

Prof. Dr. Wayan Gede Supartha dari Universitas Udayana (Unud) Denpasar mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh manajemen BPR-AJM sebagai bentuk adaptasi sesuai dengan tema pelatihan, yaitu 'Kompensasi Berbasis Kinerja Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima dan Berkelanjutan Bisnis'.

Supartha menyoroti pentingnya etos kerja, komitmen, dan pemberlakuan kompensasi berbasis kinerja sebagai faktor kunci dalam keberhasilan perusahaan.

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News