BPRNews.id - Hingga akhir 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin operasional 18 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari berbagai wilayah. Salah satu kasus terbaru melibatkan BPR Pakan Raba Solok Selatan di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, yang kini tidak dapat lagi melanjutkan aktivitas operasionalnya.
Di Jawa Barat, OJK mengawasi 136 BPR dan BPRS, di mana sekitar 20 BPR masuk dalam pengawasan khusus karena belum memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar. “Kami mencatat masih ada beberapa BPR dan BPRS yang belum memenuhi persyaratan modal inti menjelang tutup tahun ini. Padahal, mereka seharusnya mencapai Rp6 miliar pada akhir tahun,” kata Revina Febri Herman, Analis Deputi Direktur Layanan Manajemen Strategis dan Koordinasi Regional OJK Jawa Barat, dalam diskusi bersama OJK.
Sebagai solusi, OJK mendorong langkah konsolidasi antar BPR dan BPRS untuk memperkuat struktur perbankan. Bank-bank dengan lokasi atau pasar serupa dianjurkan bergabung menjadi satu entitas yang lebih kuat. Melalui POJK Nomor 7 Tahun 2024, OJK memberikan waktu hingga tiga tahun untuk proses peleburan ini.
Sebagian besar BPR yang harus dikonsolidasi dimiliki oleh pemerintah daerah. Selain memenuhi modal inti, pengelolaan risiko dan inovasi juga menjadi fokus utama agar BPR mampu bersaing dengan bank umum serta menghadapi tantangan dari pendanaan berbasis teknologi seperti fintech.
“Jika tidak melakukan inovasi, BPR berisiko kehilangan daya saing, terutama dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat,” tambah Revina. OJK berharap penguatan modal dan inovasi ini dapat menjaga eksistensi BPR dalam industri perbankan yang terus berkembang.