Standard Post with Image
bank umum

Upaya Muharram Nurdin: Meminta Tambahan Modal kepada Pemprov untuk Menjaga Status Bank Sulteng Tetap Sebagai Bank Umum

Bprnews.id - Wakil Ketua III DPRD Sulawesi Tengah, Muharram Nurdin, menghadiri Penyerahan Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2023 dan dalam wawancaranya mengemukakan permintaan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) untuk menambah modal Bank Sulteng Rabu (17/1/2024) siang.

.Permintaan ini dilakukan untuk mencegah perubahan status Bank Sulteng menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

"Kita melihat ada temuan dari Pemprov Sulteng khususnya pada Bank Sulteng, kita minta untuk Bank Sulteng itu agar segera ditambah modal, sebab kalau tidak Bank Sulteng akan berubah status menjadi BPR nah ini tanggung jawab kita semua," jelas Muharram Nurdin. 

Nurdin tidak hanya menyarankan penambahan modal berasal dari Pemerintah Daerah, melainkan mengajak Pemda untuk mencari mitra, termasuk lembaga perbankan, guna memberikan tambahan modal sesuai ketentuan. Dengan demikian, Bank Sulteng dapat mempertahankan statusnya dan menghindari penurunan menjadi BPR.

"Tentunya penambahan modal itu tidak harus semuanya dari Pemda, kita minta Pemda juga nanti harus cari mitra apakah itu lembaga perbankan untuk bisa bersama sama untuk memberi tambahan modal sesuai ketentuan agar predikatnya tidak turun jadi BPR" Tuturnya. 

Kegiatan itu sendiri dilaksanakan pada Rabu (17/1/24) di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah Jl Prof Moh Yamin, Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Kegiatan penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut dihadiri oleh sejumlah kepala daerah di Provinsi Sulawesi Tengah, dan Muharram Nurdin turut memberikan sambutan pada acara tersebut.

 

 

Standard Post with Image
BPR

Perubahan Perbankan Awal 2024: Satu Bank Ditutup oleh OJK, Satu Bank Diambil Alih oleh LPS

Bprnews.id - Pada awal tahun 2024, fenomena kejatuhan beberapa Bank Perekonomian Rakyat (BPR) masih berlanjut setelah sejumlah BPR kolaps sepanjang tahun 2023.

Dalam periode ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup satu BPR, yaitu BPR Wijaya Kusuma di Madiun, dengan pencabutan izin pada tanggal 4 Januari 2024.

Keputusan ini diambil karena BPR tersebut tidak dapat melakukan penyehatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain itu, BPR Aceh Utara juga telah menyandang status bank dalam resolusi (BDR) pada 12 Januari 2024. Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) kemudian mengambil alih kepengurusan BPR Aceh Utara, mempersiapkan berbagai opsi penanganan untuk bank tersebut.

Tahun sebelumnya, sebanyak empat BPR telah mengalami penutupan setelah izinnya dicabut oleh OJK. 

Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa melihat data historis, rata-rata sekitar 6 hingga 7 BPR mengalami kejatuhan setiap tahunnya. 

Purbaya menjelaskan bahwa penyebab kejatuhan BPR umumnya disebabkan oleh tata kelola bisnis bank yang buruk, bukan karena kondisi ekonomi.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa fenomena kejatuhan BPR disebabkan oleh konsekuensi dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

"Tentu penyesuaian ini tidak mudah karena harus dipersiapkan segala regulasi dan sistem pengawasannya dengan baik," ujar Dian dalam pesan tertulisnya belum lama ini, dikutip Rabu (17/1/2024).

UU ini memberikan penguatan kepada BPR yang sebelumnya tidak dimilikinya, dan perlu dilakukan penyesuaian dalam regulasi dan sistem pengawasan.

OJK akan memastikan bahwa seluruh BPR berada dalam kondisi sehat dengan rasio permodalan dan rasio keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BPR yang memiliki masalah fraud akan ditindak dengan diserahkan kepada LPS dan aparat penegak hukum.

Dian menyampaikan bahwa peta jalan pengembangan dan penguatan BPR akan dikeluarkan, dengan beberapa aturan baru yang telah dan akan dikeluarkan tahun 2024 sebagai bagian dari peta jalan tersebut.

"Saya ingin segera beres, dan BPR yang tersisa itu hanya BPR-BPR yang sehat, sehingga masyarakat akan terlayani dengan baik, dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan di daerah-daerah akan terpacu," kata Dian.

 

Standard Post with Image
bank umum

Mengalami Kebangkrutan BPR Aceh Utara diambil alih oleh LPS

Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengambil alih pengelolaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho di Kota Mojokerto. Langkah ini diambil setelah jajaran pimpinan direksi sebelumnya dinonaktifkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena tidak mampu menyehatkan keuangan BPRS tersebut.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakot Mojokerto, Ruby Hartoyo, menjelaskan bahwa sejak OJK menyerahkan pengelolaan ke LPS pada Jumat (12/1), pimpinan direksi BPRS Mojo Artho telah dirombak. 

“Seluruh jajaran pimpinan, mulai dari komisaris hingga senior executive, dinonaktifkan oleh LPS.” tandasnya

Terkecuali bagi karyawan BPRS Mojo Artho. Sebab, kata Ruby, masing-masing akan tetap dipekerjakan sebagaimana biasanya. Sebab, LPS hanya mengambil alih terkait penggelolaan hingga beberapa waktu ke depan.

’’Pegawai-pegawai tetap berjalan seperti biasanya, cuma pengelolaannya yang diambil alih oleh LPS,’’ jelas dia.

Ruby menegaskan bahwa meskipun jajaran pimpinan direksi diganti, karyawan BPRS Mojo Artho tetap akan tetap dipekerjakan seperti biasa. LPS hanya mengambil alih pengelolaan bank tersebut untuk sementara waktu.

BPRS Mojo Artho, yang merupakan perseroan daerah milik Pemerintah Kota Mojokerto, menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan. Status bank ini dirombak setelah OJK menetapkan bank sebagai bank dalam resolusi (BDR) pada 12 Januari 2024, mengakhiri status sebelumnya sebagai bank dalam penyehatan (BDP).

’’Pegawai-pegawai tetap berjalan seperti biasanya, cuma pengelolaannya yang diambil alih oleh LPS,’’ jelas dia.

LPS akan mengelola BPRS Mojo Artho selama 120 hari ke depan. Selama periode tersebut, LPS akan menyelidiki semua permasalahan yang ada di dalam BPRS Mojo Artho. 

Setelah itu, LPS akan melakukan evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya terkait nasib BPRS tersebut, apakah akan disehatkan, dilikuidasi, atau izinnya dicabut.

Ruby menyatakan bahwa semua keputusan terkait BPRS Mojo Artho saat ini menjadi kewenangan LPS, dan pihak Pemerintah Kota Mojokerto tidak dapat melakukan intervensi. 

’’Semua sudah menjadi kewenangannya LPS, kita dari pemkot juga tidak bisa melakukan intervensi,’’ sebut Ruby.

Bank ini juga sedang diusut oleh korps Adhyaksa atas dugaan kasus korupsi yang telah menyeret dua orang tersangka.

Seperti diketahui, BPRS Mojo Artho telah ditetapkan sebagai BDR atau sebelumnya dikenal dengan bank gagal.

Peningkatan status oleh OJK tersebut menyusul telah berakhirnya status bank dalam penyehatan (BDP) per 12 Januari 2024.

Mengacu Undang-Undang 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa status BDR disematkan karena bank dinilai mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai kewenangannya.

Tingginya kredit macet membuat cash flow di BPRS Mojo Artho macet. Akibatnya, kondisi itu berdampak terhadap para nasabah yang kesulitan menarik dana deposito meski telah jatuh tempo.

Apalagi, bank yang beralamat di Jalan Mojopahit, Kota Mojokerto ini juga masih terus diusut oleh korps Adhyaksa atas dugaan kasus korupsi yang telah menyeret dua orang tersangka.

 

 

Standard Post with Image
bank umum

Hasil Penilaian Koperasi di jepara, 3 Koperasi ditetapkan Berstatus dalam Pengawasan

Bprnews.id - Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Diskop Ukm Nakertrans) Kabupaten Jepara telah melakukan penilaian kesehatan terhadap koperasi di wilayah tersebut. Hasil penilaian menunjukkan bahwa ada tiga koperasi yang saat ini berstatus dalam pengawasan.

Kepala Diskop Ukm Nakertrans Jepara, Samiadji, mengungkapkan bahwa klasifikasi koperasi dibagi menjadi empat kategori, yaitu koperasi sehat, cukup sehat, dalam pengawasan, dan dalam pengawasan khusus.

Penilaian kesehatan ini menjadi dasar untuk merancang kebijakan pembinaan dan penerapan sanksi pada koperasi-koperasi yang dinilai.

''Kami terus melakukan penilaian kesehatan meskipun terbatas anggarannya,'' beber Samiadji, Minggu (14/1/2024).

Aspek-aspek yang dinilai untuk menentukan kesehatan koperasi meliputi permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan, serta jatidiri koperasi.

Jika beberapa aspek tersebut tidak terpenuhi, maka status kesehatan koperasi dapat bergeser ke kategori cukup sehat, dalam pengawasan, atau bahkan dalam pengawasan khusus.

Pada tahun 2023, Diskop Ukm Nakertrans Jepara telah melakukan pengawasan terhadap 51 koperasi dari total 337 koperasi yang aktif di Jepara.

Pengawasan ini akan dilanjutkan pada tahun 2024 untuk memastikan kondisi seluruh koperasi aktif dan memberikan keamanan kepada masyarakat yang menjadi anggota koperasi.

Dari 51 koperasi yang telah diawasi, Samiadji mencatat bahwa tiga di antaranya, yaitu Koperasi Asy Syarif, Koperasi Agung Rahayu, dan Koperasi Daya Mina, berada dalam status pengawasan.Tidak ada koperasi yang sampai pada status pengawasan khusus.

''Sejauh ini belum ada penilaian yang sampai dalam pengawasan khusus,'' terangnya.

Dari hasil pengawasan tersebut, hanya empat koperasi yang dinyatakan sehat, sedangkan 44 koperasi lainnya dikategorikan sebagai cukup sehat,

Samiadji juga menambahkan bahwa meskipun terdapat 707 koperasi yang terdaftar di Jepara, namun 370 di antaranya tidak aktif. Volume usaha dari koperasi-koperasi di Jepara mencapai Rp 1,399 triliun.

Evaluasi kesehatan koperasi menjadi langkah penting dalam memastikan keberlanjutan dan kontribusi positif terhadap perekonomian lokal.

 

 

Standard Post with Image
BPR

Mengalami Kebangkrutan BPR Aceh Utara diambil alih oleh LPS

Bprnews.id - BPR Aceh Utara mengalami kebangkrutan yang berujung pada pengambilalihan pengelolaan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai 12 Januari 2024. Aksi ini dilakukan karena bank milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tersebut kekurangan modal untuk menjalankan usahanya. operasionalnya sehingga mengakibatkan bangkrut seperti yang diumumkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh.

Informasi tersebut diungkapkan Penjabat Bupati Aceh Utara Mahyuzar kepada Serambi di Banda Aceh pada Minggu, 14 Januari 2024.

Menurut Mahyuzar, LPS telah mengambil alih BPR Aceh Utara dan seluruh kegiatan dibekukan, termasuk peran BPR Aceh Utara, komisaris dan direksi. 

Meski telah dilakukan pengambilalihan, Mahyuzar menyebutkan aktivitas perbankan tetap berjalan seperti biasa di bawah pengelolaan LPS. Dia menjelaskan, kesehatan keuangan BPR Aceh Utara sudah lama terpuruk. Bank konvensional memerlukan suntikan dana dari Bank Aceh Syariah untuk tumbuh dan bertransformasi menjadi lembaga syariah.

“Jadi manajemen keuangan di BPR sudah lama menurun, sedangkan bank ini tidak ada modal untuk berkembang, dan bank ini juga salah satu bank yang masih konvensional di Aceh,” ujarnya.

Pengelolaan keuangan BPR telah mengalami kemunduran selama beberapa waktu, dan bank tersebut kekurangan modal untuk pengembangan. Tercatat BPR Aceh Utara merupakan salah satu bank konvensional yang ada di Aceh.

Pada masa Pj Bupati Azwardi, Pemerintah Daerah Aceh Utara selaku Pemegang Saham Pengendali (SPS) telah mengusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar Bank Aceh Syariah memberikan dukungan finansial kepada BPR Aceh Utara.

Tujuannya adalah untuk memulihkan kesehatan BPR dan memungkinkan transformasi menjadi lembaga yang sesuai dengan syariah. Sayangnya arahan tersebut baru ditindaklanjuti Bank Aceh Syariah sehari sebelum batas waktu yang ditetapkan OJK Aceh pada 12 Januari 2024.

Dana yang diajukan awalnya sebesar Rp 1,8 miliar namun meningkat menjadi Rp 3,6 miliar karena tidak disetujui tepat waktu. Saat ini, untuk melanjutkan rencana tersebut, diperlukan tambahan dana sebesar Rp 6 miliar karena situasi keuangan yang terus negatif.

Mahyuzar mencontohkan, seharusnya Bank Aceh Syariah tahun sebelumnya sudah menyampaikan surat ke OJK Aceh yang menyatakan ketidakmampuan mereka membantu karena BPR masih berstatus konvensional. Hal ini akan memberikan waktu bagi OJK untuk menanggapi surat tersebut.

“Sebab isi surat Bank Aceh menyebutkan bahwa Bank Aceh tidak bisa melaksanakan perintah RUPS, dengan alasan karena di qanun dan aturan OJK menjelaskan bahwa bank syariah tidak boleh membantu bank konvensional,” ungkap Mahyuzar.

Mahyuzar menyatakan ketidakpuasannya terhadap pendekatan Bank Aceh dan menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Aceh Utara akan membicarakan lebih lanjut masalah tersebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRK) untuk mencari solusi. Menurutnya, bantuan Bank Aceh kepada BPR Aceh Utara belum ditanggapi dengan serius.

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News