Bprnews.id - Grant Thornton Indonesia bekerja sama dengan US Soybean Export Council (USSEC) mengadakan lokakarya daring berupa pelatihan finansial untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang berguna bagi pengembangan dan peningkatan kinerja usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Acara mengangkat tema “USSEC Growth Accelerator Series: Driving SME’s Growth and Profit” dan diselenggarakan pada Rabu (13/9/2023).
Sebagai informaasi, USSEC merupakan organisasi asal Amerika Serikat (AS) yang berfokus untuk memaksimalkan pemanfaatan, nilai, dan distribusi atas penggunaan kedelai Melalui jaringan global kantor internasional dan dukungan kuat di AS, USSEC bekerja untuk memperkenalkan kedelai dan produk kedelai AS ke seluruh dunia.
“Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dukungan Grant Thornton untuk mendukung UMKM Indonesia agar lebih maju dan kompetitif. Kami sangat mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada USSEC karena telah menginisiasi kegiatan ini untuk memberdayakan para pelaku UMKM,” ujar Marketing Communication Director Grant Thornton Indonesia Riadi Sugihtani dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (19/9/2023).
Perlu diketahui, peserta lokakarya adalah para pelaku UMKM binaan USSEC. Lokakarya menghadirkan dua pembicara andal di bidangnya yang membahas lebih dalam mengenai pentingnya mengoptimalkan efisiensi keuangan untuk UMKM. Riadi dalam kesempatan itu juga bertindak sebagai pemandu.
Adapun webinar terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama pemaparan Audit Manager Grant Thornton Indonesia Sindani Adinagara yang membahas mengenai pentingnya akuntansi dalam pencatatan transaksi dan penyusunan laporan keuangan bagi UMKM.
“Memiliki laporan keuangan pada sektor UMKM sangatlah penting. Dengan laporan keuangan yang baik dan sesuai standar, pelaku UMKM dapat mengetahui posisi keuangan entitas, mengontrol biaya operasional bisnis, mengetahui laba rugi usaha, mengambil keputusan bisnis dan memperhitungkan kewajiban perpajakan,” ujar Sindani.
Menurutnya, tidak sedikit pelaku UMKM yang menganggap membayar pajak merupakan hal yang sulit dikarenakan dapat mengurangi jumlah pendapatan.
Padahal, membayar pajak merupakan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan patuh kepada Undang-Undang.
“Banyak juga pelaku UMKM yang belum mengerti bahwa pemerintah sudah menetapkan penurunan tarif PPh Final menjadi 0,5 persen dari sebelumnya 1 persen dari pendapatan,” ujarnya.
Maka dari itu, pihaknya membantu para pelaku UMKM untuk mengetahui perkembangan terbaru terkait perpajakan serta manfaat yang dapat diperoleh, seperti meningkatkan kredibilitas usaha dan juga mempermudah urusan administrasi.
“Grant Thornton Indonesia bangga dapat menjadi bagian dari rangkaian kegiatan yang diadakan oleh USSEC. Kami berharap, para peserta bisa mendapatkan manfaat dengan memaksimalkan ilmu yang diperoleh dalam pembuatan laporan keuangan yang benar serta mampu memahami dasar perpajakan bagi UMKM”, tambah Riadi.
Bprnews.id - Nama Pasar Tanah Abang sebagai pusat grosir busana terbesar se-Asia Tenggara sudah dikenal oleh masyarakat luas. Beraneka produk fesyen seperti pakaian, celana, tas, sepatu dan aksesori hingga tekstil dijajakan di pasar yang telah ada sejak tahun 1735 tersebut.
Pembelinya pun beragam mulai dari eceran untuk pemakaian sehari-hari hingga pembeli grosir untuk dijual kembali di pasar-pasar berbagai provinsi di Indonesia. Pasar yang identik dengan suasana kepadatan lantaran banyaknya masyarakat yang berbelanja itu perlahan mulai kehilangan pesonanya.
Memang, perekonomian tengah dalam masa pemulihan pasca-pembatasan mobilitas akibat pandemi COVID-19. Namun, pemulihan tersebut sepertinya mendapat tantangan akibat platform media sosial dan e-commerce atau yang biasa disebut social commerce mulai menyebarkan pesonanya.
Sebut saja TikTok. Platform asal China itu awalnya merupakan layanan hosting video berdurasi pendek. Perlahan fungsinya sebagai sosial media mulai bergeser fungsi sebagai e-commerce.
Pada awalnya tidak ada yang salah dengan TikTok Shop karena hanya beroperasi layaknya e-commerce lain seperti Shopee dan Tokopedia. Namun, sorotan mulai diterima TikTok Shop lantaran menjual produk dengan harga yang sangat murah hingga mengancam kesejahteraan pedagang produk lokal.
Redupnya penjualan produk buatan dalam negeri disampaikan Anton, pedagang baju gamis di Lantai LG, Blok A, Tanah Abang. Ia berharap agar TikTok Shop dihapus karena efeknya benar benar menghantam dirinya dan pedagang produk lokal.
Redupnya penjualan produk buatan dalam negeri disampaikan Anton, pedagang baju gamis di Lantai LG, Blok A, Tanah Abang. Ia berharap agar TikTok Shop dihapus karena efeknya benar benar menghantam dirinya dan pedagang lain di Tanah Abang.
Pria berusia 36 tahun itu mengungkapkan bahwa omzet hariannya merosot drastis dari Rp20 juta menjadi Rp2 juta per hari jika dibandingkan masa jayanya pada tahun 2019 dengan merebaknya fenomena TikTok Shop. Bahkan, ia mengaku omzet selama masa pandemi COVID-19 masih lebih tinggi dibandingkan Semester 2 tahun 2023 ini.
Bukannya anti-penjualan online, toko yang sudah berjualan di Tanah Abang sejak tahun 2007 itu menyerah melawan penjual online di TikTok Shop yang membanting harga rendah.
Ia mencontohkan baju gamis yang kini diobral dengan harga Rp100 ribu pun tidak lagi berhasil memikat hati calon pembeli karena baju dengan model serupa dijual di TikTok Shop dengan harga Rp39 ribu. Di satu sisi, ia tidak bisa menjual bajunya dengan harga serupa karena untuk menutupi modal usaha saja tidak cukup.
"Kualitas sama barang sama, tapi harga jauh beda, itu yang kita bingung, kenapa dia bisa menjatuhkan harga. Ini kita jual Rp100 ribu, di online bisa Rp39 ribu. Kalau kita beli bahan produksi sendiri, kita pikir-pikir sendiri tidak bisa tidak masuk harganya. Kenapa di online itu bisa," tuturnya.
Jika nantinya TikTok Shop tidak bisa ditutup, ia meminta agar pemerintah mencari jalan tengah agar pedagang Tanah Abang bisa kembali berjaya.
Suramnya kondisi Tanah Abang turut disampaikan oleh Anggi, pedagang pakaian wanita yang menduga harga murah di toko online akibat dibanjiri oleh produk impor asal China.
Dugaan barang impor tersebut terlontar karena jika mengandalkan produk dalam negeri, maka harga jual barang tidak akan bisa di bawah Rp50 ribu seperti yang banyak ditawarkan di platform online.
Ia meminta agar pemerintah segera menutup TikTok Shop yang disebutnya menjadi biang keladi penurunan omzet hingga 90 persen. Dari 8 cabang toko yang ada, tak jarang hanya laku sepotong saja dalam sehari. Menurut Anggi, pesona Tanah Abang adalah proses jual beli tatap muka dengan harga grosir. Calon pembeli bisa memegang langsung produk yang akan dibeli, tidak seperti barang di pasar online yang kualitas barangnya tidak dapat dijamin. “Dia itu menjatuhkan harga. Kita itu kan produksi sendiri, modalnya sendiri. Di TikTok itu tidak ngerti juga gimana cara perdagangannya kok bisa dibanting harga semurah itu. Pedagang disini merasa, gimana ini kita udah banting harga sampai di obral-obral ini tuh masih tida laris,” tuturnya.
Bprnews.id - Nama Pasar Tanah Abang sebagai pusat grosir busana terbesar se-Asia Tenggara sudah dikenal oleh masyarakat luas. Beraneka produk fesyen seperti pakaian, celana, tas, sepatu dan aksesori hingga tekstil dijajakan di pasar yang telah ada sejak tahun 1735 tersebut.
Pembelinya pun beragam mulai dari eceran untuk pemakaian sehari-hari hingga pembeli grosir untuk dijual kembali di pasar-pasar berbagai provinsi di Indonesia. Pasar yang identik dengan suasana kepadatan lantaran banyaknya masyarakat yang berbelanja itu perlahan mulai kehilangan pesonanya.
Memang, perekonomian tengah dalam masa pemulihan pasca-pembatasan mobilitas akibat pandemi COVID-19. Namun, pemulihan tersebut sepertinya mendapat tantangan akibat platform media sosial dan e-commerce atau yang biasa disebut social commerce mulai menyebarkan pesonanya.
Sebut saja TikTok. Platform asal China itu awalnya merupakan layanan hosting video berdurasi pendek. Perlahan fungsinya sebagai sosial media mulai bergeser fungsi sebagai e-commerce.
Pada awalnya tidak ada yang salah dengan TikTok Shop karena hanya beroperasi layaknya e-commerce lain seperti Shopee dan Tokopedia. Namun, sorotan mulai diterima TikTok Shop lantaran menjual produk dengan harga yang sangat murah hingga mengancam kesejahteraan pedagang produk lokal.
Redupnya penjualan produk buatan dalam negeri disampaikan Anton, pedagang baju gamis di Lantai LG, Blok A, Tanah Abang. Ia berharap agar TikTok Shop dihapus karena efeknya benar benar menghantam dirinya dan pedagang produk lokal.
Redupnya penjualan produk buatan dalam negeri disampaikan Anton, pedagang baju gamis di Lantai LG, Blok A, Tanah Abang. Ia berharap agar TikTok Shop dihapus karena efeknya benar benar menghantam dirinya dan pedagang lain di Tanah Abang.
Pria berusia 36 tahun itu mengungkapkan bahwa omzet hariannya merosot drastis dari Rp20 juta menjadi Rp2 juta per hari jika dibandingkan masa jayanya pada tahun 2019 dengan merebaknya fenomena TikTok Shop. Bahkan, ia mengaku omzet selama masa pandemi COVID-19 masih lebih tinggi dibandingkan Semester 2 tahun 2023 ini.
Bukannya anti-penjualan online, toko yang sudah berjualan di Tanah Abang sejak tahun 2007 itu menyerah melawan penjual online di TikTok Shop yang membanting harga rendah.
Ia mencontohkan baju gamis yang kini diobral dengan harga Rp100 ribu pun tidak lagi berhasil memikat hati calon pembeli karena baju dengan model serupa dijual di TikTok Shop dengan harga Rp39 ribu. Di satu sisi, ia tidak bisa menjual bajunya dengan harga serupa karena untuk menutupi modal usaha saja tidak cukup.
"Kualitas sama barang sama, tapi harga jauh beda, itu yang kita bingung, kenapa dia bisa menjatuhkan harga. Ini kita jual Rp100 ribu, di online bisa Rp39 ribu. Kalau kita beli bahan produksi sendiri, kita pikir-pikir sendiri tidak bisa tidak masuk harganya. Kenapa di online itu bisa," tuturnya.
Jika nantinya TikTok Shop tidak bisa ditutup, ia meminta agar pemerintah mencari jalan tengah agar pedagang Tanah Abang bisa kembali berjaya.
Suramnya kondisi Tanah Abang turut disampaikan oleh Anggi, pedagang pakaian wanita yang menduga harga murah di toko online akibat dibanjiri oleh produk impor asal China.
Dugaan barang impor tersebut terlontar karena jika mengandalkan produk dalam negeri, maka harga jual barang tidak akan bisa di bawah Rp50 ribu seperti yang banyak ditawarkan di platform online.
Ia meminta agar pemerintah segera menutup TikTok Shop yang disebutnya menjadi biang keladi penurunan omzet hingga 90 persen. Dari 8 cabang toko yang ada, tak jarang hanya laku sepotong saja dalam sehari. Menurut Anggi, pesona Tanah Abang adalah proses jual beli tatap muka dengan harga grosir. Calon pembeli bisa memegang langsung produk yang akan dibeli, tidak seperti barang di pasar online yang kualitas barangnya tidak dapat dijamin. “Dia itu menjatuhkan harga. Kita itu kan produksi sendiri, modalnya sendiri. Di TikTok itu tidak ngerti juga gimana cara perdagangannya kok bisa dibanting harga semurah itu. Pedagang disini merasa, gimana ini kita udah banting harga sampai di obral-obral ini tuh masih tida laris,” tuturnya.
Bprnews.id - Fenomena TikTok Shop tengah meresahkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Pasalnya barang jualan pedagang asli Indonesia di toko offline maupun marketplace lainnya kalah saing dengan produk Tiktok Shop yang sangat murah.
Bahkan, barang yang dijual pedagang di TikTok Shop dituding hasil perdagangan lintas batas alias cross border. Jika benar, banjir barang impor tersebut berarti langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses importasi yang semestinya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada 21 juta UMKM lokal yang sudah terjun ke marketplace. Namun, pedagang lokal tetap kalah saing dengan banjir barang impor.
"Sehingga dia (TikTok) bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di China yang mau masuk ke Indonesia, sehingga ini suatu ancaman. Karena itu ancaman bagi UMKM. Kita sudah perdagangan bebas, tapi saya kira setiap negara juga perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing," jelas Teten di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (11/7).
Pemerintah pun bergerak untuk mengatasi kondisi tersebut. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah tengah mengkaji rencana pelarangan TikTok Shop di Indonesia.
Zulkifli mengatakan langkah ini sebagai tindak lanjut revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kendati demikian, rencana itu tak sepenuhnya didukung oleh seluruh elemen pemerintah. Misalnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno yang khawatir pelarangan TikTok secara total alias total ban justru akan mengganggu pelaku UMKM yang bermain di sana.
"Kalau total ban, pengguna TikTok ini sudah di atas 100 juta. Pasti akan menghasilkan disrupsi yang terlalu besar pada saat ini," kata Sandi.
Lantas bisakah pelarangan Tiktok Shop melindungi UMKM?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pemerintah sebaiknya menghitung secara cermat rencana pelarangan Tiktok Shop.
Ia mengingatkan jangan sampai karena pemerintah gagal meng-upgrade kapasitas UMKM dalam memanfaatkan pasar digital, fasilitas online yang semestinya bisa membantu UMKM malah dilarang.
Menurutnya, Tiktok Shop bisa menjadi platform yang bermanfaat bagi UMKM jika pemerintah bisa mengaturnya dengan jelas.
"Di satu sisi bisa meng-upgrade kapasitas UMKM agar bisa beradaptasi dengan platform seperti Tiktok Shop," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Ronny menilai Tiktok sebagai media sosial dengan e-commmerce sebenarnya tidak terlalu beda jauh. Karenanya, ia menyarankan tiga langkah yang bisa dilakukan pemerintah.
Pertama, menyiapkan aturan yang jelas soal Tiktok Shop, terutama agar tidak menjadi platform untuk produk-produk impor belaka, tetapi juga produk UMKM dalam negeri.
Ronny mengatakan pemerintah bisa memanggil manajemen Tiktok Indonesia untuk segera bermitra dengan produk-produk UMKM dan membatasi penjualan produk-produk impor
Kedua, program-program upgrading kapasitas UMKM harus dimasifkan agar UMKM bisa memanfaatkan platform seperti Tiktok Shop untuk memperluas pasar.
"Jadi agar Tiktok Shop tidak membunuh UMKM, pemerintah harus mengintegrasikan UMKM kita dengan platform Tiktok Shop," kata Ronny.
Atur Social Commerce di Indonesia
Senada, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah seharusnya tidak melarang Tiktok Shop sepenuhnya. Namun, perlu menyiapkan regulasi terkait social commerce seluruhnya, tidak hanya Tiktok Shop.
Andry mengatakan tidak semua UMKM dirugikan oleh Tiktok Shop, melainkan ada juga yang diuntungkan.
"Jangan sampai dengan adanya pelarangan ini justru nanti menghilangan manfaat Tiktok bagi UMKM," kata Andry.
Andry mewanti-wanti jangan sampai pelarangan Tiktok Shop justru menghambat UMKM untuk terdigitalisasi. Menurutnya, tidak bisa dipungkiri Tiktok merupakan salah satu fasiliatas bagi UMKM untuk masuk dunia digital.
"Hanya saja memang sampai saat ini kita belum memiliki regulasi terkait social commerce. Itu yang perlu dikedepankan oleh pemerintah," katanya.
Sementara itu, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan TikTok sebagai platform media sosial sebaiknya membuat platform e-commerce yang terpisah. Hal itu sama dengan yang dilakukan TikTok di Inggris.
Pemerintah, kata Bhima, bisa mengatur country of origin (COI) barang yang diperjual belikan di e-commerce terutama cross border. Dengan begitu data porsi barang impor akan diketahui dengan jelas.
"Karena selama ini banyak platform mengaku memberi kesempatan pada UMKM tapi sebatas jadi reseller barang impor, bukan sebagai produsen," kata Bhima.
Bprnews.id - Fenomena TikTok Shop tengah meresahkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Pasalnya barang jualan pedagang asli Indonesia di toko offline maupun marketplace lainnya kalah saing dengan produk Tiktok Shop yang sangat murah.
Bahkan, barang yang dijual pedagang di TikTok Shop dituding hasil perdagangan lintas batas alias cross border. Jika benar, banjir barang impor tersebut berarti langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses importasi yang semestinya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada 21 juta UMKM lokal yang sudah terjun ke marketplace. Namun, pedagang lokal tetap kalah saing dengan banjir barang impor.
"Sehingga dia (TikTok) bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di China yang mau masuk ke Indonesia, sehingga ini suatu ancaman. Karena itu ancaman bagi UMKM. Kita sudah perdagangan bebas, tapi saya kira setiap negara juga perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing," jelas Teten di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (11/7).
Pemerintah pun bergerak untuk mengatasi kondisi tersebut. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah tengah mengkaji rencana pelarangan TikTok Shop di Indonesia.
Zulkifli mengatakan langkah ini sebagai tindak lanjut revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kendati demikian, rencana itu tak sepenuhnya didukung oleh seluruh elemen pemerintah. Misalnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno yang khawatir pelarangan TikTok secara total alias total ban justru akan mengganggu pelaku UMKM yang bermain di sana.
"Kalau total ban, pengguna TikTok ini sudah di atas 100 juta. Pasti akan menghasilkan disrupsi yang terlalu besar pada saat ini," kata Sandi.
Lantas bisakah pelarangan Tiktok Shop melindungi UMKM?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pemerintah sebaiknya menghitung secara cermat rencana pelarangan Tiktok Shop.
Ia mengingatkan jangan sampai karena pemerintah gagal meng-upgrade kapasitas UMKM dalam memanfaatkan pasar digital, fasilitas online yang semestinya bisa membantu UMKM malah dilarang.
Menurutnya, Tiktok Shop bisa menjadi platform yang bermanfaat bagi UMKM jika pemerintah bisa mengaturnya dengan jelas.
"Di satu sisi bisa meng-upgrade kapasitas UMKM agar bisa beradaptasi dengan platform seperti Tiktok Shop," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Ronny menilai Tiktok sebagai media sosial dengan e-commmerce sebenarnya tidak terlalu beda jauh. Karenanya, ia menyarankan tiga langkah yang bisa dilakukan pemerintah.
Pertama, menyiapkan aturan yang jelas soal Tiktok Shop, terutama agar tidak menjadi platform untuk produk-produk impor belaka, tetapi juga produk UMKM dalam negeri.
Ronny mengatakan pemerintah bisa memanggil manajemen Tiktok Indonesia untuk segera bermitra dengan produk-produk UMKM dan membatasi penjualan produk-produk impor
Kedua, program-program upgrading kapasitas UMKM harus dimasifkan agar UMKM bisa memanfaatkan platform seperti Tiktok Shop untuk memperluas pasar.
"Jadi agar Tiktok Shop tidak membunuh UMKM, pemerintah harus mengintegrasikan UMKM kita dengan platform Tiktok Shop," kata Ronny.
Atur Social Commerce di Indonesia
Senada, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah seharusnya tidak melarang Tiktok Shop sepenuhnya. Namun, perlu menyiapkan regulasi terkait social commerce seluruhnya, tidak hanya Tiktok Shop.
Andry mengatakan tidak semua UMKM dirugikan oleh Tiktok Shop, melainkan ada juga yang diuntungkan.
"Jangan sampai dengan adanya pelarangan ini justru nanti menghilangan manfaat Tiktok bagi UMKM," kata Andry.
Andry mewanti-wanti jangan sampai pelarangan Tiktok Shop justru menghambat UMKM untuk terdigitalisasi. Menurutnya, tidak bisa dipungkiri Tiktok merupakan salah satu fasiliatas bagi UMKM untuk masuk dunia digital.
"Hanya saja memang sampai saat ini kita belum memiliki regulasi terkait social commerce. Itu yang perlu dikedepankan oleh pemerintah," katanya.
Sementara itu, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan TikTok sebagai platform media sosial sebaiknya membuat platform e-commerce yang terpisah. Hal itu sama dengan yang dilakukan TikTok di Inggris.
Pemerintah, kata Bhima, bisa mengatur country of origin (COI) barang yang diperjual belikan di e-commerce terutama cross border. Dengan begitu data porsi barang impor akan diketahui dengan jelas.
"Karena selama ini banyak platform mengaku memberi kesempatan pada UMKM tapi sebatas jadi reseller barang impor, bukan sebagai produsen," kata Bhima.