Standard Post with Image
BPR

Gelombang Penutupan 20 BPR oleh OJK Bagaimana Ekonomi Terpengaruh

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sebanyak 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) akan ditutup tahun ini. Hingga saat ini, sudah ada 14 BPR yang dicabut izin usahanya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa pencabutan izin usaha BPR masih akan terus berlanjut. Meski begitu, ada juga BPR yang sedang dalam proses penyehatan dan sudah kembali sehat. "Sebetulnya ini masih bergerak, ada yang dalam penyehatan bisa balik lagi sehat, tapi yang tidak tertolong kita serahkan ke LPS. Kerja sama antara OJK dan LPS selama ini cukup bagus," ujar Dian.

Dian menyebut bahwa penutupan BPR bermasalah memang diharapkan masyarakat agar segera diselesaikan untuk menghindari rush atau penarikan tunai besar-besaran secara serentak. "Masyarakat senang karena uangnya dijamin, dan LPS dengan cepat melakukan pembayaran terhadap dana nasabah di BPR. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena bank itu bagian dari bisnis juga," jelasnya.

Dian juga menyatakan bahwa sejauh ini OJK telah berusaha agar tidak banyak BPR yang ditutup. Namun, jika terjadi pencabutan izin usaha 1-2 bank, itu masih dianggap wajar. "Kita bisa memaintain agar tidak banyak yang gagal. Tapi kalau misalnya ada 1-2 BPR yang ditutup, itu wajar untuk penyehatan sistem. Kadang-kadang kita harus tegas," pungkasnya.

Tidak Ganggu Perekonomian Domestik

Sebelumnya, OJK menegaskan bahwa penutupan BPR tidak akan menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian domestik. "Apabila terjadi sesuatu, penanganan bank-bank bermasalah itu tidak akan menimbulkan dampak signifikan kepada perekonomian kita," ujar Dian Ediana Rae dalam Virtual Seminar LPPI, Jumat, 26 Juli 2024.

Dalam 1,5 tahun terakhir, OJK tengah ‘membereskan’ BPR-BPR bermasalah untuk memperkuat sistem BPR, termasuk menutup BPR yang memiliki kelemahan struktural dan terindikasi Fraud. "Penutupan BPR ini merupakan indikasi baik. Hampir 20 BPR yang kita tutup tidak menimbulkan goncangan atau keresahan pada masyarakat," ungkapnya.

Sepanjang 2024, OJK telah menutup 14 BPR. Berikut rinciannya:

  1. BPR Wijaya Kusuma, Madiun
  2. BPRS Mojo Artho, Mojokerto
  3. BPR Usaha Madani Karya Mulia, Solo
  4. BPR Bank Pasar Bhakti, Sidoarjo
  5. BPR Bank Purworejo
  6. BPR EDCCash, Tangerang
  7. BPR Aceh Utara, Lhokseumawe
  8. BPR Sembilan Mutiara, Pasaman
  9. BPR Bali Artha Anugrah, Denpasar
  10. BPRS Saka Dana Mulia, Kudus
  11. BPR Dananta, Kudus
  12. BPR Bank Jepara Artha
  13. BPR Lubuk Raya Mandiri
  14. BPR Sumber Artha Waru Agung
Standard Post with Image
BPR

OJK Tutup 20 BPR karena Tidak Taat Regulasi

BPRNews.id - Sejumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) telah ditutup oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa penutupan ini bertujuan untuk memperkuat sistem perbankan nasional. Hingga saat ini, ada sekitar 20 BPR yang sudah atau akan ditutup oleh OJK. "Jangan terlalu heran kalau kepala eksekutif pengawas perbankan akhir-akhir ini terpaksa menutup beberapa BPR," katanya. "Mungkin ada sekitar 20 yang kita tutup. Itu semua dalam konteks penguatan sektor perbankan kita," tambah Dian dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024 di Jakarta, Senin.

 

Dian menjelaskan bahwa secara keseluruhan, kondisi BPR di Indonesia sudah cukup bagus. Namun, beberapa BPR harus ditutup karena tidak menaati regulasi dan terjerat kasus Fraud. "BPR ini secara keseluruhan performanya bagus, tapi ada segelintir BPR yang sangat penting bagi UMKM yang masih mengalami persoalan mendasar, bahkan terkait dengan Fraud," jelasnya. Dengan sehatnya sektor perbankan, kinerja sektor tersebut mampu menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

 

Selain itu, Dian menekankan bahwa pertumbuhan sektor perbankan harus diperkuat dengan peningkatan integritas sistem. "Saya kira cara paling pasti untuk memastikan bahwa pertumbuhan perbankan dan dampaknya ke ekonomi akan terus berjalan dengan cepat adalah jika sistem keuangan kita berintegritas dan kredibel," tuturnya.

 

Baru-baru ini, OJK mencabut izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur karena tidak dapat mengatasi masalah permodalan. Plt Kepala OJK Provinsi Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi, menjelaskan bahwa pencabutan izin usaha ini merupakan bagian dari tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen. Pada 21 Desember 2023, OJK menetapkan BPR Sumber Artha Waru Agung sebagai bank dengan status pengawasan bank dalam penyehatan (BDP) berdasarkan rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) yang berada di bawah ketentuan dan tingkat kesehatan (TKS) yang memiliki predikat "tidak sehat". Pada 9 Juli 2024, OJK menetapkan BPR Sumber Artha Waru Agung sebagai bank dengan status pengawasan bank dalam resolusi (BDR) setelah memberikan waktu yang cukup kepada pengurus BPR dan pemegang saham untuk melakukan upaya penyehatan, termasuk mengatasi permasalahan permodalan. Namun, pengurus dan pemegang saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR.

 

Standard Post with Image
BPR

Maraknya BPR Bangkrut Pertanda Bahaya untuk Perbankan Indonesia

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa 14 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) telah gulung tikar pada Januari 2024-Juli 2024. Terbaru, OJK mencabut izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung di Sidoarjo, Jawa Timur.

Masalah umum yang dihadapi BPR adalah permodalan. Beberapa bank juga dilabeli 'tidak sehat' oleh OJK sebelum akhirnya ditutup.

Direktur Next Policy Yusuf Wibisono mengatakan fenomena kebangkrutan bank ini bukan hal mengejutkan. Jumlah BPR memang terus berkurang dari tahun ke tahun. Pada Desember 2021, ada 1.468 unit BPR di Indonesia. Angka ini turun menjadi 1.441 pada akhir 2022, dan kembali susut menjadi 1.402 unit pada Desember 2023.

Yusuf mencatat bahwa rata-rata jumlah BPR turun 22 unit dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya, ada tiga faktor utama kejatuhan bank ini.

"Pertama, proses merger, di mana BPR melakukan konsolidasi untuk meningkatkan daya saing mereka," kata Yusuf.

"Kedua, Kejatuhan BPR karena kalah bersaing dengan bank komersial lebih besar yang masuk ke segmen kredit mikro. Persaingan di segmen ini juga semakin keras dengan masuknya pemain baru, seperti bank digital dan Fintech Lending atau pinjaman online (pinjol)," tambahnya.

Ketiga, Yusuf menyebut beberapa kasus, termasuk penggelapan dana nasabah oleh pemilik.

Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memberikan penjelasan serupa, menyebutkan bahwa fenomena ini murni seleksi alam. "Secara umum, dari ribuan BPR, 14 yang tutup operasi masih wajar. Itu belum jadi suatu concern," ucapnya.

Myrdal mengatakan pandemi COVID-19 dan kondisi keuangan global turut menguji ketahanan BPR di Indonesia. Beberapa BPR memiliki capital adequacy ratio (CAR) yang solid, sementara yang lain tidak mampu bertahan.

Ia menyarankan agar pemerintah menyediakan bunga pinjaman yang lebih murah untuk mencegah lonjakan non-performing loan (NPL). "Kalau NPL melonjak, bank yang modalnya tidak kuat mungkin tidak akan survive," tambah Myrdal.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menekankan bahwa setiap tahun selalu ada BPR yang bangkrut. Ia menegaskan ini bukan sinyal khusus terhadap kondisi perbankan di Indonesia. Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan penutupan BPR mayoritas terjadi karena Fraud dan tata kelola manajemen yang buruk.

Banjaran mengatakan penguatan BPR perlu dilakukan secara sistematis, mulai dari aturan baru yang lebih ketat hingga pengembangan sumber daya manusia (SDM). Ia menyarankan konsolidasi BPR yang belum memenuhi persyaratan modal inti minimum.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan bahwa kebangkrutan BPR memang 'sengaja' dilakukan untuk memperkuat sektor ini. Sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), BPR ke depan memiliki mandat dan kewenangan baru. 

"Kalau BPR-BPR itu sudah mendasar persoalannya, apalagi terkait penipuan atau Fraud, tentu kita harus akhiri (tutup)," kata Dian dalam Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024, Selasa (20/2).

Jumlah BPR terus berkurang dari semula 1.600 unit. Dian menegaskan OJK akan segera menuntaskan persoalan yang menjangkiti BPR untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.

OJK juga mengatur bahwa kepemilikan BPR sekarang tidak bisa dimonopoli. "Kita akan menggunakan single presence policy, jadi satu orang hanya boleh memiliki satu BPR," jelas Dian. BPR juga harus memenuhi ketentuan modal minimum sebesar Rp6 miliar jika ingin tetap beroperasi. Jika belum memenuhi persyaratan, OJK mendorong adanya merger dan penyehatan struktural.

Standard Post with Image
BPR

OJK Rencanakan Penutupan 20 BPR pada 2024 Fokus pada Perbaikan Tata Kelola

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa sebanyak 20 Bank Perkonomian Rakyat (BPR) terancam ditutup sepanjang tahun 2024. Langkah ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk mengatasi masalah mendasar, termasuk penipuan dan tata kelola perusahaan yang buruk. Hingga pekan kelima Juli 2024, OJK telah mencabut izin usaha dari 14 BPR, dengan pencabutan terbaru adalah PT BPR Sumber Artha Waru Agung yang berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Ini menunjukkan bahwa penutupan ini terutama melibatkan BPR.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat bergantung pada berfungsinya sistem keuangan, termasuk sektor perbankan. "Oleh karena itu jangan terlalu heran kalau Kepala Eksekutif OJK menutup beberapa BPR. Ada sekitar 20 BPR yang akan ditutup, semua itu dalam konteks penguatan di sektor keuangan," ungkap Dian dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024 yang berlangsung pada Senin, 29 Juli 2024. Acara ini mengusung tema 'Meneropong Prospek Ekonomi di Tengah Perubahan Geopolitik dan Kebijakan Pemerintah'.

Dian juga menekankan bahwa, meskipun kinerja BPR secara umum baik, ada beberapa BPR yang menghadapi masalah mendasar, seperti penipuan, yang seharusnya berperan penting dalam mendukung UMKM. "Jadi, ada bagian penting yakni bagaimana kita memperkuat pertumbuhan perbankan ke depan, yaitu dengan peningkatan integritas sistem yang harus dilakukan," jelasnya.

Dian menambahkan bahwa sistem keuangan yang berintegritas dan kredibel akan memastikan pertumbuhan perbankan dan dampaknya terhadap ekonomi berjalan dengan cepat. Di tengah semakin terintegrasinya aktivitas ekonomi dan produk perbankan dalam era globalisasi, Dian mengakui bahwa sektor jasa keuangan mungkin menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Namun, OJK optimis bahwa industri perbankan akan tetap stabil dan resilien, seiring dengan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian Indonesia.

"Ke depan, bauran kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan perlu menjadi fokus perhatian bersama, mengingat tantangan global dan domestik memerlukan penguatan ekonomi yang fundamental," tambah Dian. Sementara itu, pencabutan izin usaha akan diikuti oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akan menjalankan fungsi penjaminan serta proses likuidasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

 

Standard Post with Image
UMKM

Indibiz Tawarkan Solusi Digital Terintegrasi untuk UMKM dan Sektor Keuangan

BPRNews.id - Memperingati usia PT Telkom Indonesia Tbk yang ke-60 tahun ini, Indibiz, anak usaha emiten berkode saham TLKM, merayakan ulang tahun pertamanya. Dalam kurun waktu satu tahun, Indibiz telah sukses memperkuat solusi digital untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, dengan mencakup tujuh sektor berbeda melalui platformnya. Sektor-sektor tersebut meliputi pendidikan melalui Indibiz Sekolah, F&B dan ritel melalui Indibiz Ruko, keuangan melalui Indibiz Multifinance, serta perhotelan dan hospitality melalui Indibiz Hotel.

Selain itu, Indibiz juga menyentuh sektor kesehatan melalui Indibiz Health, energi dan pertambangan melalui Indibiz Energi, serta logistik dan transportasi melalui Indibiz Ekspedisi. Selama tahun pertama operasinya, Indibiz berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar sekitar 17% year-on-year pada segmen SME Telkom.

Salah satu sektor yang menunjukkan pertumbuhan pesat adalah Indibiz Multifinance, yang fokus pada digitalisasi layanan keuangan di Bank Perkonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan, terdapat 1.557 BPR dan BPRS hingga Juni 2024. Digitalisasi di sektor jasa keuangan tidak hanya mempermudah operasional bisnis, tetapi juga memperkuat kepercayaan nasabah.

Kemudahan transaksi dan interaksi yang lebih dekat antara nasabah dan BPR di era digital sangat krusial. Indibiz menawarkan berbagai solusi, seperti Finpay yang memfasilitasi penerbitan QRIS untuk pelaku usaha. Platform ini juga membantu UMKM dalam penerbitan QRIS dan invoice digital serta menyediakan solusi untuk pengingat dan koleksi tagihan melalui pesan singkat atau mesin EDC.

"Kami menargetkan untuk menjangkau 50 BPR baru tahun ini, sementara saat ini kami telah menangani 100 BPR," ujar Gurnita Koncar, Indibiz Multifinance Guardian, pada Sabtu (27/7).

Digitalisasi jelas meningkatkan efisiensi operasional. PT Telkom Indonesia berkomitmen untuk mendukung UMKM yang berkontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan berbagai solusi digital. Tantangan utama saat ini adalah rendahnya tingkat adopsi digital.

"Kami siap mendukung UMKM dengan berbagai solusi, termasuk akses keuangan, standar operasional, halal, dan regulasi," ungkap FM Venusiana R., Direktur Enterprise and Business Service Telkom. Di Indibiz juga tersedia marketplace yang terhubung dengan PADI UMKM, menawarkan platform tambahan untuk pengembangan bisnis UMKM.

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News