BPRNews.id - Jumlah perusahaan financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) legal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Desember 2024 mencapai 97 perusahaan. Namun, masyarakat diimbau tetap waspada terhadap pinjol ilegal yang terus bermunculan.
Penertiban Ribuan Pinjol Ilegal
Menurut OJK, sejak 2017 hingga 31 Juli 2024, Satgas PASTI telah menghentikan 9.180 entitas pinjol ilegal. "Nama-nama yang sudah ditertibkan kerap muncul kembali dengan modus yang berbeda. Masyarakat harus tetap waspada," ujar salah satu perwakilan OJK.
Pinjol ilegal sering kali memanfaatkan nama dan logo mirip perusahaan fintech resmi untuk melakukan penipuan. Selain itu, risiko penyalahgunaan data pribadi dan bunga tinggi menjadi ancaman besar bagi para pengguna.
Pencabutan Izin Usaha Investree dan Tiga Pinjol Lainnya
Pada tahun 2024, OJK mencabut izin usaha empat pinjol legal, yaitu TaniFund, Dhanapala, Jembatan Emas, dan Investree. “Pencabutan ini dilakukan karena pelanggaran ketentuan minimum ekuitas dan kinerja buruk yang mengganggu operasional," jelas OJK.
Daftar Nama Pinjol Ilegal yang Harus Dihindari
Beberapa nama pinjol ilegal yang dilansir dari situs resmi OJK per Februari 2024 meliputi:
Modus mereka mencakup penggunaan nama seperti "Dana Rakyat", "Dana Kilat", atau "Duit Saku" untuk menarik perhatian korban.
Imbauan kepada Masyarakat
Satgas PASTI mengingatkan masyarakat untuk memeriksa legalitas pinjol melalui situs resmi OJK. "Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pinjaman cepat tanpa syarat. Cek kembali daftar pinjol legal di OJK," tegasnya.
Bagi yang membutuhkan pinjaman, masyarakat diimbau untuk memilih layanan resmi seperti Danamas, Amartha, atau Modalku yang telah terdaftar di OJK. Informasi lengkap mengenai daftar pinjol legal bisa diakses melalui situs OJK.
Dengan tetap waspada, masyarakat diharapkan terhindar dari jerat pinjol ilegal yang merugikan. "Utamakan keamanan data pribadi Anda," tutup perwakilan OJK.
BPRNews.id - Andri Yulika, yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Administrasi Umum Setdaprov Sumatera Barat, resmi diangkat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Bank Nagari untuk periode 2024-2027. Pengangkatan ini disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dipimpin Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, pada Senin, 2 Desember 2024.
Penunjukan Yulika dilakukan melalui musyawarah para pemegang saham, termasuk Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, pemerintah kabupaten/kota, serta Koperasi Konsumen Keluarga Besar Bank Nagari. Sebelumnya, ia terpilih sebagai salah satu dari tiga kandidat komisaris yang lolos Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK) pada Mei 2024, bersaing dengan Edrizanof dan Manar Fuadi.
Dalam jabatan ini, Yulika menggantikan Benni Warlis, yang baru-baru ini memenangkan Pilkada Agam pada 27 November 2024. Ia akan bekerja bersama dua komisaris independen lainnya, yakni Manar Fuadi dan Edrizanof.
Gubernur Mahyeldi, yang juga kembali terpilih sebagai gubernur dalam Pilkada Sumatera Barat, berharap Dewan Komisaris baru ini dapat membawa kemajuan signifikan bagi Bank Nagari. “Kami berharap sinergi yang terjalin mampu mendorong Bank Nagari menjadi lebih maju dan inovatif,” ujar Mahyeldi.
Dalam sambutannya, Yulika menyampaikan apresiasi atas kepercayaan yang diberikan. Ia menekankan komitmennya untuk menjalankan tugas pengawasan dengan baik serta mendorong kinerja Bank Nagari ke arah yang lebih baik. "Mohon doa dan dukungan dari seluruh pihak untuk bersama-sama mewujudkan target dan visi Bank Nagari," ucapnya.
Sebagai bank kebanggaan masyarakat Sumatera Barat, Bank Nagari diharapkan dapat terus berkembang di bawah kepemimpinan dewan komisaris baru ini
BPRNews.id - Hingga awal Desember 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin operasional 16 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Penutupan ini sebagian besar disebabkan oleh kondisi keuangan yang tidak sehat.
Merespons situasi tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyusun tabulasi dan melakukan kajian akademik terkait BPR yang masih dalam proses memenuhi persyaratan modal inti minimum. Selain itu, pihaknya juga mengidentifikasi berbagai kendala yang dihadapi BPR/BPRS.
"Hasilnya dalam kesempatan pertama akan kami sampaikan ke OJK," ujar Tedy saat dihubungi pada Senin, 2 Desember 2024.
Tedy mengusulkan agar OJK memberikan kelonggaran bagi BPR yang belum memenuhi modal inti namun masih memiliki potensi untuk terus beroperasi. Menurutnya, keberadaan BPR sangat penting bagi masyarakat kecil untuk akses pembiayaan dan pinjaman.
Dia juga berharap tenggat waktu pemenuhan modal inti minimum, yang jatuh pada 31 Desember 2024, dapat dilonggarkan. Tedy menyebut hal ini penting untuk memastikan pertumbuhan operasional BPR yang berkelanjutan. "Terutama dalam melakukan pemupukan permodalan secara organik, mengikuti pertumbuhan aset dan ruang lingkup kegiatan usaha BPR," tambahnya.
Sebagai informasi, pada 29 November 2024, OJK mencabut izin operasional BPRS Kota Juang Perseroda yang berlokasi di Bireuen, Aceh. BPRS tersebut menjadi bank ke-16 yang ditutup sepanjang 2024. Dari total ini, 13 merupakan BPR dan 3 lainnya BPRS.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, sebelumnya menjelaskan bahwa sejak 2023 hingga 4 November 2024, telah terjadi konsolidasi 53 BPR dan BPRS menjadi 17 entitas baru, sehingga total ada 36 bank yang berkurang. Saat ini, terdapat pula 13 BPR dan BPRS yang sedang menunggu persetujuan Kementerian Hukum dan HAM untuk proses konsolidasi.
"Ada 13 BPR dan BPRS yang sudah disetujui untuk konsolidasi menjadi 5 BPR dan BPRS. Namun, masih dalam proses di Kemenkumham," kata Dian pada 18 November 2024.
Selain itu, 75 BPR dan BPRS sedang menjalani proses perizinan untuk konsolidasi. Jika seluruh proses berjalan lancar, jumlah tersebut akan menyusut menjadi 26 entitas. Konsolidasi ini bertujuan untuk memperkuat peran BPR dalam mendukung pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta meningkatkan kemampuan bank dalam memenuhi persyaratan modal inti minimum.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai menyiapkan proses pembayaran klaim simpanan nasabah serta pelaksanaan likuidasi PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Duta Niaga, yang beralamat di Jalan Pangeran Natakusuma Nomor 80D, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Langkah ini dilakukan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha BPR Duta Niaga sejak 5 Desember 2024.
"Untuk melaksanakan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Duta Niaga, LPS akan memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Sekretaris Lembaga LPS, Jimmy Ardianto, Kamis.
LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi terhadap data simpanan dan informasi lain untuk menentukan simpanan yang akan dibayarkan.
Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini ditargetkan selesai paling lama 90 hari kerja, yakni hingga 29 April 2025. Pembayaran klaim penjaminan akan menggunakan dana yang telah disediakan oleh LPS.
Nasabah nantinya bisa memeriksa status simpanan mereka di kantor BPR Duta Niaga atau melalui situs web LPS setelah pengumuman resmi terkait pembayaran klaim dilakukan. Sementara itu, para debitur tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Duta Niaga dengan berkoordinasi dengan Tim Likuidasi LPS.
Jimmy mengimbau nasabah agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang mengaku bisa membantu pengurusan klaim dengan imbalan tertentu.
"Nasabah tidak perlu ragu untuk kembali menyimpan uangnya di perbankan karena simpanan di semua bank yang beroperasi di Indonesia dijamin oleh LPS," tambah Jimmy.
Untuk memastikan simpanan dijamin LPS, nasabah diimbau memenuhi syarat 3T, yaitu:
BPRNews.id - PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah) menyambut baik kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan perusahaan asuransi untuk melakukan spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) paling lambat pada 2026. Presiden Direktur Prudential Syariah, Iskandar Ezzahuddin, menilai kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk memperluas pangsa pasar asuransi syariah.
“Saya melihat itu sebagai hal yang sangat positif untuk industri soal spin-off UUS pada 2026. Sebab bayangkan kalau kita ada sekarang ini, kita hanya ada, sekarang baru ada tiga, tapi sebelum ini dua,” ujar Iskandar usai acara Ngobrol Kinerja dan Investasi Bareng Prudential pada Rabu (4/12/2024).
Menurut Iskandar, peningkatan jumlah pemain di industri asuransi syariah akan membuka lebih banyak peluang untuk edukasi dan penetrasi pasar. Setiap perusahaan dengan kekuatan agen masing-masing dapat memperluas jangkauan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan finansial berbasis syariah.
“Kalau ada pemain yang lebih banyak, dan setiap pemain ada agent strength masing-masing, setiap hari ada pertambahan lebih ramai yang keluar ke market untuk memberi lebih informasi tentang asuransi, keperluan asuransi. Jadi, itu akan meningkatkan seluruh pasar bersama,” tambahnya.
Namun, Iskandar menegaskan bahwa Prudential Syariah belum mengambil keputusan terkait potensi pengalihan UUS dari perusahaan lain. “Saya rasa itu masih terlalu awal untuk kami komen pada waktu ini [soal pengalihan UUS dari perusahaan lain],” jelasnya.
Sebagai langkah strategis ke depan, Prudential Syariah juga membuka diri untuk bekerja sama dengan pemain-pemain baru di industri syariah. Kehadiran lebih banyak perusahaan asuransi syariah diyakini akan menciptakan ekosistem yang lebih kompetitif dan kolaboratif, sehingga mendorong pertumbuhan industri secara keseluruhan.
Hingga kuartal III/2024, Prudential Syariah mencatatkan pendapatan kontribusi sebesar Rp2,7 triliun, naik tipis dari Rp2,69 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan ini didominasi oleh produk unit linked (PAYDI) yang menyumbang 60% dari total kontribusi, sementara produk tradisional menyumbang 40%.
Pada periode yang sama, Prudential Syariah membayarkan klaim santunan dan manfaat peserta sebesar Rp1,8 triliun. Tingkat solvabilitas Dana Tabarru tercatat di angka 268%, sementara solvabilitas Dana Perusahaan mencapai 2.031%. Total aset perseroan tercatat sebesar Rp7 triliun, dengan total aset investasi Rp6,2 triliun, tumbuh masing-masing 4% dan 1% dibandingkan tahun lalu.
Melalui strategi ini, Prudential Syariah optimis bahwa spin-off UUS tidak hanya memperkuat posisinya di pasar tetapi juga menjadi katalis utama dalam mendukung pertumbuhan industri asuransi syariah secara nasional.