BPR


Maraknya BPR Bangkrut Pertanda Bahaya untuk Perbankan Indonesia

Standard Post with Image

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa 14 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) telah gulung tikar pada Januari 2024-Juli 2024. Terbaru, OJK mencabut izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung di Sidoarjo, Jawa Timur.

Masalah umum yang dihadapi BPR adalah permodalan. Beberapa bank juga dilabeli 'tidak sehat' oleh OJK sebelum akhirnya ditutup.

Direktur Next Policy Yusuf Wibisono mengatakan fenomena kebangkrutan bank ini bukan hal mengejutkan. Jumlah BPR memang terus berkurang dari tahun ke tahun. Pada Desember 2021, ada 1.468 unit BPR di Indonesia. Angka ini turun menjadi 1.441 pada akhir 2022, dan kembali susut menjadi 1.402 unit pada Desember 2023.

Yusuf mencatat bahwa rata-rata jumlah BPR turun 22 unit dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya, ada tiga faktor utama kejatuhan bank ini.

"Pertama, proses merger, di mana BPR melakukan konsolidasi untuk meningkatkan daya saing mereka," kata Yusuf.

"Kedua, Kejatuhan BPR karena kalah bersaing dengan bank komersial lebih besar yang masuk ke segmen kredit mikro. Persaingan di segmen ini juga semakin keras dengan masuknya pemain baru, seperti bank digital dan Fintech Lending atau pinjaman online (pinjol)," tambahnya.

Ketiga, Yusuf menyebut beberapa kasus, termasuk penggelapan dana nasabah oleh pemilik.

Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memberikan penjelasan serupa, menyebutkan bahwa fenomena ini murni seleksi alam. "Secara umum, dari ribuan BPR, 14 yang tutup operasi masih wajar. Itu belum jadi suatu concern," ucapnya.

Myrdal mengatakan pandemi COVID-19 dan kondisi keuangan global turut menguji ketahanan BPR di Indonesia. Beberapa BPR memiliki capital adequacy ratio (CAR) yang solid, sementara yang lain tidak mampu bertahan.

Ia menyarankan agar pemerintah menyediakan bunga pinjaman yang lebih murah untuk mencegah lonjakan non-performing loan (NPL). "Kalau NPL melonjak, bank yang modalnya tidak kuat mungkin tidak akan survive," tambah Myrdal.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menekankan bahwa setiap tahun selalu ada BPR yang bangkrut. Ia menegaskan ini bukan sinyal khusus terhadap kondisi perbankan di Indonesia. Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan penutupan BPR mayoritas terjadi karena Fraud dan tata kelola manajemen yang buruk.

Banjaran mengatakan penguatan BPR perlu dilakukan secara sistematis, mulai dari aturan baru yang lebih ketat hingga pengembangan sumber daya manusia (SDM). Ia menyarankan konsolidasi BPR yang belum memenuhi persyaratan modal inti minimum.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan bahwa kebangkrutan BPR memang 'sengaja' dilakukan untuk memperkuat sektor ini. Sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), BPR ke depan memiliki mandat dan kewenangan baru. 

"Kalau BPR-BPR itu sudah mendasar persoalannya, apalagi terkait penipuan atau Fraud, tentu kita harus akhiri (tutup)," kata Dian dalam Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024, Selasa (20/2).

Jumlah BPR terus berkurang dari semula 1.600 unit. Dian menegaskan OJK akan segera menuntaskan persoalan yang menjangkiti BPR untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.

OJK juga mengatur bahwa kepemilikan BPR sekarang tidak bisa dimonopoli. "Kita akan menggunakan single presence policy, jadi satu orang hanya boleh memiliki satu BPR," jelas Dian. BPR juga harus memenuhi ketentuan modal minimum sebesar Rp6 miliar jika ingin tetap beroperasi. Jika belum memenuhi persyaratan, OJK mendorong adanya merger dan penyehatan struktural.

BPR
Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News