BPR


OJK Ingatkan BPR dan BPRS untuk Memenuhi Modal Inti Rp 6 Miliar Menuju 2025

Standard Post with Image

BPRNews.id  - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) untuk memenuhi persyaratan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar. Batas waktu untuk BPR adalah hingga akhir 2024, sementara BPRS memiliki tenggat waktu hingga akhir 2025.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Eddy Manindo Harahap, menyampaikan hal ini dalam sebuah acara di Batam, Kepulauan Riau. "Kami mensyaratkan modal inti minimum Rp 6 miliar bagi BPR pada tahun 2024 dan BPRS pada akhir 2025," kata Eddy.

Eddy menjelaskan bahwa ketentuan ini sudah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 05/POJK.03/2015, sehingga BPR dan BPRS telah diberikan waktu sembilan tahun untuk mematuhi aturan tersebut. "Sejak 2015 hingga batas waktu 2024, sudah sembilan tahun diberikan, tetapi masih banyak BPR yang belum memenuhi ketentuan tersebut," tambahnya.

Eddy juga mengakui adanya tantangan yang dihadapi oleh BPR dan BPRS di Indonesia, terutama dalam hal permodalan dan disparitas. Masalah permodalan inilah yang mendasari diterbitkannya aturan tentang modal inti minimum.

Untuk mengatasi tantangan ini, OJK telah merilis roadmap BPR 2024-2027 pada Mei 2024. Roadmap ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk memperkuat sektor perbankan sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Roadmap ini diharapkan dapat memperkuat BPR dan BPRS sehingga mampu melakukan berbagai aktivitas perbankan seperti IPO dan masuk ke sistem pembayaran.

"Jika sudah masuk ke sistem pembayaran, BPR akan memiliki kesamaan dengan bank umum, tetapi untuk mencapai itu, kita harus memperkuat BPR terlebih dahulu," jelas Eddy.

Selain itu, OJK juga telah menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah dan Pedoman Kerja Sama Channeling antara BPRS dengan Fintech P2P Financing pada Mei lalu. Ini merupakan langkah lanjutan setelah sebelumnya OJK menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Murabahah.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, kedua akad tersebut murabahah dan musyarakah merupakan yang paling dominan dalam pembiayaan perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan data per Februari 2024, pembiayaan melalui kedua akad ini mencapai hampir 92% dari total pembiayaan perbankan syariah dengan musyarakah sebesar 47,91% dan murabahah 43,88%.

Dian menekankan bahwa pedoman ini adalah salah satu amanat dari UU P2SK untuk mendukung pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang inovatif dan berdaya saing. "Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan produk perbankan syariah yang sesuai dengan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian," ujar Dian.

Melalui Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027, OJK berupaya mendorong penguatan karakteristik perbankan syariah dengan pengembangan produk-produk yang inovatif dan memiliki keunikan syariah, sehingga bisa menjadi pilihan utama masyarakat.

 

BPR
Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News