BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mempertahankan tingkat bunga penjaminan perbankan di level 4,25% untuk simpanan rupiah bank umum. Sementara untuk bunga penjaminan simpanan valuta asing (valas) di bank umum dan rupiah di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) tetap di level 2,25% dan 6,75%.
"Rapat dengan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan untuk mempertahankan tingkat bunga penjaminan simpanan di bank umum dan BPR dengan rincian masing-masing sebagai berikut; untuk bank umum 4,25%, valas 2,25%, untuk Bank Perekonomian Rakyat 6,75%," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Tingkat bunga penjaminan ini akan mulai berlaku pada periode 1 Oktober 2024 hingga 31 Januari 2025. Purbaya menjelaskan keputusan ini mempertimbangkan beberapa hal. "Kami mempertimbangkan time lag dan respons penurunan suku bunga simpanan atas kebijakan bunga acuan bank sentral yang masih terbatas," ujarnya. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin hingga berada di level 6%.
Purbaya juga menambahkan bahwa cakupan simpanan dari segi nominal maupun jumlah rekening masih memadai. "LPS juga memberikan ruang lanjutan bagi perbankan dalam pengelolaan likuiditas dan suku bunga," jelasnya.
Tingkat bunga penjaminan ini merupakan batas suku bunga simpanan maksimal agar simpanan nasabah masuk dalam program penjaminan. "Kami mengimbau agar bank transparan dan terbuka dalam menyampaikan informasi mengenai besaran tingkat bunga penjaminan yang berlaku saat ini," kata Purbaya. Bank-bank diharapkan dapat menempatkan informasi ini di tempat yang mudah diketahui nasabah.
Ia juga mengingatkan pihak perbankan agar selalu memperhatikan tingkat bunga penjaminan ketika mengelola dana nasabah. "Dalam operasional sehari-hari, bank diminta mematuhi regulasi yang sudah ditetapkan untuk menjaga likuiditas tetap sehat," pungkasnya.
bprnews.id - Hingga September 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) yang izinnya telah dicabut, dengan total dana yang dikeluarkan untuk membayar klaim nasabah mencapai Rp899,37 miliar.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa dari total 15 BPR tersebut, delapan di antaranya terkena dampak dari penerapan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang memiliki tenggat waktu hingga 8 Januari 2024.
Sementara itu, tujuh BPR lainnya ditangani dalam periode Januari hingga September 2024. Ia menambahkan bahwa total dana klaim sebesar Rp899,37 miliar tersebut mencakup 108.288 rekening nasabah.
"LPS sudah melakukan dropping terhadap simpanan tadi, dan kemudian dilakukan rekonsiderasi verifikasi, dan dinyatakan proses rekonsiderasi verifikasi itu mungkin sudah hampir 90% atau 85% selesai," ungkap Didik di Kantor Pusat LPS, Jakarta, Senin (30/9/2024).
Lebih lanjut, Didik menjelaskan bahwa dari keseluruhan jumlah tersebut, 99,23% atau 107.457 rekening dinyatakan layak untuk dibayar. Dana simpanan yang layak dibayarkan mencapai Rp719,37 miliar, dan hingga saat ini LPS telah menyalurkan pembayaran sebesar Rp658,79 miliar.
BPRNews.id - Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi meluncurkan lembaga baru bernama Central Counterparty (CCP) pada Senin (30/9/2024). Peluncuran ini turut diikuti oleh delapan bank yang menjadi peserta serta penyetor modal awal CCP.
Acara peluncuran ini dihadiri oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmojo, serta beberapa pimpinan perbankan nasional, termasuk Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja dan Direktur Utama BRI Sunarso.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa peluncuran CCP adalah langkah penting dalam pengembangan pasar uang dan valuta asing (valas) derivatif di Indonesia. "Ini adalah legasi kita. Mari kita persembahkan kepada masyarakat, karena dengan kerja sama, kita bisa memperdalam pasar uang dan valas derivatif domestik," ujar Perry dalam acara tersebut.
Menurut Perry, sejak krisis keuangan global, Indonesia belum memiliki CCP Sistem Bank Netting Transaksi (SBNT) secara
“close out netting”, dan dengan peluncuran CCP ini, risiko transaksi di pasar valas dan uang dapat diminimalisir. "Karena sistemnya tersentralisasi dengan “close out netting”, risiko antar pihak dapat kita kurangi. Ini mengurangi risiko kredit yang tinggi," jelas Perry.
CCP sendiri berfungsi sebagai lembaga kliring dan novasi (pembaruan utang) untuk transaksi antar anggotanya. Dengan posisi di antara pihak-pihak yang bertransaksi, CCP memitigasi risiko kredit, likuiditas, serta risiko pasar terkait pergerakan harga.
Peluncuran CCP merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta instruksi dari Financial Stability Board G20 untuk anggotanya.
Perry menekankan manfaat utama dari keberadaan CCP di Indonesia, di antaranya meningkatkan volume transaksi di pasar uang dan valas, menekan risiko kredit, memperbaiki pembentukan suku bunga, serta mengurangi biaya utang pemerintah.
Untuk mendukung implementasi CCP, BI menggandeng BEI, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan delapan bank besar, yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata. Kerja sama ini disepakati dalam pengembangan CCP di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA) pada Agustus lalu.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa OJK mendukung penuh penyertaan modal oleh delapan bank tersebut. "Dengan adanya penyertaan modal oleh Bank Indonesia dan BEI, kami berharap hal ini dapat memperkuat pengembangan CCP serta meningkatkan kepercayaan dan keyakinan pasar," ujar Mahendra.
Mahendra juga menambahkan bahwa OJK telah melakukan koordinasi dengan BI, BEI, dan KPEI untuk memastikan keselarasan CCP dengan standar internasional. Selain itu, OJK tengah menyiapkan perubahan aturan permodalan bank umum dan surat edaran terkait persyaratan margin untuk transaksi derivatif yang tidak dikliringkan, serta perhitungan eksposur bank terhadap CCP.
"Ketiga aturan ini akan mendukung reformasi OTC derivatif, termasuk implementasi transaksi melalui CCP," tegas Mahendra.
bprnews.id - Pemko Pekanbaru saat ini sedang mengadakan seleksi calon untuk posisi Direktur Utama (Dirut) dan Direktur Kepatuhan di BPR Pekanbaru. Para kandidat diharapkan memiliki pemahaman mendalam serta pandangan yang jelas terkait berbagai masalah spesifik yang dihadapi oleh BPR Pekanbaru.
Menurut Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setdako Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut, pada Senin (30/9/2024), seleksi ini bertujuan untuk memastikan peningkatan kinerja dan profesionalisme di BPR Pekanbaru. "Kami tengah melakukan seleksi terhadap dua jabatan, Dirut dan Direktur Kepatuhan BPR Pekanbaru. Tahapan seleksi sudah berjalan, mulai dari administrasi hingga psikotes. Mulai 2 Oktober nanti, kami akan melaksanakan tahap wawancara dan penilaian akhir," ujarnya.
Proses seleksi tersebut dilakukan oleh panitia seleksi (pansel) yang terdiri dari pejabat pemerintah dan tenaga ahli. Menurut Ingot, penilaian dari tenaga ahli akan menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam proses seleksi ini. "Sehingga, kami dapat memastikan kemampuan dan kompetensi calon dalam menghadapi tantangan dan permasalahan yang mungkin akan dihadapi oleh BPR," jelasnya.
BPR Pekanbaru sendiri memiliki tantangan dan karakteristik unik yang memerlukan calon direktur dengan pemahaman mendalam terhadap kondisi tersebut. "Calon direktur harus memiliki gambaran dan perspektif yang jelas mengenai persoalan-persoalan spesifik yang dihadapi oleh BPR," tambahnya.
Dengan proses seleksi yang ketat ini, diharapkan BPR Pekanbaru mampu mengatasi tantangan yang ada dan melaksanakan tugas serta fungsinya dengan lebih baik. "Agar, BPR Pekanbaru dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diamanahkan," tutup Ingot.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan bahwa jumlah rekening nasabah bank umum yang dijamin seluruh simpanannya (hingga Rp 2 miliar) mencapai 592,42 juta rekening, atau 99,27% dari total rekening per Agustus 2024. Sementara itu, untuk BPR/BPRS, jumlah rekening yang dijamin seluruh simpanannya sebanyak 15,81 juta rekening, atau sebesar 99,78% dari total rekening.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa cakupan penjaminan simpanan LPS berada pada level yang memadai. "LPS menjamin setiap rekening simpanan nasabah perbankan di Indonesia hingga Rp 2 miliar per nasabah, sesuai amanat UU," jelas Purbaya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (30/9).
Ia juga menambahkan, "Cakupan simpanan perbankan tersebut nilainya berada di atas amanat UU LPS, yakni sekurang-kurangnya 90% di atas rata-rata negara-negara anggota International Association of Deposit Insurers (IADI), yang berkisar di 80%."
Purbaya mengimbau agar bank transparan dan terbuka dalam menyampaikan besaran tingkat bunga penjaminan kepada nasabah. "Kami mengimbau agar bank menempatkan informasi tersebut di tempat yang mudah diketahui nasabah, melalui media informasi atau channel komunikasi bank," katanya.
Selain itu, LPS juga meminta bank untuk selalu memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan dalam penghimpunan dana. "Ini penting untuk memperkuat perlindungan dana nasabah serta menjaga kepercayaan deposan," pungkasnya.