Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kembali menggelar LPS Award 2023 sebagai ajang apresiasi kepada industri perbankan dan juga insan jurnalis yang turut mendukung dan berperan aktif dalam memajukan industri keuangan, dan meningkatkan literasi keuangan untuk mendorong perekonomian nasional.
Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya menyelenggarakan acara LPS Awards untuk memberikan penghargaan kepada pelaku industri perbankan yang aktif dalam memajukan industri keuangan dalam mendorong perekonomian nasional.
Tidak lupa LPS juga memberikan apresiasi kepada jurnalis yang telah membantu LPS dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran penjaminan simpanan.
"Perbankan nasional kita saat ini dalam kondisi yang sangat baik. Hal ini tercermin dari level permodalan perbankan nasional yang tebal," kata dia dalam siaran pers, Rabu (6/12).
Dia merinci, per Oktober 2023, CAR berada pada level 27,48%. Likuiditas juga dalam kondisi yang mencukupi. Indikator AL/NCD (Alat Likuid/Non-Core Deposit) dan AL/DPK (Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga) masing-masing sebesar 117,29% dan 26,36%, keduanya jauh di atas threshold. Intermediasi perbankan pada bulan Oktober 2023 juga berkembang dengan baik, dengan kredit yang tumbuh sebesar 8,99% YoY.
Sementara itu Dana Pihak Ketiga tumbuh 3,43% di periode yang sama, seiring dengan percepatan pada aktivitas ekonomi nasional melalui belanja korporasi dan juga daerah.
Adapun pemenang LPS Award 2023 dari perbankan yakni sebagai berikut:
Kategori Bank terakhir dalam kegiatan literasi keuangan:
1. PT Bank Central Asia, Tbk.
2. Bank OCBC NISP
3. PT BPD Jabar dan Banten
4. Bank Neo Commerce
5. PT BPR Jombang Perseroda
6. Perumda BPR Purwakarta
7. BPR Sulawesi Mitra Abadi
Kategori Bank Teraktif dan Terinovatif dalam Sosialisasi (Bank Umum)
1. Bank Rakyat Indonesia
2. Bank Syariah Indonesia
3. Bank BJB
4. Bank Oke Indonesia
Kategori bank terakhir dan terinovatif dalam sosialisasi (BPR)
1. BPR Bank Daerah Karanganyar
2. BPR Bank Tulungagung
3. BPR Bank Guna Daya
4. BPR Kridaharta
Kategori Bank terbaik dalam pelapiran SCV
1. Bank Mandiri
2. Bank Mega
3. Bank of China
4. PT Bank Mestika Dharma
Kategori BPR terbaik dalam kepatuhan pelaporan kepada LPS
1. BPR Gunung Simping Artha
2. BPRS Baituridha Pusaka
3. BPRS Fajar Sejahtera Bali.
Sementara itu, LPS Award 2023 untuk insan media ada 3 kategori penghargaan bagi media dan jurnalis meliputi institusi media yang paling aktif dalam memberitakan program penjaminan simpanan, Jurnalis teraktif dalam memberitakan program penjaminan LPS dan Jurnalis pemenang Lomba Foto dan Artikel
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut setiap tahun ada tujuh hingga delapan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tumbang. Namun Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, hal itu terjadi bukan akibat perburukan ekonomi. Melainkan karena buruknya tata kelola yang dilakukan manajemen BPR.
"Memang setiap tahun tujuh hingga delapan BPR jatuh tapi bukan karena perburukan ekonomi, hanya 'bad management' saja' jelas Purbaya dalam LPS Award di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Kendati demikian, LPS ungkapnya selalu berkomitmen melindungi nasabah jika ada bank yang tumbang. Buktinya hingga Oktober lalu LPS telah membayar dana nasabah hingga Rp 260 miliar, seiring tutupnya empat BPR.
Purbaya menuturkan bahwa aset LPS hingga saat ini dalam kondisi cukup dan telah mencapai Rp 217 triliun. Di sisi lain, jumlah rekening nasabah bank umum yang dijamin LPS telah mencapai 99,4 persen dari 534 juta rekening per September 2023.
Selain itu, LPS juga mempertahankan Tingkat Bunga Pinjaman (TPT) periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Januari 2024 sebesar 4,25 persen untuk simpanan rupiah di bank umum dan 6,75 persen untuk simpanan rupiah di BPR.
Untuk diketahui, LPS menjamin simpanan masyarakat hingga Rp 2 miliar. Namun Purbaya mengatakan angka tersebut diminta dinaikan oleh DPR.
"Rp 2 miliar ini banyak yang protes, kata DPR itu harus lebih tinggi lagi, namun kata IMF harus diturunkan karena rasion di negara maju itu hanya 6-7 kali dari PDB, sementara di Indonesia Rp 2 miliar 28 kali dari PDB," rinci Purbaya.
LPS pun terus memperkuat literasi keuangan masyarakat Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan. Hal ini sejalan dengan visi LPS untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki indeks literasi keuangan yang tinggi (well literate) sehingga dapat memanfaatkan produk dan/atau layanan jasa keuangan secara bijak dan optimal.
Bprnews.id - Tak hanya bank negara dan bank nasional, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga semakin menampakkan taringnya dalam kontribusi pada perekonomian Indonesia.
Tersebar dan beroperasi di daerah luar Ibu Kota juga tak membuat kinerja BPR-BPR ini melempem di tengah maraknya kasus kredit macet di sejumlah BPR.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa tren lonjakan pada kredit macet BPR. Tak sedikit BPR yang memiliki aset jumbo hingga di atas Rp2 triliun. Berdasarkan penelusuran sedikitnya ada lima BPR yang memiliki aset di atas Rp2 triliun.
Kelima bank ini tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, mulai dari Lampung hingga Bali.
Pertama, ada PT BPR Eka Bumi Artha yang berada di Provinsi Lampung tercatat menjadi BPR dengan aset terbesar yakni Rp9,24 triliun hingga akhir September 2022.
Selain itu, ada juga PT BPR Lestari Bali yang mencatatkan total aset Rp6,78 triliun pada periode sama. Kemudian ada PT BPR Surya Yudhakencana, PT Hasamitra, dan PT Modern Express yang mencatatkan kinerja cemerlang sampai dengan tahun lalu.
Lantas siapa saja sosok di balik BPR dengan aset jumbo ini?
1. PT BPR Eka Bumi Artha
BPR Eka Bumi Artha atau yang kerap disebut dengan Bank Eka ini awalnya merupakan Bank Pasar Kosgoro yang didirikan pada 1967. Awalnya bank ini belum memiliki badan hukum hingga pada 6 Agustus 1970, Menteri Keuangan mengatur pendirian bank-bank desa dan bank-bank pasar, agar bank tersebut terlebih dahulu mendapatkan perizinan dari Menteri Keuangan.
Selanjutnya, pada 21 Januari 1971, Bank Indonesia juga mengeluarkan surat edaran tentang pedoman sementara Bank Pasar. Berdasarkan dua surat tersebut, para pendiri Bank Pasar Kosgoro sepakat untuk melanjutkan usaha bank pasar sesuai dengan ketentuan pemerintah dan mengubah Bank Pasar Kosgoro menjadi bank yang sesuai dengan aturan tersebut dengan nama Bank Pasar.
Kemudian, pada 28 Agustus 1972, para pendiri, Awet Abadi, Anwar Jacub, Sukemi, Soekarno Gondoatmodjo, Bedjo Setiadarma, Raden Supena, Raden Sabikoen dan Raden Soedarsono bersepakat untuk mendirikan perseroan dengan nama ‘PT Bank Pasar Eka Karya’.
Pada saat itu, modal dasar perseroang hanya sebesar Rp3 juta, yang terdiri dari 200 saham utama bernilai Rp10.000 per saham atau sebesar Rp2 juta, dan 100 saham biasa dngan nilai Rp10.000 per saham atau Rp1 juta. Dari jumlah tersebut, modal yang ditempatkan pada saat pendirian adalah sebanyak 60 (enam puluh) Saham Utama yaitu masing masing 10 (sepuluh) atas nama Awet Abadi, Anwar Jacub, Sukemi, dan Soekarno Gondoatmodjo, dan masing masing 5 (lima) Saham Utama atas nama Bedjo Setiadarma, Raden Supena, Raden Sabikoen dan Raden Sudarsono, sehingga Modal Ditempatkan seluruhnya sebesar Rp600.000, dan telah disetorkan tunai sebanyak 10 persen atau Rp60.000.
Namun, perjalanannya juga tidak mulus karena ternyata nama bank tersebut sama denan perusahaan lain. Sehingga pada 8 September 1976 diadakan perubahan nama Perseroan Terbatas Bank Pasar “Eka Karya” menjadi Perseroan Terbatas Bank Pasar “Eka Bumi Artha”.
Perubahan nama perseroan tersebut akhirnya dapat diterima oleh Departemen Kehakiman Republik Indonesia. BPR ini kini menjadi BPR dengan aset tertinggi di Indonesia dengan salah satu pendirinya, Awet Abadi, masih menduduki kursi Komisaris.
2. BPR Lestari Bali
Nama Alex Purnadi Chandra atau sering dipanggil APC menjadi salah satu sosok di balik kesuksesan BPR Lestari yang kini menjadi salah satu BPR dengan aset terbesar. Alex memiliki pengalaman puluhan tahun di dunia perbankan sebelum akhirnya membangun Grup Lestari yang menaungi BPR Lestari Bali.
Dia sempat menjadi Kepala Cabang BCA di Bali saat usianya baru 29 tahun. Dia kemudian pindah haluan menjadi pengusaha dan mengakuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Seri Artha Lestari pada 1999.
Namun, siapa sangka ternyata Alex harus mempertaruhkan seluruh modal dan karir untuk membeli bank yang nyaris bangkrut itu. BPR Sri Artha Lestari saat diakuisisi hanya memiliki asetnya Rp300 juta dan kredit macetnya hampir 70 persen.
Dia kemudian bersama rekannya membenahi bank tersebut. Tidak semudah membalik telapak tangan, reformasi Bank Lestari memakan waktu bertahun-tahun. Empat tahun pertama, belum ada transaksi bahkan lowongan pekerjaan juga tak ada yang ambil. Tak hanya susah cari nasabah, cari karyawan pun sulit. Momentum kebangkitan Alex muncul pada 2003 ketika ada seorang nasabah yang memercayakan untuk menaruh deposito sebesar Rp25 juta.
Keuletan Alex membawa angin segar, dua tahun berselang tepatnya pada 2005, BPR Lestari berhasil menembus asset Rp54 miliar dan meraih predikat Local Champion di Bali. Kini di bawah naungan Lestari Group, BPR Lestari telah mengepakkan sayapnya di seluruh Pulau Jawa dan Bali dengan total aset pernah mencapai Rp7,7 Triliun, dan sampai akhir 2022 di sekitar Rp6,7 triliun.
3. PT BPR Surya Yudhakencana
BPR Surya Yudha merupakan salah satu bank yang berpusat di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Banjarnegara. Bank ini didirikan oleh Satriyo Yudiarto pada April 1992.
Satriyo Yudiarto merupakan pria kelahiran Majenang, 6 September 1947 yang sempat menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Perbankan (STIKUBANK), dan lulus pada 1971 sebagai lulusan terbaik. Bank ini didirikan dengan modal awal Rp120 juta, dengan total pegawai hanya 13 orang.
Saat ini, BPR Surya Yudha sudah mengantongi aset senilai Rp2,8 triliun. Satriyo Yudiarto sendiri menjabat sebagai Pemegang Saham Pengendali BSY Banjarnegara sejak berdirinya BSY dan sejak Februari 2018 Satriyo sudah tidak menjabat sebagai Komisaris Utama BSY Banjarnegara.
Selain itu, saat ini dia menjabat pula sebagai Komisaris Utama Surya Yudha Park/Hotel, dan Komisaris Utama PT Kusuma Agung Sejahtera (Pemilik Hotel Santika Purwokerto).
Sebelumnya, Satriyo pernah bekerja di The Bank of Tokyo, Ltd (1972-2000) dan mencapai puncak karir sebagai Senior Assistant General Manager dan merangkap sebagai Senior Operation Manager.
Dia juga pernah menjabat sebagai Penasehat DPP Perbarindo, Penasehat DPD Perbarindo Jawa Tengah, Sekjen Foreign Bank Sports Club Jakarta, Ketua Bank of Tokyo Recreation Club Jakarta, Ketua Ikatan Alumni Stikubank Semarang di Jakarta, dan Sekjen Ikatan Keluarga Banjarnegara (IKABARATA) di Jakarta
Bprnews.id - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah, Otto Fitriandi, menegaskan bahwa data pelanggan tetap terjaga dengan melakukan verifikasi pribadi kepada bank yang bersangkutan, ia memastikan bahwa data nasabah aman dari kebocoran apa pun, sehingga menjaga informasi pribadi dan keuangan mereka.
"Sesuai Klarifikasi pihak Bank Kalteng, bahwa data yang diberitakan diduga bocor, hal tersebut bukan data nasabah Kalteng," katanya, Rabu, 6 Desember 2023.
Ia juga memberitahukan Peran OJK sebagai badan pengawas sangat penting dalam menjamin stabilitas dan integritas lanskap keuangan Indonesia.
Seiring dengan semakin eratnya keterkaitan teknologi dengan operasional keuangan, OJK telah mengeluarkan peringatan kepada perbankan untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko teknologi informasi (TI), ajakan bertindak ini menggarisbawahi pentingnya kerangka TI yang kuat ketika bank menghadapi tantangan dan peluang digital yang kompleks.
Pihaknya juga mengingatkan bank agar senantiasa meningkatkan kualitas manajemen risiko teknologi informasi.
"Hal demikian untuk keamanan data nasabah, menghindari kebocoran," tandasnya.
Bprnews.id - Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anton Hendranata menyuarakan keprihatinannya atas isu yang mungkin membayangi potensi kenaikan kredit bermasalah (NPL) pada tahun 2024 sementara tren terkini menunjukkan penurunan NPL secara umum.
Anton menyoroti permasalahan yang jarang dibahas meningkatnya proporsi pinjaman yang berada dalam pengawasan khusus dan pinjaman yang sedikit menunggak. Permasalahan pengumpulan kredit yang suram ini memerlukan analisis yang lebih mendalam, karena hal ini mungkin menandakan tantangan yang mengintai bagi lembaga keuangan dan perekonomian pada umumnya.
“Ada yang perlu hati-hati dalam melihat ini, tren NPL perbankan memang menurun. Namun ada tren kenaikan kolektabilitas 2 (kredit) dalam pengawasan khusus dan kolektivitas 3 (kredit) yang kurang lancar, yang cenderung meningkat,” ujar Anton dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024 di Jakarta pada Rabu (6/12/2023).
Peningkatan tersebut disebabkan oleh perlambatan ekonomi domestik yang berdampak pada penurunan pendapatan, sehingga dapat mengganggu kemampuan debitur untuk membayar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melaporkan rasio NPL netto sebesar 0,77% dan rasio NPL bruto sebesar 2,42% per Oktober 2023, data tersebut menunjukkan adanya perlambatan perekonomian dalam negeri yang memiliki dampak nyata.
Sementara itu, Anton, otoritas di sektor keuangan, mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan kredit. Ia menunjukkan bahwa banyak dunia usaha yang mengadopsi pendekatan 'tunggu dan lihat' dalam menerima utang baru.
“Pertumbuhan kredit harus diakui memang dalam tren melambat, sedangkan pertumbuhan undisbursed loan-nya juga mengalami peningkatan. Jadi, kelihatan di sini kondisinya tahun ini tidak baik-baik saja sebenarnya,” tambah Anton.
Per Oktober 2023, penyaluran kredit tercatat tumbuh sebesar 8,99 persen pada bulan Oktober, angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan pada bulan September sebesar 8,96 persen. Pergeseran halus namun positif ini menunjukkan adanya momentum mendasar dalam aktivitas kredit industri perbankan.
Ketika negara ini semakin dekat dengan tahun politik penting yaitu tahun 2024, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan kredit yang lebih kuat, dengan menetapkan kisaran target antara 10 hingga 12 persen di tengah optimisme tersebut, Tigor M. Siahaan, Wakil Ketua Umum Perbanas, juga menyarankan kehati-hatian.
“Kita di industri perbankan bisa saja capai 10 persen, tapi juga melihat kondisi. Jadi, kita akan cautious the optimistic,” kata Tigor, Selasa (5/12/2023).
Tigor menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit pada tahun depan akan dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, termasuk suku bunga acuan atau interest rate. Meskipun Fed rate diperkirakan akan mengalami penurunan tahun depan, Tigor menyoroti adanya tantangan di pasar domestik terkait tahun politik atau Pemilu 2024.
Tigor, menyebutkan suku bunga acuan atau interest rate menjadi salah satu sentimen utama yang tidak bisa diabaikan meski ada ekspektasi bahwa Fed rate akan menunjukkan tren penurunan dalam tahun depan, yang seharusnya menjadi angin segar bagi pasar kredit, Tigor mengingatkan kita akan tantangan-tantangan yang muncul dari dinamika domestic terutama, tahun politik yang ditandai dengan Pemilu 2024 di Indonesia tentu saja akan menyuntikkan dosis ketidakpastian yang signifikan.
“Pilpres, Pileg, kemungkinan juga putaran kedua. Situasi politik juga menjadi dinamika mesti dilihat juga,” ujar Tigor yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Superbank.